BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti protein 45,11% (db), vitamin dan mineral. Dari segi kesehatan, konsumsi daging yang berlebihan tidak disarankan, karena kandungan lemaknya yang cukup tinggi 21,97% (db) (Kramlich,1973). Daging dikenal mengandung kolesterol (50 mg) dan tinggi akan asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dalam suatu produk pangan akan memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti Cardiovascular Disease (CVD), kanker, hipertensi dan obesitas. Untuk mengurangi resiko tersebut maka asupan lemak yang disarankan adalah 15-30% dari total kalori yang dikonsumsi, komposisi lemak jenuh kurang dari 10% dari total kalori tersebut dan asupan kolesterol maksimal 300 mg/hari (Jimenez, 2001). Salah satu produk berbasis daging yang digemari adalah sosis. Sosis pada umumnya berbahan dasar daging giling yang dicampur dengan bumbu, binder dan filler yang kemudian dimasukkan kedalam selongsong (cassing) sehingga memiliki bentuk yang simetris. Sosis merupakan sistem emulsi o/w (oil in water) dengan sifat kenyal, kompak dan tidak mudah pacah saat diiris serta memiliki permukaan irisan yang rata. Agar konsumen tetap dapat mengkonsumsi sosis dengan resiko gangguan kesehatan yang lebih rendah, maka perlu dilakukan modifikasi penggunaan daging sebagai bahan dasar pembuatan sosis. Daging dapat 1
2 diganti dengan bahan nabati yang memiliki karakteristik mirip daging untuk menghasilkan sosis analog dengan karakteristik menyerupai sosis daging. Bahan nabati memiliki keunggulan sebagai bahan pangan dengan kandungan protein yang tinggi, rendah lemak dan tidak mengandung kolesterol serta harganya yang relatif lebih murah jika dibanding daging. Hal ini menyebabkan bahan nabati banyak digunakan sebagai alternatif sumber protein selain daging. Bahan nabati yang dipilih adalah bahan nabati yang memiliki sifat seperti daging, yaitu memiliki tekstur kenyal dan mengandung protein tinggi. Tekstur yang kenyal diharapkan dapat menunjang terbentuknya tekstur sosis yang diiginkan sedangkan protein tinggi diharapkan dapat memperbaiki sistem emulsi pada sosis analog. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus), merupakan salah satu edible mushroom yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Jamur tiram memiliki sifat yang kenyal dan kandungan protein yang tinggi 20,33 27,8 % (db) (Shyam, 2010) (Mehmed, 2010). Jamur tiram juga memiliki efek baik bagi kesehatan seperti menurunkan total kolesterol dan level trigliserida serta menurunkan resiko arterosklerosis dan penyakit kardiovaskular lainnya (Schneider, et al., 2011). Bahan nabati lain yang memiliki protein tinggi 27,5 % (db) adalah kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) (Mubarak, 2005). Kacang hijau termasuk golongan legum yang memiliki nilai gizi tinggi. Berbagai macam legum dalam bentuk tepung telah banyak digunakan sebagai ekstender pada berbagai produk olahan daging seperti patty kerbau (Modi, et al,. 2003) dan bakso rendah lemak (Serdaloglu, et al., 2005). Jamur tiram dan kacang hijau merupakan produk pangan lokal yang belum
3 banyak dimanfaatkan, sehingga pemanfaatannya menjadi sosis analog merupakan upaya diversifikasi pangan guna meningkatkan nilai ekonomisnya. Penggunaan jamur tiram dan kacang hijau saja tidak cukup untuk menghasilkan karakteristik sosis analog yang menyerupai sosis daging, sehingga dalam pembuatannya dibutuhkan putih telur dan tapioka sebagai binder dan filler. Putih telur mengandung protein 9,7-10,6 % (Powrie,1997). Penambahan putih telur dalam bentuk serbuk pada pembuatan sosis bebek mampu meningkatkan kandungan protein, yield, WHC, kecerahan, serta retensi lemak (Muthia, et al., 2012). Pati singkong (tapioka) memiliki kandungan karbohidrat tinggi yaitu 86,90% (DKBM, 2010). Pati singkong (tapioka) juga memiliki kemampuan dalam membentuk gel yang baik sehingga diharapkan mampu membentuk sifat tekstural yang baik pada sosis analog. Penggunaan tapioka sebagai filler pada meat comminuted dapat memberikan tekstur dan konsistensi yang baik serta dapat meningkatkan keutungan dari segi ekonomis (Frempong, et al., 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mencari formulasi terbaik sosis analog yang terbuat dari jamur tiram dan tepung kacang hijau, dengan binder putih telur dan filler tapioka serta mengetahui karakteristik sensoris, fisik, dan kimianya.
4 1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan Umum Mengetahui karakteristik sensoris, fisik dan kimia sosis analog dari jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dengan putih telur dan tapioka sebagai upaya diversifikasi pangan lokal. 1.2.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh rasio putih telur dan tapioka 10:90, 20:80, 30:70 (b/b) pada rasio jamur tiram dan tepung kacang hijau 0:100, 25:75, 50:50, 75:25, 100:0 (b/b) terhadap karakteristik sensoris dan fisik sosis analog. 2. Mengetahui pengaruh rasio jamur tiram dan tepung kacang hijau 75:25, 80:20, 85:15, 90:10, 95:5, 100:0 (b/b) pada rasio putih telur dan tapioka terpilih (20:80 (b/b)) terhadap karakteristik sensoris, fisik, dan kimia sosis analog. 3. Menentukan karakteristik sensoris, fisik dan kimia sosis analog yang terpilih.
5 1.3. Manfaat Penelitian 1.3.1. Manfaat Penelitian bagi Masyarakat 1. Pemanfaatan dan peningkatan pangan lokal sebagai sosis analog. 2. Memberikan informasi tentang produk sosis analog non daging yang dibuat dari bahan pangan lokal 1.3.2. Manfaat Penelitian bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai produk diversifikasi pangan berbasis non daging.