I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS.

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB VI LANGKAH KE DEPAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

LAND REFORM INDONESIA

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Total Tahun

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah pertanahan di Indonesia telah berkembang menjadi

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan struktur

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

=BAHAN TAYANG MODUL 14 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

TANAH TERLANTAR, MENYALAHI FUNGSI SOSIAL TANAH

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan, seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina, dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri, seperti Cina dan Vietnam melaksanakan reforma agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan reforma agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico, dan Venezuela (BPN-RI, 2007). Reforma agraria sudah dikenal sejak tahun 1960 di Indonesia. Pembuktian atas hal tersebut adalah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA). Peristiwa ini merupakan tonggak penting bagi upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UUPA, bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang semula bercorak kolonial dan feodal menjadi struktur penguasaan yang dapat menjamin terwujudnya tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perwujudan dari langkah pembenahan tersebut adalah dengan digulirkannya land reform. Kebijakan ini sempat berjalan antara tahun 1960 sampai dengan 1965. Akan tetapi langkah tersebut kemudian dijadikan komoditas politik sehingga ketika terjadi prahara pada tahun 1965 dan kekuasaan dipegang oleh rezim Orde Baru, land reform dianggap sebagai barang haram sehingga tidak bisa diselenggarakan. 1

Dengan konsep yang berbeda, saat ini pemerintah kembali mencoba mengatasi berbagai permasalahan bangsa melalui reforma agraria. Presiden Republik Indonesia dalam Pidato Politik Awal Tahun 2007 pada tanggal 31 Januari 2007 menyatakan secara tegas arah kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang ada sebagaimana terlihat dalam pernyataan berikut: Program Reforma Agraria secara bertahap akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat yang saya anggap mutlak untuk dilakukan. Hal tersebut selaras dengan apa yang disampaikan oleh Paccier (2006), direktur International Fund for Agricultural Development's Latin America & Caribbean Division pada International Conference on Agrarian Reform and Rural Development (ICARRD) di Porto Alegre, Brazil yaitu: setelah melalui riset mendalam diketahui tanah adalah faktor kunci bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Tentu saja, akses terhadap tanah saja tidak pernah menjadi sebuah kondisi yang mencukupi, meskipun jelas sekali bahwa akses tersebut adalah faktor kunci. Hal itu tidak secara otomatis mengatakan bahwa pengendalian atas tanah adalah sentral, tapi jelas sekali bahwa akses oleh orang miskin atas sumberdaya ini pasti merupakan kunci untuk pengurangan kemiskinan dan perkembangan ekonomi. Pendapat inilah yang kemudian mendasari kembali diimplementasikannya reforma agraria di Indonesia. Permasalahan tingginya tingkat kemiskinan, ketimpangan struktur penguasaan tanah, konflik pertanahan akan dicoba dipecahkan untuk dicari penyelesaiannya melalui reforma agraria. Data Badan Pusat Statistik (2007) menunjukkan bahwa angka kemiskinan pada tahun 2007 2

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2006 sebesar 39,30 juta jiwa (17,75% dari total jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut), menurun menjadi 37,17 juta jiwa atau 16,58% pada tahun 2007. Penduduk yang termasuk dalam golongan miskin tersebar baik di perkotaan maupun di pedesaan. Di kawasan perkotaan angka kemiskinan mencapai 13,56 juta jiwa, sedangkan di kawasan pedesaan angka kemiskinan lebih tinggi yaitu mencapai 23,61 juta jiwa. Dari total jumlah penduduk miskin, ternyata sebagian besar merupakan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Salah satu penyebab kemiskinan di pedesaan antara lain adalah adanya ketimpangan dalam penguasaan faktor produksi berupa lahan. Data struktur penguasaan lahan tahun 1993 menunjukkan bahwa sebanyak 43% rumah tangga pedesaan merupakan golongan tuna kisma dan petani dengan luas lahan kurang dari 0,1 hektar (golongan miskin tanah), sedangkan 16% rumah tangga pedesaan merupakan golongan petani dengan penguasaan lahan lebih dari 1 hektar (kaya tanah). Golongan miskin tanah hanya menguasai 13% dari luas lahan pertanian, sedangkan golongan kaya tanah menguasai 69% luas lahan pertanian. Ketimpangan tersebut menyebabkan rumah tangga pedesaan golongan miskin tanah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Kondisi tersebut diperparah oleh adanya fragmentasi lahan di pedesaan. Menurut Badan Pertanahan Nasional (1996) dalam Husodo (2002) indeks fragmentasi pemilikan/penguasaan lahan rata-rata 2,14 dan indeks fragmentasi tanah rata-rata 3,93 yang artinya bahwa pada setiap 1 hektar lahan pertanian rata-rata terdapat 4 persil tanah dan setiap hektar lahan rata-rata dimiliki oleh 2 3 pemilik yang 3

berbeda. Bagi petani yang memiliki lebih dari satu bidang tanah pun dengan lokasi yang terpisah. Kondisi seperti itu menyebabkan usaha tani di Indonesia tidak efisien. Berkaitan dengan konflik agraria, data dari BPN RI menunjukkan secara nasional sampai dengan akhir tahun 2006 terdaftar sebanyak 2.810 kasus (Wijayanto, 2007) dan pada tahun 2007 Konsorsium Pembaharuann Agraria menyampaikan bahwa telah diinventarisir 7.491 konflik yang berhubungan dengan keagrariaan (Setiawan, 2007). Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui reforma agraria yang dikemas dalam sebuah program yang disebut Program Reforma Agraria Nasional yang selanjutnya disebut sebagai PRAN. Dalam kaitannya dengan PRAN, reforma agraria didefinisikan sebagai proses penataan penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan. Tujuan PRAN antara lain menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah, mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan pangan. Masyarakat yang menjadi subyek/penerima manfaat dalam pelaksanaan program ini adalah masyarakat miskin. Berkaitan dengan pelaksanaan PRAN, saat ini sudah dimulai dalam skala pilot project. Salah satu lokasi pelaksanaan PRAN di Provinsi Jawa Barat adalah di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Jasinga. Kecamatan Jasinga yang terdiri 4

dari 15 desa dalam wilayah administrasinya 10 desa diantaranya masuk/berkaitan dengan tanah bekas penguasaan PT. Perusahaan Perkebunan Jasinga sehingga (PT. PP Jasinga) dipilih sebagai objek/lokasi proyek percontohan pengimplementasian. Status tanah yang dijadikan obyek tersebut adalah bekas Perkebunan PT. PP Jasinga, seluas 3.326,93 hektar, terletak di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dalam perkembangannya luas lahan tersebut berkurang untuk memenuhi berbagai keperluan PT. PP Jasinga terkait dengan lembaga lain. Setelah dikurangi untuk kepentingan-kepentingan tersebut, luas lahan yang tersisa dan masih dikuasai serta digunakan untuk kepentingan PT. PP Jasinga adalah seluas 2.237,70 hektar. Dari luas 2.237,70 hektar tersebut, ketika dilakukan pengukuran ulang oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Jawa Barat diperoleh luas 1.880,09 hektar, yang artinya untuk mencapai luas 2.237,70 hektar terdapat selisih sebesar 349,70 hektar. Terjadinya selisih luas ini disebabkan telah diduduki/dikuasai secara sepihak oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi sebagai akibat desakan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga dalam kondisi struktur penguasaan agraria sangat timpang di mana petani tidak memiliki tanah sementara ada area bekas HGU yang sudah habis jangka waktunya dan masih dikuasai oleh PT. PP Jasinga untuk dimanfaatkan. Hal yang terjadi kemudian adalah terjadi konflik antara masyarakat dan PT. PP Jasinga yang masih merasa menguasai tanah tersebut. Dalam pelaksanaannya, reforma agraria menuntut komitmen dan keterlibatan penuh dari semua komponen bangsa (Winoto, 2007). Reforma agraria secara umum mensyaratkan dua hal pokok, yaitu komitmen politik pemerintah 5

yang kuat dan tersedianya modal sosial (social capital). Salah satu modal sosial yang sangat penting adalah berkembangnya civil society (prakarsa masyarakat sipil) yang memadai (Syahyuti, 2007). Prakarsa masyarakat dalam konteks pelaksanaan PRAN dapat diartikan sebagai partisipasi aktif rumah tangga petani pedesaan sebagai penerima manfaat program tersebut. Partisipasi aktif masyarakat akan lahir apabila persepsi masyarakat sejalan dengan tujuan yang digariskan oleh pemerintah melalui PRAN. Makin besar partisipasi masyarakat, makin cepat tujuan tersebut tercapai. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah respon positif masyarakat terhadap program tersebut. Respon tersebut dapat didekati melalui persepsi masyarakat. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, memahami, mengorganisir, menafsirkan yang memungkinkan situasi, peristiwa yang dapat memberikan kesan perilaku yang positif atau negatif. Dengan menyadari tentang apa yang diterima melalui inderanya, seseorang akan menginterpretasikan dan menilai suatu objek yang akan tercermin dari respon yang timbul, yang dapat berupa tanggapan atau perilaku. Sugiyanto (2003), merekomendasikan bahwa untuk pelaksanaan sebuah program perlu dikaji mengenai persepsi masyarakatnya. Hal ini akan sangat bermanfaat pada tataran perencanaan sehingga program yang ditawarkan diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat secara nyata. Berdasarkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk dikaji pelaksanaan PRAN berkaitan dengan karakteristik subyek/penerima manfaatnya, kesesuaian pemilihan subyek/penerima manfaatnya dengan kriteria, dan persepsi subyek/penerima manfaat terhadap PRAN serta faktor yang mempengaruhinya. 6

1.2 Rumusan Masalah Seperti telah disampaikan sebelumnya, bahwa Kecamatan Jasinga merupakan salah satu lokasi yang dipilih sebagai tempat untuk melaksanakan PRAN dalam skala pilot project. Badan Pusat Statistik (2002) menyatakan bahwa 57% penduduk Kecamatan Jasinga mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian dan 51% merupakan kelompok masyarakat termasuk dalam kategori pra sejahtera. Berkaitan dengan struktur penguasaan tanah di Kecamatan Jasinga ditemukan terjadinya ketimpangan. Dari total luas wilayah sebesar 10.848 hektar 3.326 hektar (30%) diantaranya dikuasai oleh satu perusahaan yaitu PT. PP Jasinga dengan Hak Guna Usaha (HGU). Di sisi lain, masyarakat hanya menguasai tanah rata-rata kurang dari satu hektar. Dengan mata pencaharian sebagai petani dalam kondisi luas penguasaan lahan kurang dari satu hektar, masyarakat akan sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Situasi tersebut, memicu terjadinya konflik di mana terdapat lahan yang semula dikuasai dengan HGU diterlantarkan karena haknya sudah habis dan masyarakat yang membutuhkan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peneliti mempunyai asumsi bahwa ketepatan pemilihan subyek akan dapat dicapai apabila karakteristik masyarakat yang menjadi calon subyek/penerima manfaat dapat dilihat dengan jelas untuk kemudian dilakukan seleksi dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Mengingat PRAN merupakan suatu program yang berkelanjutan --dimulai dengan aset reform kemudian dilanjutkan dengan akses reform-- persepsi masyarakat juga perlu digali agar dapat diketahui apa yang dibutuhkan masyarakat dalam kelanjutan pelaksanaan PRAN. 7

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang menjadi masalah penelitian dalam kajian ini adalah: a. Bagaimana karakteristik masyarakat penerima manfaat PRAN di Kecamatan Jasinga? b. Apakah masyarakat penerima manfaat PRAN di Kecamatan Jasinga telah sesuai dengan kriteria sebagai penerima manfaat PRAN? c. Bagaimana persepsi masyarakat penerima manfaat terhadap PRAN di Kecamatan Jasinga dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi persepsi masyarakat tersebut? d. Implikasi manajerial apa yang bisa direkomendasikan untuk kelanjutan pelaksanaan PRAN? 1.3 Tujuan Penelitian Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini perlu dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. Menganalisis karakteristik masyarakat penerima manfaat PRAN di Kecamatan Jasinga. b. Menganalisis pemenuhan persyaratan bagi masyarakat Kecamatan Jasinga sebagai peserta PRAN. c. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap PRAN di Kecamatan Jasinga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. d. Merumuskan implikasi manajerial yang bisa direkomendasikan untuk kelanjutan PRAN. 8

1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam merumuskan strategi pelaksanaan PRAN di lokasi dan kondisi yang berbeda. Masukan dimaksud adalah yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat dalam kaitannya dengan kesesuaian penetapan subyek/penerima manfaat dan persepsi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya Bagi kalangan akademik, diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengembangan pengetahuan khususnya berkaitan dengan pelaksanaan PRAN sebagai solusi bagi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Permasalahan dimaksud berkaitan dengan pengentasan dari kemiskinan, penataan struktur penguasaan/pemilikan lahan dan penyelesaian konflik pertanahan. 1.5 Ruang Lingkup Studi ini ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik, kesesuaian subyek/penerima manfaat dan persepsi masyarakat terhadap adanya PRAN serta mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menentukan persepsi masyarakat tersebut. Karakteristik yang dimaksud adalah karakteristik individu meliputi karakteristik internal yang terdiri dari usia, pendidikan, pendapatan, motivasi, jumlah anggota keluarga, jumlah lahan yang dikuasai, luas lahan yang dikuasai, lamanya penguasaan lahan, status dalam masyarakat dan karakteristik eksternal yang terdiri dari akses terhadap informasi, kekosmopolitanan. Objek studinya adalah masyarakat penerima manfaat PRAN di Kecamatan Jasinga. 9

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB