BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN OBJEK

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API : IR. SUTJAHJONO

Laporan Monitoring. Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan. Sumiyati (Disabilitas)

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

KAJIAN REFERENSI. 1. Persyaratan Kenyamanan Ruang Gerak dalam Bangunan Gedung

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN DATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API TAMBUN BEKASI

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB V ANALISA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG


BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

Kriteria Green Infrastructure dalam Penentuan Luas Stasiun Kereta Api

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum. Risna Rismiana Sari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 47 TAHUN 2014 STANDAR PELAYANAN MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... I-1

BAB VI HASIL RANCANGAN. dalam perancangan yaitu dengan menggunakan konsep perancangan yang mengacu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN KA BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.

BAB VI HASIL RANCANGAN. Hasil rancangan adalah output dari semua proses dalam bab sebelumnya

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REST AREA TOL SEMARANG BATANG. Tabel 5.1. Besaran Program Ruang

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

LOKASI Lokasi berada di Jl. Stasiun Kota 9, dan di Jl. Semut Kali, Bongkaran, Pabean Cantikan.

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN FASILITAS TRANSPORTASI INTERMODA BSD

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LP3A REDESAIN TERMINAL BUS BAHUREKSO KENDAL TIPE B BAB V KONSEP DAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL BUS BAHUREKSO KENDAL

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Syarat Bangunan Gedung

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tema perancangan dan karakteristik tapak, serta tidak lepas dari nilai-nilai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL BUS TIPE A DI CILACAP

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

Tabel 6.1. Program Kelompok Ruang ibadah

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA LAPANGAN TENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai tinjauan-tinjauan teori yang berkaitan dengan judul perencanaan dan perancangan yang dipilih, yaitu tinjauan tentang perkeretaapian secara umum, pedoman standarisasi bangunan stasiun, dan tinjauan mengenai aspek konservasi khususnya konservasi bangunan bersejarah. A. PERKERETAAPIAN 1. Pengertian 3 a. Perkeretaapian Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. b. Kereta Api Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. c. Prasarana Perkeretaapian Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. d. Stasiun Kereta Api Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. e. Jalur Kereta Api Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian DEA KARINA PUTRI I0212030 11

ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. 2. Jenis Stasiun Kereta Api Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, stasiun kereta api menurut jenisnya dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Stasiun Penumpang Stasiun penumpang merupakan stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang. Pada stasiun penumpang paling sedikit harus dilengkapi dengan fasilitasfasilitas sebagai berikut : 1) Keselamatan 2) Keamanan 3) Kenyamanan 4) Naik turun penumpang 5) Penyandang cacat 6) Kesehatan 7) Fasilitas umum 8) Fasilitas pembuangan sampah 9) Fasilitas informasi b. Stasiun Barang Stasiun barang merupakan stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang. Pada stasiun barang paling sedikit harus dilengkapi dengan fasilitasfasilitas sebagai berikut : 1) Keselamatan 2) Keamanan 3) Bongkar muat Untuk keperluan bongkar muat di luar stasiun, dapat dibangun jalan rel yang menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat barang DEA KARINA PUTRI I0212030 12

dimana pembangunan jalan rel dilaksanakan sesuai persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta api. 4) Fasilitas umum 5) Pembuangan sampah c. Stasiun Operasi Stasiun operasi merupakan stasiun kereta api untuk keperluan pengoperasian kereta api. Stasiun operasi ini harus dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan operasi kereta api. 3. Klasifikasi Stasiun Kereta Api Penumpang Stasiun penumpang yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk naik turun penumpang ke dan dari kereta api, kelas stasiun diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria yang berhasil dicapai oleh sebuah stasiun melalui perhitungan bobot dari setiap kriteria dan nilai komponen, kriteria tersebut yaitu sebagai berikut : a. Fasilitas operasi b. Jumlah jalur c. Fasilitas penunjang d. Frekuensi lalu lintas e. Jumlah penumpang f. Jumlah barang Klasifikasi stasiun kereta api dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : a. Kelas Besar Stasiun kereta api kelas besar memiliki lebih dari 5 jalur rel yang juga berguna untuk keperluan langsir, dilengkapi dengan depo penyimpanan lokomotif dan depo penyimpanan kereta. Contoh stasiun kereta api besar yaitu Stasiun Solo Balapan, Stasiun Semarang Tawang, Stasiun Semarang Poncol, Stasiun Gambir, Stasiun Pekalongan, Stasiun Tegal, Stasiun Purwokerto dan Stasiun Surabaya Pasar Turi. DEA KARINA PUTRI I0212030 13

b. Kelas Sedang Stasiun kereta api kelas sedang memiliki 4 sampai dengan 5 jalur rel kereta api dan dapat digunakan untuk langsir, tidak memiliki depo lokomotif tetapi memiliki depo penyimpanan kereta. Contoh stasiun kereta api sedang di Indonesia antara lain Stasiun Purwosari, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Pemalang. c. Kelas Kecil Stasiun kereta api kecil berfungsi sebagai transit penumpang jarak dekat. Stasiun kelas kecil hanya memiliki 3 jalur kereta api. Contoh stasiun kereta api kecil antara lain, Stasiun Comal, Stasiun Palur, Stasiun Sragen dan Stasiun Palur. Tabel 2. 1 Rincian Angka Kredit Masing-Masing Komponen Kriteria Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api DEA KARINA PUTRI I0212030 14

4. Kegiatan di Stasiun Kereta Api Kegiatan di stasiun kereta api meliputi 4 : a. Kegiatan pokok Kegiatan pokok di stasiun kereta api yaitu sebagai berikut : 1) Melakukan pengaturan perjalanan kereta api 2) Memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api 3) Menjaga keamanan dan ketertiban 4) Menjaga kebersihan lingkungan b. Kegiatan usaha penunjang Kegiatan usaha penunjang dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan perkeretaapian dan dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan penyelenggara prasarana perkeretaapian, yaitu : 1) Tidak mengganggu pergerakan kereta api 2) Tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang 3) Menjaga ketertiban dan keamanan 4) Menjaga kebersihan lingkungan Penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam melaksanakan kegiatan usaha penunjang harus mengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluan kegiatan pokok stasiun. c. Kegiatan jasa pelayanan khusus Kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan penyelenggara prasarana perkeretaapian yang berupa jasa pelayanan yaitu : 1) Ruang tunggu penumpang 2) Bongkar muat penumpang 3) Pergudangan 4) Parkir kendaraan 5) Penitipan barang 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api Pasal 10, 11, 12, 13 DEA KARINA PUTRI I0212030 15

Persetujuan dapat diberikan oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian apabila fasilitas dasar stasiun telah terpenuhi. Penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat mengenakan tarif pengguna jasa pelayanan khusus. B. PEDOMAN STANDARISASI STASIUN Stasiun kereta merupakan tempat untuk pemberangkatan dan pemberhentian kereta api yang akan mengangkut dan mengantarkan penumpang menuju ke tujuannya. Stasiun kereta api terdiri atas emplasemen stasiun dan bangunan stasiun, dimana emplasemen stasiun berupa jalan rel, fasilitas pengoperasian kereta api dan drainase, sedangkan bangunan stasiun berupa gedung, instalasi pendukung dan peron. Pedoman standarisasi stasiun berisi tentang aturan-aturan dan acuan-acuan yang digunakan dalam pelaksanaan perencanaan, perancangan dan pelaksanaan pembangunan stasiun.. 1. Bangunan Stasiun Kereta Api a. Pengertian dan Fungsi Gedung Stasiun KA Gedung stasiun kereta api adalah gedung untuk operasional kereta api yang digunakan untuk melayani pengaturan perjalanan kereta api dan pengguna jasa kereta api. Menurut kegiatannya, gedung pada bangunan stasiun memiliki tiga komponen kegiatan, yaitu : 1) Gedung untuk kegiatan pokok Gedung untuk kegiatan pokok merupakan tempat yang digunakan untuk pengaturan jalan kereta api, pelayanan kepada pengguna jasa kereta api, keamanan dan ketertiban serta kebersihan lingkungan. 2) Gedung untuk kegiatan penunjang Gedung untuk kegiatan penunjang merupakan tempat yang digunakan untuk mendukung kegiatan penyelenggaraan perkeretaapian. DEA KARINA PUTRI I0212030 16

3) Gedung untuk kegiatan jasa pelayanan khusus Gedung untuk kegiatan jasa pelayanan khusus merupakan tempat yang digunakan untuk mendukung kegiatan para penyedia jasa pelayanan khusus. b. Persyaratan Bangunan Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api terdapat beberapa ketentuan mengenai teknis pembangunan bangunan stasiun kereta api, yaitu : 1) Konstruksi, material, disain, ukuran dan kapasitas bangunan sesuai dengan standar kelayakan, keselamatan dan keamanan serta kelancaran sehingga seluruh bangunan stasiun dapat berfungsi secara handal. 2) Memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan gedung dari bahaya banjir, bahaya petir, bahaya kelistrikan dan bahaya kekuatan konstruksi. 3) Instalasi pendukung gedung sesuai dengan peraturan perundangundangan tentang bangunan, mekanikal elektrik, dan pemipaan gedung (plumbing) bangunan yang berlaku. 4) Luas bangunan ditetapkan untuk: a) Gedung kegiatan pokok dihitung dengan formula sebagai berikut: I L = 0,64 m2/orang x V x LF I L = Luas bangunan (m2) V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang) LF = Load factor (80%). b) Gedung kegiatan penunjang dan gedung jasa pelayanan khusus di stasiun kereta api, ditetapkan berdasarkan kebutuhan. 5) Menjamin bangunan stasiun dapat berfungsi secara optimal dari segi tata letak ruang gedung stasiun, sehingga pengoperasian sarana perkeretaapian dapat dilakukan commit to secara user nyaman. DEA KARINA PUTRI I0212030 17

6) Komponen gedung meliputi : a) Gedung atau ruangan b) Media informasi (papan informasi atau audio) c) Fasilitas umum, terdiri dari ruang ibadah, toilet, tempat sampah dan ruang ibu menyusui d) Fasilitas keselamatan e) Fasilitas keamanan f) Fasilitas penyandang cacat atau lansia g) Fasilitas kesehatan c. Ukuran Dasar Ruang 5 Ukuran dasar ruang pada stasiun dibagi menjadi dua acuan dasar, yaitu : 1) Ukuran Dasar Umum Ukuran dasar umum meliputi ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan dan ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi pergerakannya. Ukuran dasar umum diterapkan dengan mempertimbangkan fungsi ruang dan pengguna ruang. Ruang pelayanan dan publik harus menerapkan ukuran dasar bagi semua orang termasuk penyandang cacat. Sedangkan ruang-ruang seperti ruangan kantor, gudang peralatan dan ruangan petugas, dapat disesuaikan tanpa menerapkan ukuran dasar bagi penyandang cacat. 2) Ukuran Dasar Khusus Ukuran dasar khusus disesuaikan dengan ukuran sarana dan prasarana perkeretaapian, peralatan, perlengkapan dan ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan sarana yang berhubungan dengan kegiatan operasional kereta api di stasiun. 5 Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 18

Gambar 2. 1 Ukuran umum orang dewasa dan ruang gerak bagi tuna netra Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 d. Pembagian Fungsi Ruang di Stasiun Ruang-ruang di Stasiun merupakan bagian dari bangunan stasiun yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas dan fasilitas pelayanan jasa angkutan kereta api yang terdapat di stasiun. Setiap ruangan yang terdapat di stasiun memiliki fungsi tertentu sesuai dengan aktivitas dan fasilitas pelayanan yang ditempatkan di ruang tersebut. Berdasarkan jenis kegiatannya jenis ruang dalam bangunan gedung stasiun dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu seperti dijabarkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2. 2 Jenis Ruang Gedung Stasiun KA Jenis Kegiatan Kegiatan Pokok Kegiatan Penunjang Jenis Ruang Hall Perkantoran kegiatan stasiun Loket karcis Ruang tunggu Ruang informasi Ruang fasilitas umum Ruang fasilitas keselamatan Ruang fasilitas keamanan Ruang fasilitas penyandang cacat dan lansia Ruang fasilitas kesehatan Pertokoan Restoran DEA KARINA PUTRI I0212030 19

Kegiatan Jasa Pelayanan Khusus Perkantoran Perparkiran Perhotelan Ruang lain yang menunjang langsung kegiatan stasiun kereta api Ruang tunggu penumpang Bongkar muat barang Pergudangan Parkir kendaraan Penitipan barang Ruang ATM Ruang lain yang menunjang baik secara langsung maupun tidak langsung kegiatan stasiun kereta api Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api Jenis-jenis ruang perkantoran kegiatan stasiun atau ruang petugas operasional, meliputi : 6 1) Ruang Kepala Stasiun (KS) Ruang yang diperuntukkan bagi Kepala Stasiun untuk menjalankan tugasnya dalam mengatur kegiatan pelayanan yang ada di stasiun. 2) Ruang Wakil Kepala Stasiun (WKS) Ruang dinas Wakil Kepala Stasiun yang bertugas membantu tugas Kepala Stasiun. 3) Ruang Pemimpin Perjalanan Kereta API (PPKA) Ruangan khusus PPKA yang lokasinya harus memungkinkan bagi petugas untuk melihat kedatangan kereta api dan terlihat oleh masinis, serta bisa melihat area emplasemen di stasiun. Ruang ini harus memadai untuk penempatan peralatan operasional yang diperlukan oleh PPKA. 4) Ruang Pengawas Peron (PAP) Ruang pengawas petugas stasiun yang berada pada posisi bisa melihat arah datangnya kereta dan seluruh emplasemen yang fungsinya sebagai tempat untuk memberika layanan informasi melalui pengeras suara kepada calon penumpang kereta api. 6 Ibid DEA KARINA PUTRI I0212030 20

5) Ruang Keuangan Ruang yang mempunyai fungsi utama sebagai ruang administrasi dan perbendaharaan stasiun. 6) Ruang Serbaguna Ruang yang disediakan untuk menunjang operasional stasiun atau bisa dijadikan tempat untuk keperluan petugas. 7) Ruang Peralatan Ruang yang disediakan untuk menyimpan alat-alat yang digunakan untuk keperluan stasiun misal alat kebersihan, dan sebagainya. 8) Ruang UPT Kru KA Ruang yang disediakan bagi Kru KA yang berdinas untuk menggunakan fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhannya. 9) Ruang Istirahat Kru KA Ruang khusus istirahat yang dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur untuk kru KA yang akan atau selesai berdinas sehingga kondisinya selalu dalam keadaan siap tugas. 10) Ruang Petugas Keamanan Ruang petugas keamanan stasiun yang disediakan untuk tempat koordinasi dan administrasi petugas keamanan termasuk tempat untuk istirahat petugas keamanan stasiun. 11) Ruang Petugas Kebersihan Ruang yang disediakan bagi petugas kebersihan stasiun untuk menyiapkan dan melakukan tugasnya di stasiun. e. Persyaratan Penempatan Ruang Tabel 2. 3 Persyaratan Penempatan Gedung Stasiun KA Jenis Kegiatan Kegiatan Pokok Jenis Ruang Lokasi sesuai dengan pola operasi perjalanan kereta api Menunjang operasional sistem perkeretaapian Tata letak ruang sesuai dengan alur proses kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api commit serta to tidak user mengganggu pengaturan perjalanan kereta api DEA KARINA PUTRI I0212030 21

Kegiatan Penunjang Tidak mengganggu lingkungan Terjamin keselamatan dan keamanan operasi kereta api Lokasi sesuai dengan pola operasi stasiun kereta api Tata letak ruang tidak mengganggu alur proses kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api dan pengaturan perjalanan kereta api Menunjang kegiatan stasiun kereta api dalam rangka pelayanan pengguna jasa stasiun Terjamin keselamatan dan keamanan operasi kereta api Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api f. Luas dan Kapasitas Ruang di Stasiun Ukuran setiap ruang pada stasiun ditentukan berdasarkan aktivitas dan fasilitas pelayanan yang ditempatkan di dalamnya. Penentuan ukuran ruang harus mempertimbangkan beberapa aspek seperti kapasitas, utilitas, aksesibilitas, keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi pengguna ruangan. Luas ruang pelayanan dan publik yang berkaitan dengan kapasitas ruang, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : L = Luas ruang pelayanan dan publik (m 2 ) V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam 1 tahun (orang) LF = Load Factor (100%) = 1 Penentuan luas ruang-ruang bagi kegiatan pokok mengikuti standar minimum yang telah ditentukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero), sedangkan penentuan luas minimum ruang-ruang bagi kegiatan penunjang dan jasa pelayanan khusus di stasiun, disesuaikan dengan kebutuhannya yang berhubungan dengan jenis pelayanan, kapasitas dan utilitas, serta tetap memenuhi persyaratan ruang bangunan publik umumnya yang tetap memperhatikan aspek-aspek aksesibilitas, kenyamanan, keamanan dan keselamatan. L = 0,64 m 2 /orang x V x LF DEA KARINA PUTRI I0212030 22

Ukuran standar luas minimum ruang untuk kegiatan pokok yaitu sebagai berikut, Tabel 2. 4 Standar Luas Minimum Ruang untuk Kegiatan Pokok di Stasiun Luas Ruangan (m 2 ) Ruang Berdasarkan Kelas Stasiun Besar Sedang Kecil Ruang KS 30 24 20 Ruang WKS 15 15 - Ruang PPKA 25 18 18 Ruang PAP 4 - - Ruang Keuangan 20 16 - Ruang Serbaguna 100 50 - Ruang Peralatan 16 12 8 Ruang UPT Kru KA 24 - - Ruang Istirahat Kru KA 30 25 - Ruang Petugas Keamanan 15 12 9 Ruang Petugas Kebersihan 9 9 6 Ruang Hall 250 150 60 Ruang Loket 25 12 60 Ruang Pelayanan Informasi 15 12 9 Ruang Tunggu VIP 90 - - Ruang Tunggu Eksekutif 75 60 - Ruang Tunggu Umum 600 160 40 Ruang Layanan Kesehatan 25 15 15 Ruang Toilet Umum 54 45 30 Ruang Mushola 49 30 20 Ruang Ibu Menyusui 15 10 - Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 23

Berikut adalah gambar contoh-contoh tipikal layout ruang untuk kegiatan pokok, Gambar 2. 2 Tipikal Ruang Kepala Stasiun Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 3 Tipikal Ruang Wakil Kepala Stasiun Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 24

Gambar 2. 4 Tipikal Ruang PPKA Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 5 Tipikal Ruang PAP Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 6 Tipikal Ruang UPT Kru KA Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi commit Stasiun to user Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 25

Gambar 2. 7 Tipikal Ruang Istirahat Kru KA Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 g. Warna Bangunan Secara umum, warna bangunan stasiun ditentukan oleh warna dasar dinding bangunan, sedangkan warna elemen bangunan lainnya seperti kusen, pintu dan lisplang disesuaikan sebagai kombinasi dan komposisi warna. 1) Warna Eksterior Bangunan Standar warna dinding eksterior bangunan stasiun dibedakan antara standar warna untuk bangunan stasiun heritage dan non heritage. Tabel 2. 5 Standar Warna Dinding Eksterior Bangunan Stasiun Jenis Warna Warna Dasar Bangunan Non Heritage Putih Krem Bangunan Heritage Putih Kombinasi Warna Gradasi Warna Abu Tua Gradasi Warna Abu Tua Aksen Warna (bila diperlukan) Oranye Abu Tua Oranye Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Khusus stasiun komuter yang bukan merupakan bangunan heritage, warna dinding bangunan disesuaikan dengan tema tertentu yang mengindikasikan identitas stasiun. DEA KARINA PUTRI I0212030 26

2) Warna Interior Bangunan Warna dasar yang digunakan untuk dinding interior bangunan adalah warna terang dengan spesifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan desain. Kombinasi warna untuk dinding dan elemen interior lainnya juga disesuaikan dengan kebutuhan desain. 3) Warna Bangunan Overkaping Bentuk bangunan overkaping disesuaikan dengan keperluan desain arsitekturnya. Atap overkaping menggunakan material dengan warna abu-abu. Tiang dan rangka overkaping menggunakan cat dengan kombinasi warna abu-abu tua. h. Asas Aksesibilitas pada Bangunan Umum Aksesibilitas pada bangunan umum adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang cacat untuk mengakses fasilitas pada bangunan umum. Terdapat 4 asas aksesibilitas pada bangunan umum, yaitu: 7 1) Kemudahan, yaitu setiap orang dengan mudah dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 2) Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 3) Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. 4) Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum alam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Bangunan stasiun merupakan tempat bagi penyelenggaraan angkutan publik dengan moda transportasi kereta api yang diperuntukkan bagi masyarakat secara umum sehingga bangunan stasiun merupakan bangunan 7 Ibid DEA KARINA PUTRI I0212030 27

umum yang didesain, dibangun dan dimanfaatkan dengan memperhatikan aksesibilitas pada bangunan umum. 1) Jalur Pedestrian Jalur pedestrian merupakan jalur yang dipakai untuk orang berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat. Jalur pedestrian di stasiun dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan tidak terhalang sehubungan dengan aktivitas pelayanan dan penggunaan jasa angkutan kereta api di stasiun. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain jalur pedestrian adalah sebagai berikut: a) Ukuran Jalur pedestrian didesain dengan lebar minimum 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari halangan, misalnya pohon, tiang rambu, struktur bangunan, lubang drainase / gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi. b) Permukaan Lantai Aspek yang harus diperhatikan pada permukaan lantai adalah kestabilan, kekuatan, ketahanan cuaca, tekstur (halus tapi tidak licin). Penggunaan sambungan atau gundukan pada permukaan lantai harus dihindari, namun jika terpaksa, tingginya tidak boleh lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, bagian tepinya harus menggunakan konstruksi yang permanen. c) Kemiringan Lantai Perbandingan kemiringan maksimum 1:8 dan pada setiap jarak maksimal 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm. d) Tepi Pengaman / Kanstin / Low Curb Tepi pengaman penting bagi penghentian kursi roda dan tongkat tuna netra ke arah yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dengan lebar 15 cm di sepanjang jalur pedestrian. DEA KARINA PUTRI I0212030 28

e) Jalur Pemandu Jalur pemandu adalah jalur yang digunakan untuk memandu penyandang cacat terutama penyandang tuna netra untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin sebagai pengarah dan peringatan. f) Pencahayaan Pencahayaan di jalur pedestrian berkisar 200 lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan. g) Drainase Drainase didesain tegak lurus arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan, dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp. Gambar 2. 8 Prinsip Desain Jalur Pedestrian Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation commit to and user Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 29

2) Tangga Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal pada bangunan yang dirancang dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Dimensi pijakan dan tanjakan harus berukuran seragam. b) Kemiringan maksimum 30. c) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga. d) Tangga harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) sekurang-kurangnya pada salah satu sisi tangga. e) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang. f) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungnyaujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan panjang minimal 30 cm. g) Tangga yang ditempatkan di luar bangunan harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan air tergenang pada lantai tangga. h) Disediakan bordes pada setiapa tangga per lantai. Gambar 2. 9 Tipikal Tangga Sumber : Unit Station Maintenance, commit Preservation to user and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 30

Gambar 2. 10 Pegangan Rambat pada Tangga Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 3) Ramp Ramp adalah jalur akses pergerakan vertikal dengan bidang rata yang memiliki kemiringan tertentu yang digunakan sebagai jalur alternatif bagi orang yang tidak memungkinkan untuk menggunakan tangga. Beberapa persyaratan desain ramp adalah sebagai berikut: a) Kemiringan ramp di dalam bangunan tidak melebihi 1:8 dan di luar bangunan didesain dengan kemiringan tidak melebihi 1:10. b) Panjang mendatar dari suatu ramp dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat didesain lebih panjang. c) Lebar minimum ramp tanpa tepi pengaman adalah 95 cm dan ramp dengan tepi pengaman adalah 120 cm. Ramp yang digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan lebarnya sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendirisendiri. d) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum commit 160 to user cm. DEA KARINA PUTRI I0212030 31

e) Material yang digunakan untuk lantai ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin. f) Tepi pengaman ramp (low curb) dirancang dengan lebar 10 cm untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan, ramp harus didesain agar tidak mengganggu jalan umum. g) Ramp harus dilengkapi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu pengguna ramp pada malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan. h) Ramp harus dilengkapi dengan hand rail yang kekuatannya terjamin dengan ketinggian yang sesuai yaitu sekitar 65 80 cm. Gambar 2. 11 Tipikal Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 32

Gambar 2. 12 Contoh Bentuk-bentuk Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 13 Kemiringan Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 33

Gambar 2. 14 Kemiringan Melintang Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 15 Pintu di Ujung Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 16 Pegangan Rambat pada Ramp Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 34

Gambar 2. 17 Ramp untuk Trotoar Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 18 Bentuk Ramp yang Direkomendasikan Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 19 Detail Ramp Untuk Trotoar Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 35

4) Pintu Aspek-aspek yang harus diperhatikan pada desain pintu di stasiun yaitu sebagai berikut : a) Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup termasuk oleh penyandang cacat. b) Pintu masuk utama pada bangunan stasiun harus dipisahkan dengan pintu keluar utama sehingga tidak terjadi perpotongan arus sirkulasi orang. c) Pintu masuk/keluar utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, sedangkan untuk pintu-pintu lainnya memiliki lebar bukaan minimal 80 cm. d) Di daerah sekitar pintu sebaiknya dihindari adanya ramp ataupun perbedaan ketinggian lantai. e) Hindari penggunaan material lantai yang licin di sekitar pintu. f) Jenis-jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan antara lain sebagai berikut: pintu geser (sliding door) pintu yang berat dan sulit untuk dibuka/ditutup pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil pintu yang dapat terbuka ke dua arah (dorong dan tarik) pintu dengan pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi penyandang tuna netra. g) Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pintu ini tidak boleh membuka sepenuhnya kurang dari 5 detik sebelum menutup kembali. h) Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna karena pintu yang tidak menutup dengan sempurna dapat membahayakan bagi penyandang cacat. i) Pada portal yang menggunakan pintu putar harus disediakan akses berupa pintu khusus bagi pengguna kursi roda. DEA KARINA PUTRI I0212030 36

j) Diperlukan plat tendang di bagian bawah pintu bagi pengguna kursi roda dan orang yang menggunakan tongkat tuna netra. Gambar 2. 20 Pintu Gerbang Pagar Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 21 Ruang Bebas Pintu Satu Daun Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 22 Ruang Bebas Pintu Dua Daun Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 37

Gambar 2. 23 Daun Pintu dengan Plat Tendang Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 24 Pintu Pada Portal Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 25 Pegangan Pintu yang Direkomendasikan Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 38

5) Kamar Kecil Kamar kecil (toilet) di stasiun merupakan fasilitas sanitasi yang diperuntukkan secara umum maupun khusus. Toilet yang diperuntukkan secara umum merupakan fasilitas sanitasi yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang tua dan ibu hamil. Sedangkan untuk toilet yang diperuntukkan secara khusus, aksesibilitasnya disesuaikan dengan orang yang menggunakannya toilet tersebut. Toilet yang diperuntukkan secara khusus misalnya toilet di Ruang KS, Ruang PPKA, dan ruang kerja lainnya. Persyaratan umum untuk fasilitas toilet adalah sebagai berikut: a) Ruangan toilet untuk pria didesain terpisah dengan ruangan toilet untuk wanita. Pemisahan ini juga termasuk pemisahan akses menuju ruangan masing-masing dengan pintu masuk terpisah. b) Masing-masing toilet dilengkapi dengan tanda toilet pria/wanita pada bagian luar ruangan. c) Wastafel sebaiknya menggunakan kran ungkit. d) Lantai menggunakan material yang tidak licin. e) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk dianjurkan untuk disediakan tombol pencahayaan darurat (emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam. Persyaratan khusus untuk fasilitas toilet sehubungan dengan aksesibilitas bagi penyandang cacat adalah sebagai berikut: a) Toilet harus dilengkapi dengan tanda aksesibilitas penyandang cacat pada bagian luar ruangan. b) Toilet harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk, keluar dan manuver kursi roda. c) Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda membuka dan menutup pintu. d) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian kursi roda, yaitu 45 50 cm. DEA KARINA PUTRI I0212030 39

e) Letak kertas tissue, air, kran air, pancuran (shower), tempat sabun, pengering dan perlengkapan lainnya harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa dijangkau oleh pengguna kursi roda. f) Kunci atau grendel pintu dipilih sedemikian rupa sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. Ukuran dan penerapan standar untuk toilet yang didesain aksesibel bagi penyandang cacat dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut. Gambar 2. 26 Ukuran Sirkulasi Masuk Toilet Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 27 Tinggi Perletakan Kloset Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 40

Gambar 2. 28 Ruang Gerak di dalam Toilet Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 29 Simulasi Pergerakan di Toilet Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 30 Kran Wudhu bagi Penyandang Cacat Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 DEA KARINA PUTRI I0212030 41

2. Peron Peron berfungsi sebagai tempat untuk aktifitas naik turun penumpang kereta api yang terbagi menjadi 3 jenis, yaitu peron tinggi, peron sedang dan peron rendah. Peron ditempatkan di tepi jalur kereta api (side platform) dan di antara dua jalur (island platform). a. Ukuran Teknis Peron Tabel 2. 6 Ukuran Teknis Peron No. Uraian Jenis Peron Tinggi Sedang Rendah 1 Tinggi Peron, diukur dari kepala rel sampai dengan lantai peron 100 cm 43 cm 18 cm Jarak Tepi Peron dari As Jalan Rel 2 160 cm Lurus Jarak Tepi Peron dari As Jalan Rel 3 165 cm Lengkung 135 cm 120 cm 4 Lebar Minimal untuk Peron di Antara 200 cm 250 cm Dua Jalur KA (Island Platform) 280 cm 5 Lebar Minimal untuk Peron di Tepi 165 cm 190 cm Jalur KA (Side Platform) 205 cm 6 Jarak Garis Batas Aman, diukur dari 35 cm sisi tepi luar peron ke arah as peron 600 cm 750 cm 7 Panjang Peron disesuaikan dengan rangkaian terpanjang KA penumpang yang beroperasi Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Dengan mempertimbangkan kapasitas penumpang, lebar peron dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: b = b = lebar peron (meter) 0, 64 m2/orang x V x LF l V = jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam 1 tahun (orang) LF = load factor (80%) l = panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang KA penumpang yang beroperasi (meter) DEA KARINA PUTRI I0212030 42

Pembangunan peron baru harus menggunakan jenis peron tinggi atau peron rendah. Peron sedang dipertimbangkan tidak memenuhi aspek efisiensi utilitas karena operasionalnya masih harus menggunakan tangga khusus (bancik) untuk naik turun penumpang. Gambar 2. 31 Potongan Melintang Peron Tinggi Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Gambar 2. 32 Potongan Melintang Peron Rendah Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 b. Kelengkapan Peron Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan kelengkapan di area peron adalah sebagai berikut: DEA KARINA PUTRI I0212030 43

1) Area peron harus dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, papan nama peron, papan nama jalur KA, papan petunjuk arah, petunjuk waktu, tanda batas aman peron dan papan peringatan/larangan. 2) Untuk memenuhi aspek kenyamanan, peron di stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun komuter harus dilengkapi dengan overkaping. 3) Untuk akses pergerakan vertikal, peron tinggi dan peron sedang harus dilengkapi dengan ramp sehingga aksesibel bagi penyandang cacat dan memudahkan bagi orang yang membawa barang dengan alat bantu angkut beroda. c. Material Lantai Peron Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan material lantai peron adalah sebagai berikut: 1) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lantai peron harus menggunakan material yang tidak licin sehingga tidak menyebabkan orang terpeleset atau tergelincir. Material yang digunakan juga harus mempunyai permukaan yang rata sehingga tidak menyebabkan orang tersandung. 2) Jenis-jenis material yang dapat digunakan sebagai permukaan lantai peron adalah sebagai berikut: a) hotmix aspal b) granit bertekstur c) keramik bertekstur d) plat lantai beton dengan permukaan bertekstur 3) Material sejenis paving block sebaiknya tidak digunakan karena materialnya mudah bergeser sehingga permukaan peron menjadi tidak rata. Material keramik yang digunakan harus berkualitas baik dengan ketebalan yang cukup sehingga tidak mudah pecah. 4) Warna untuk material lantai yang digunakan adalah warna abu-abu tua yang merupakan warna natural dari material beton, batu atau jalan aspal. Sedangkan untuk garis tanda batas aman peron digunakan warna putih. DEA KARINA PUTRI I0212030 44

3. Pelayanan Umum di Stasiun a. Ruang Tunggu Stasiun Pelayanan ruang tunggu merupakan pelayanan umum yang dipakai penumpang untuk menunggu kedatangan kereta api. Pelayanan ini dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1) Pelayanan Ruang Tunggu Umum Pelayanan ini diperuntukkan bagi semua kelas penumpang kereta api. 2) Pelayanan Ruang Tunggu Eksekutif Pelayanan ini diperuntukkan untuk penumpang kereta api kelas eksekutif. 3) Pelayanan Ruang Tunggu VIP Pelayanan ini diperuntukkan untuk pejabat kereta api, dinas dari lembaga pemerintahan dan tamu khusus. Pelayanan ruang tunggu VIP, eksekutif dan umum hanya tersedia di stasiun besar, sedangkan untuk stasiun kelas sedang dilengkapi pelayanan ruang tunggu eksekutif dan umum serta stasiun kelas kecil hanya mempunyai pelayanan ruang tunggu umum. No Keterangan Tabel 2. 7 Fasilitas Ruang Tunggu Ruang Tunggu VIP Ruang Tunggu Eksekutif Ruang Tunggu Umum 1 Kamar Mandi Ada - - 2 Toilet, wastafel Ada Ada Ada 3 Televisi Ada Ada Ada 4 Tempat duduk Sofa Sofa Kursi biasa 5 Meja Ada Ada - 6 Pendingin udara Ada Ada - 7 Kipas Angin - - ## Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 Keterangan : ## = disesuaikan dengan kebutuha b. Layanan Toilet dan Mushola Pelayanan toilet merupakan pelayanan umum yang harus ada di stasiun tanpa dipungut biaya/jasa commit atas penggunaan to user pelayanan tersebut yang dapat DEA KARINA PUTRI I0212030 45

dipakai untuk buang air kecil dan air besar dimana terpisah antara toilet pria dan wanita. Minimal jumlah ketersediaan jumlah toilet berdasarkan kelas stasiun seperti dalam tabel 2.8. Tabel 2. 8 Jumlah Toilet dan Petugas Kebersihan Berdasarkan Kelas Stasiun No Keterangan Kelas Stasiun Besar Sedang Kecil 1 Minimal Jumlah Toilet Pria 6 kamar Pria 5 kamar Pria 2 kamar Normal Wanita 6 kamar Wanita 5 kamar Wanita 2 kamar 2 Minimal Jumlah Toilet Pria 2 kamar Pria 1 kamar Pria 1 kamar untuk penyandang cacat Wanita 2 kamar Wanita 1 kamar Wanita 1 kamar 3 Minimal Jumlah wastafel 4 buah 2 buah 2 buah 4 Minimal Jumlah urinoar 6 buah 4 buah 2 buah 5 Minimal Petugas 3 orang 2 orang 1 orang Kebersihan Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 c. Parkir Kendaraan Pelayanan parkir merupakan pelayanan ketersediaan tempat parkir kendaraan yang dapat dimanfaatkan oleh penumpang untuk memarkirkan kendaraannya baik mobil, motor maupun sepeda roda dua yang ada di area stasiun. Area parkir mempunyai ketersediaan lahan untuk bisa menampung kendaraan umum seperti taxi dan bis dengan kapasitas seperti dalam tabel 2-6 di bawah ini. Tabel 2. 9 Kapasitas Minimal untuk Parkir Kendaraan No. Jenis Kendaraan Kelas Stasiun Besar Sedang Kecil 1. Mobil pribadi 200 100 20 2. Taksi 20 10 5 3. Motor 300 150 100 Sumber : Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011 d. Layanan Restoran, Pertokoan, ATM, Money Changer dan 1) Pelayanan restoran merupakan pelayanan yang ada di stasiun yang melayani penjualan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh penumpang dan menyediakan tempat untuk makan dan minum. Dimana DEA KARINA PUTRI I0212030 46

jam operasionalnya dapat disesuaikan dengan jam operasional kereta api. 2) Pertokoan adalah pelayanan yang menyediakan makanan dan minuman atau kebutuhan yang lain (misal : bacaan, obat-obatan, souvenir dan lain-lain) bagi penumpang tanpa disediakan tempat (meja dan kursi). Dengan jam operasionalnya dapat menyesuaikan jam operasional kereta api. 3) Pelayanan ATM adalah pelayanan untuk dapat bertransaksi tunai atau non tunai yang ada distasiun selama 24 jam. Untuk stasiun besar dan sedang minimal harus ada 1 ATM Center dimana minimal harus ada 3 merchant bank, dengan jenis banknya disesuaikan dengan kebutuhan di stasiun. Untuk stasiun kecil pelayanan ATM disesuaikan dengan occupancy penumpang. 4) Money Changer adalah tempat penukaran uang asing dimana layanan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan stasiun sehingga pelayanan terhadap penumpang bisa optimal. 5) adalah layanan di stasiun dimana penumpang dapat memilih layanan penginapan dan sarana transportasi yang diinginkan. e. Layanan Penitipan dan Pengantar Barang Pelayanan penitipan barang merupakan pelayanan tambahan yang harus ada di stasiun sedang dan stasiun besar, dimana fungsinya adalah untuk tempat penitipan barang sementara yang dapat dimanfaatkan oleh penumpang kereta api, dengan membayar tarif sesuai dengan ketentuan yang berlaku di stasiun. Pengantar barang merupakan jasa angkut barang dari luar kereta ke dalam kereta atau sebaliknya dengan tarif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengantar barang di stasiun wajib diatur dan dikoordinasikan oleh Petugas stasiun agar keberadaannya dapat membantu penumpang dan memperlancar arus penumpang dari luar ke dalam stasiun atau sebaliknya. DEA KARINA PUTRI I0212030 47

4. Perangkat Stasiun a. Instalasi Listtrik Instalasi listrik merupakan peralatan, komponen dan instalasi listrik yang berfungsi untuk mensuplai dan mendistribusi tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan operasional stasiun dan kereta api. Instalasi listrik dalam stasiun kereta api dibagi menjadi dua jenis, yaitu jaringan penyediaan listrik umum dan sumber tenaga listrik itu sendiri. Komponen listrik terdiri atas : 1) Catu daya Tama 2) Catu daya cadangan 3) Panel listrik 4) Peralatan listrik lainnya Persyaratan instalasi listrik pada stasiun kereta api, yaitu sebagai berikut 8 : 1) Ditempatkan di area di luar dan/atau di dalam gedung stasiun yang memenuhi standar persyaratan umum instalasi listrik. 2) Peralatan dan komponen listrik yang dioperasikan harus aman dan tidak membahayakan operasi stasiun, kereta api dan pengguna jasa. 3) Suplai listrik harus mampu mencukupi kebutuhan operasi bangunan stasiun dan operasi kereta api. b. Instalasi Air Instalasi air merupakan peralatan, komponen dan instalasi air yang berfungsi untuk mensuplai dan mendistribusi air untuk memenuhi kebutuhan operasional stasiun dan kereta api. Instalasi air dalam stasiun kereta api dibagi menjadi dua jenis, yaitu instalasi air bersih (jaringan penyediaan air umum dan olahan) dan instalasi air kotor atau limbah. Penempatan instalasi air ini ditempatkan di area yang strategis dan terjangkau serta dapat memenuhi persyaratan instalasi air dengan memperhatikan letak tata ruang gedung agar tidak 8 Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api DEA KARINA PUTRI I0212030 48

Instalasi Air Bersih mengganggu kegiatan penumpang maupun penyedia jasa dan kegiatan operasional kereta api. Komponen instalasi air terdiri atas pipa air, peralatan instalasi, penampungan air dan fasilitas dan peralatan instalasi air lainnya. Tabel 2. 10 Persyaratan Teknis Instalasi Pendukung pada Bangunan Stasiun KA Jenis Persyaratan Pemasangan Persyaratan Operasi Instalasi Dipasang dengan Ketersediaan air bersih harus mempertimbangkan sumber dan mampu memenuhi kebutuhan kualitas air bersih serta sistem operasi stasiun dan kereta api. distribusi dan penampungannya. Instalasi Air Kotor Standar komponen dan peralatan sesuai ketentuan pada gedung dan bangunan umumnya. Dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya Standar komponen dan peralatan sesuai ketentuan pada gedung dan bangunan umumnya. Sistem distribusi dalam bangunan stasiun KA harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan. Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh digabung dengan air limbah domestik. Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api DEA KARINA PUTRI I0212030 49

c. Instalasi dan Perangkat Pemadam Kebakaran 1) Pemadam Api Ringan (Portable Fire Extinghuister) Merupakan alat pemadam api ringan berupa tabung pemadam yang di dalamnya berisi dry chemical powder yang dapat memadamkan api yang tidak terlalu besar. Tabung pemadam harus ditempatkan pada bangunan dalam area 100m 2 /buah. 2) Sistem Hydrant Merupakan sistem terminal air darurat yang dapat digunakan untuk mengatasi terjadinya kebakaran. Dalam penempatannya tidak boleh terhalang atau terganggu oleh bangunan lain serta mudah terlihat dan segera dapat digunakan. Sistem hydrant dibagi menjadi 3 macam yaitu : a) Hydrant Box Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant (terletak di dalam gedung) atau Outdoor Hydrant (terletak di luar gedung). Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya (menempel pada dinding) harus disertai pemasangan alarm bell. Pada Hydrant Box harus terdapat gulungan selang atau Hose Reel. b) Hydrant Pillar Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran agar Pemadam Kebakaran dapat menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakkan di bagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan luas gedung stasiun. 3) Sistem Sprinkel Otomatik Sistem sprinkel otomatik adalah kombinasi dari deteksi panas dan pemadaman, ia bekerja secara otomatik penuh tanpa bantuan orang atau sistem lain. Sehingga sistem ini merupakan sistem penanggulangan/ pemadaman kebakaran yang paling efektif dibandingkan dengan sistem hidrant dan lainnya. DEA KARINA PUTRI I0212030 50

Pada stasiun besar jika dibutuhkan maka harus dilengkapi sistem pemadam kebakaran dengan sistem sprinkle agar kebakaran dapat diminimalkan dan mencegah kebakaran yang lebih besar. 4) Sistem Fire Alarm Sistem fire alarm adalah metode alarm yang langsung dinyalakan dengan cara menarik saklar/handel box pemadam kebakaran dan saat itu juga alarm kebakaran akan berbunyi dan sistem sprinkel langsung menyala, alarm ini terkoneksi dengan kantor pemadam kebakaran sehingga petugas kebakaran bisa langsung mengetahui lokasi kebakaran. C. KONSERVASI 1. Konservasi secara Umum a. Pengertian Konservasi Secara umum konservasi mempunyai arti melestarikan atau mengawetkan daya dukung, mutu fungsi dan kemampuan lingkungan secara seimbang. Beberapa pengertian konservasi menurut beberapa sumber referensi adalah sebagai berikut : 1) Berdasarkan kesepakatan internasional yang telah dirumuskan dalam Piagam Burra "The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance" tahun 1981, konservasi merupakan payung dari semua kegiatan pelestarian. Secara luasnya konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik yang meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi serta revitalisasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. 2) Menurut Hartono, Harastoeti Dibyo (2011), konservasi adalah sebuah proses yang bertujuan untuk memperpanjang umur warisan budaya bersejarah dengan cara memelihara dan melindungi kekhasan dan maknanya dari kerusakan, sehingga dapat digunakan kembali pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. DEA KARINA PUTRI I0212030 51

Konservasi lahir akibat adanya semacam kebutuhan untuk melestarikan sumber daya alam yang diketahui mengalami degradasi mutu secara tajam. Dampak degradasi tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kalau tidak diantisipasi akan membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada kehidupan generasi mendatang. Konservasi merupakan upaya perubahan atau pembangunan yang tidak dilakukan secara drastis dan serta merta, merupakan perubahan secara alami yang terseleksi. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam konsep konservasi, yaitu menanam, melestarikan, memanfaatkan, dan mempelajari. b. Istilah-istilah dalam Konservasi Istilah-istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra adalah sebagai berikut : 1) Preservasi Preservasi adalah pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan. Bentuk pelestarian yang dilakukan dalam preservasi selain menjaga eksisting obyek termasuk juga pelaksanaan upaya mencegah penghancuran. 2) Restorasi/Rehabilitasi Restorasi atau rehabilitasi adalah upaya pengembalian suatu tempat ke keadaan semula dengan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru serta menghilangkan tambahan-tambahan. 3) Rekonstruksi Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula baik dengan bahan lama atau bahan baru. 4) Adaptasi/Revitalisasi Adaptasi atau rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai yaitu kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal. DEA KARINA PUTRI I0212030 52

5) Demolisi Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan. Tabel 2. 11 Jenis Kegiatan dan Tingkat Perubahan Kegiatan Tingkat Perubahan Tidak Ada Sedikit Banyak Total Konservasi * * * * Preservasi * Restorasi * * Rekonstruksi * * Adaptasi / Revitasliasi * Demolisi * Sumber : Sidharta dan Eko Budihardjo, Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1989, hlm. 11 c. Lingkup Konservasi Secara umum bentuk konservasi meliputi kota dan desa, distrik, lingkungan perumahan serta garis cakrawala wajah jalan dan bangunan. Lingkup konservasi dalam suatu lingkungan kota atau obyek, digolongkan dalam beberapa luasan, yaitu sebagai berikut : 1) Satuan Areal Satuan areal dalam kota dapat berwujud sub wilayah kota atau bahkan keseluruhan kota itu sendiri sebagai suatu sistem kehidupan yang dipandang mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota bersangkutan atau daerah dimana kota tersebut berada. 2) Satuan Pandangan/Visual/Landscape Satuan ini berupa aspek visual yang dapat memberi bayangan mental atau image yang khas tentang lingkungan kota. Satuan Pandangan memiliki lima unsur pokok, yaitu : a) Jalur (path) b) Tepian (edges) c) Kawasan (district) d) Pemusatan (node) e) Tengeran (landmark) DEA KARINA PUTRI I0212030 53

f) Jaringan fungsional rute bersejarah atau jalur angkutan tradisional 3) Satuan Fisik Satuan fisik merupakan satuan yang berwujud bangunan, kelompok atau deretan bangunan-bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk ruang umum atau dinding jalan, dan unsur-unsur bangunan baik unsur fungsional, struktur atau entesis ornamental. d. Sasaran Konservasi Konservasi tidak dapat dilepaskan dari upaya kegiatan perlindungan dan penataan serta tujuan perencanaan kota yang tidak hanya secara fisik saja, namun juga stabilitas penduduk dan gaya hidup yang serasi yakni pencegahan perubahan sosial. Sehingga untuk mencapai hal tersebut, dalam upaya konservasi diperlukan sasaran yang tepat, antara lain : 1) Mengembalikan wajah atau image dari objek konservasi 2) Memanfaatkan peninggalan objek konservasi yang ada untuk menunjang kehidupan masa kini 3) Mengarahkan keselarasan perkembangan masa kini dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalam objek konservasi tersebut 4) Menampilkan sejarah pertumbuhan kota atau lingkungan dalam wujud fisik tiga dimensi 2. Konservasi Bangunan Bersejarah Bangunan Bersejarah atau Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. 9 a. Kriteria Konservasi Bangunan Bersejarah Dalam pelaksanaan kegiatan konservasi dibutuhkan sejumlah tolak ukur atau kriteria untuk menentukan obyek yang perlu dilestarikan, antara lain yaitu : 9 UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya DEA KARINA PUTRI I0212030 54

1) Estetika Tolak ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis dan arsitektonis yang tinggi dalam hal bentuk, struktur, tata ruang dan ornamennya. 2) Kejamakan Tolak ukur kejamakan ditekankan pada seberapa jauh karya arsitektur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. 3) Kelangkaan Kriteria kelangkaan ini ditekankan pada seberapa langka suatu karya arsitektur yaitu bangunan yang hanya satu dari jenisnya atau contoh terakhir yang masih ada, tidak dimiliki oleh daerah lain atau bahkan satu-satunya yang ada di dunia. 4) Peranan Sejarah Bangunan-bangunan atau lingkungan perkotaan yang merupakan lokasi bagi peristiwa-peristiwa bersejarah yang penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang. 5) Memperkuat Kawasan di dekatnya Bangunan-bangunan atau lingkungan perkotaan yang karena investasi di dalamnya, akan mempengaruhi kawasan-kawasan di dekatnya atau kehadirannya sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan sekitarnya. 6) Keistimewaan Bangunan-bangunan atau lingkungan perkotaan yang dilindungi karena memiliki keistimewaan, misalnya yang terpanjang, tertinggi, tertua, terbesar, yang pertama dan sebagainya. b. Prinsip-prinsip Konservasi Bangunan Bersejarah Beberapa prinsip konservasi yang perlu diperhatikan adalah : 1) Konservasi dilandasi dengan penghargaan terhadap keadaan semula (eksisting) dari suatu bangunan dan seminimal mungkin melakukan intervensi fisik bangunannya, supaya tidak menghilangkan bukti-bukti sejarah yang dimilikinya. DEA KARINA PUTRI I0212030 55

2) Konservasi bertujuan untuk menangkap kembali makna kultural dari suatu bangunan dan harus bisa menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa mendatang. 3) Konservasi harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan makna kulturalnya, tanpa menekankan pada salah satu aspek saja dan meninggalkan aspek lainnya. 4) Bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya. Pemindahan seluruh atau sebagian bangunannya tidak diperkenankan kecuali bila hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk menjamin kelestariannya. 5) Konservasi menjaga terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk, skala, warna, tekstur dan material. Setiap perubahan baru yang akan berakibat negatif terhadap latar visualnya harus dicegah. 6) Kebijaksanaan konservasi yang sesuai untuk bangunan harus didasarkan atas pemahaman terhadap makna kultural dan kondisi fisik bangunannya. Gambar 2. 33 Tahapan / Proses Konservasi Sumber : Sidharta dan Eko Budihardjo, 1989 hlm 16 DEA KARINA PUTRI I0212030 56

3. Kontekstualisme Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual. Kontekstualisme berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. 10 Menurut Brent C. Brolin dalam bukunya Architecture in Context Fitting New Building with Old. 1980, kontekstual adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter suatu tempat. Adapun ciri-ciri dari kontekstual adalah sebagai berikut : a. Adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitar b. Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama, ornamen dan lain sebagainya terhadap bangunan sekitar lingkungan yang bertujuan untuk menjaga karakter suatu tempat. c. Meningkatkan kualitas lingkungan yang ada Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kontekstual antara lain yaitu: a. Irama Irama dapat diartikan sebagai pengulangan garis, bentuk, wujud atau warna secara teratur dan harmonis. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengelompokkan unsur-unsur di dalam suatu komposisi acak berdasarkan kedekatan atau hubungan satu dengan lainnya dan karakteristik visual yang dimiliki bersama. 11 10 Siti Arfah A., Arsitektur Kontekstual diakses dari https://architecturejournals.wordpress.com/ 2010/10/28/arsitektur-kontekstual/ pada commit tanggal to 30 user April 2016 11 Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007 DEA KARINA PUTRI I0212030 57

b. Datum 12 Datum diartikan sebagai garis, bidang atau ruang acuan untuk menghubungkan unsur-unsur lain di dalam suatu komposisi dan mengorganisir suatu pola acak unsur-unsur melalui keteraturan kontinuitas dan kehadirannya konstan. Contohnya, garis-garis lagu yang berfungsi sebagai datum yang memberi dasar visual untuk membaca not dan irama secara relatif dari nada-nada lagu yang ada. Pada sebuah ordinasi acak dari unsur-unsur yang tidak sama, datum dapat mengorganisir unsur-unsur tersebut melalui cara-cara berikut, yaitu : 1) Garis Sebuah garis dapat membentuk sisi-sisi bersama suatu pola dan garisgaris grid dapat membentuk sebuah bidang penyatu yang netral dari suatu pola. 2) Bidang Sebuah bidang dapat mengumpulkan pola unsur-unsur di bawahnya atau berfungsi sebagai latar belakang dan membatasi unsur-unsur di dalam bidangnya. 3) Ruang Sebuah ruang dapat mengumpulkan pola-pola di dalam batas-batasnya atau mengorganisir pola-pola tersebut sepanjang sisi-sisinya. Arsitektur kontekstual dalam kaitannya dengan perancangan pengembangan suatu bangunan bersejarah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Kontras (Berbeda) Kontras dapat menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik namun dalam pengaplikasiannya diperlukan kehati-hatian sehingga tidak menimbulkan kekacauan. Kontras bangunan modern dan kuno bisa menjadi sebuah harmoni, namun apabila terlalu banyak juga dapat mengakibatkan shock effect sehingga 12 Ibid DEA KARINA PUTRI I0212030 58

efektivitas yang dikehendaki akan menurun dan yang muncul adalah chaos. 13 b. Selaras Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian / keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks / lingkungan dimana bangunan itu berada. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok bangunan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan (secara Kuantitatif). D. PRESEDEN 1. Pengembangan dan Penataan Stasiun Semarang Poncol Stasiun Semarang Poncol (kode SMC) adalah salah satu dari dua stasiun kereta api di kota Semarang, yaitu Stasiun Semarang Poncol dan Stasiun Semarang Tawang. Stasiun kereta api Poncol terletak di Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Stasiun ini dibangun pada tahun 1914. Stasiun ini semula milik SCS (Semarang- Cheribon Stoomtram Maatschappij), terletak di jalan Poncol. Bangunan stasiun ini dirancang oleh arsitek Henri Maclaine Pont, seorang arsitek Belanda. Gambar 2. 34 Lokasi Stasiun Semarang Poncol Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/9/98/citra_satelit_poncol.png/800px- Citra_satelit_poncol.png 13 Brent C. Brolin, Architecture in Context Fitting New Building With Old, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1980 DEA KARINA PUTRI I0212030 59

Gambar 2. 35 Tampak Stasiun Semarang Poncol sebelum Pengembangan Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/04/poncol-2.jpg Saat ini seiring dengan pembenahan yang dilakukan oleh perusahaan, stasiun ini juga mengalami perubahan diantaranya perapihan fisik bangunan stasiun, pembuatan area bording dan peninggian sebagian area stasiun tersebut agar dapat melayani penumpang lebih baik lagi. Gambar 2. 36 Kondisi Stasiun Semarang Poncol sebelum Pengembangan Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/07/slide4-e1405585955997.jpg DEA KARINA PUTRI I0212030 60

Gambar 2. 37 Denah Stasiun Semarang Poncol sebelum Pengembangan Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/07/slide6.jpg Gambar 2. 38 Rencana Usulan Penzoningan & Sirkulasi Penumpang Stasiun Semarang Poncol Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/07/slide9.jpg DEA KARINA PUTRI I0212030 61

Gambar 2. 39 Stasiun Semarang Poncol Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/04/fasade-stasiun-semarangponcol.jpg Gambar 2. 40 Ruang Tunggu Stasiun Semarang Poncol Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/04/stasiun-semarang-poncol- 3.jpg Gambar 2. 41 Peron (kiri) & Bangunan Overkapping (kanan) Stasiun Semarang Poncol Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id/wp-content/uploads/2014/04/ DEA KARINA PUTRI I0212030 62