BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Serum asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin (Liu et al, 2014). Kadar serum asam urat dapat menjadi tinggi tergantung pada purin makanan, pemecahan purin endogen, ketidaknormalan metabolisme serum asam urat juga ekskresi urat lewat ginjal dan usus yang nantinya bisa menyebabkan hiperurisemia (Signh et al, 2010). Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat darah yang melebihi batas normal (Tjokorda, 2014). Kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,0 mg/dl terdapat pada laki-laki dan lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017). Prevalensi hiperurisemia berbeda-beda berhubungan dengan wilayah, golongan umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian hiperurisemia dari 24 negara lebih banyak ditemukan di Asia (East Asia). Jangkauan terluas prevalensi lebih dari dua dekade diamati di Asia Timur-Jepang. Berdasarkan wilayah prevalensi hiperurisemia di Indonesia yaitu 18 % (Smith et al, 2015). Pada penelitian Japanese-Brazillians prevalensi hiperurisemia sebesar 35,5% (Poletto, 2011). Prevalensi kejadian hiperurisemia lebih tinggi terjadi pada laki-laki, karena terjadinya hiperurisemia dipengaruhi oleh hormon estrogen, salah satu fungsinya adalah untuk mengekskresi asam urat dari dalam tubuh. Pada laki-laki tidak terdapat hormon estrogen yang tinggi sehingga sulit untuk mensekresi asam urat 1
(Nelms et al, 2010). Kadar asam urat mulai meningkat selama pubertas pada lakilaki dan pada wanita setelah mengalami menopouse (Signh et al, 2010). Prevalensi kejadian hiperurisemia pada usia remaja berdasarkan penelitian yang dilakukan di korea antara tahun 2008 dan 2011 dengan 28.589 sampel menunjukan prevalensi hiperurisemia sebesar 27,1% pada laki-laki dan 5,2% pada wanita (Kyoung et al, 2014). Penelitian yang dilakukan di jepang menunjukan sebanyak 20,7% pada remaja laki-laki (Tang et al, 2010). Penelitian yang dilakukan pada 66 subjek remaja laki-laki berusia 16-18 tahun ditemukan 6% mengalami hiperurisemia (Pusriningsih & Panunggal, 2014). Berdasarkan usia meningkatnya kadar asam urat dimulai pada pria usia 30 tahun dan wanita usia 50 tahun (Liu et al, 2011). Prevalensi hiperurisemia pada 1011 subjek berusia 25-64 tahun ditemukan sebesar 35,2% pada pria dan 8,7% pada wanita (Singh, 2012). Besarnya angka kejadian hiperurisemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti (Tjokorda, 2014). Satu survei epidemiologik yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15-45 tahun didapatkan prevalensi hiperurisemia 24,3% pada pria dan 11,7% pada wanita (Kurniari, 2011). Pada studi hiperurisemia di rumah sakit angka prevalensi tinggi karena pengaruh obat-obatan yang diminum penderita. Angka prevalensi antara 17-28 % (Hensen, 2007). Hiperurisemia merupakan hasil dari interaksi multifaktorial termasuk jenis kelamin, umur, genetik, dan juga faktor lingkungan. Hal-hal yang dapat memepengaruhi hiperurisemia adalah adanya peningkatan metabolisme asam urat 2
(over-production) atau penurunan pengeluaran asam urat urin (under-excretion) atau gabungan keduanya (Tjokorda, 2014). Kondisi yang berkaitan dengan hiperurisemia yaitu konsumsi alkohol, obesitas, hipertensi, dyslipidemia, hiperglikemia, diabetes melitus, litiasis, gagal ginjal dan penggunaan obat-obatan seperti diuretik, siklosporin, dan aspirin dosis rendah. Hiperurisemia ini dapat berkembang menjadi penyakit gout, penyakit kardiovaskular, dan sindrom metabolik (Liu et al, 2011). Asam urat mempunyai sifat yang tidak larut dalam air hasil akhir metabolisme purin nukleotida pada manusia. Asam urat disaring oleh glomerulus dan kemudian diserap oleh tubulus proksimal dan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urin. Pada saat ginjal menyerap kembali asam urat dapat membuat kadar serum asam urat yang lebih tinggi karena manusia tidak mempunyai uratase sehingga produk akhirnya asam urat ini yang membedakan dengan spesies lainnya. Meningkatnya kadar asam urat dapat menjadi indikator terjadinya hipertensi, kelainan vaskular dan gagal ginjal, namun mekanisme cedera langsung pada ginjal yang ditimbulkan oleh asam urat masih kontroversial. Penurunan laju filtrasi glomerulus memberi kontribusi untuk hiperurisemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis. Jika hiperurisemia merupakan faktor independen gagal ginjal, tentunya usaha untuk menurunkan kadar plasma asam urat akan menurunkan prevalensi gagal ginjal (Lugito, 2013; Murray, 2012; Sah& Qing, 2015). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara hiperurisemia dengan laju filtrasi glomerulus. 3
1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, timbullah pertanyaan apakah terdapat hubungan antara kadar asam urat dengan laju filtrasi glomerulus? 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan kadar asam urat dengan laju filtrasi glomerulus. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : Dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara kadar asam urat dengan laju filtrasi glomerulus. 2 Manfaat Praktis : a. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai pertimbangan penelitian selanjutnya. b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat membuat kesadaran dari masyarakat meningkat mengenai pentingnya kontrol asam urat sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan kejadian hiperurisemia dan juga penyakit yang menjadi komplikasi dari hiperurisemia. 4
1.5 Keaslian Penelitian Nama Peneliti Kurniari, P.K., et al, 2013 Pranata, P.B., 2013 Tabel. 1 Keaslian Penelitian Tempat Penelitian, Judul Penelitian Metode, dan Subyek Penelitian Hubungan Hiperurisemia Dan Fractin Uric Acid Clearance Di Desa Tenganan Pengringsingan Karangasem Bali Hubungan kadar asam urat dalam darah pada penderita penyakit ginjal kronik dengan kejadian artritis gout di RSUD DR.Moewardi Surakarta Bali, penelitian dengan pendekatan potong lintang, jumlah subjek penelitian 51 laki-laki dan 49 perempuan. Surakarta, dengan pendekatan potong lintang, jumlah subjek penelitian, dari 60 pasien PGK Hasil Penelitian Terdapat hubungan antara hiperurisemia dengan FUAC Tidak terdapat hubungan antara kadar asam urat dalam darah pada penderita gagal ginjal kronik dengan kejadian artritis gout Hartati, A., Perbedaan laju Bandung, Cimahi, Terdapat et al, 2013 filtrasi glomerulus penelitian potong perbedaan berdasarkan lintang, jumlah subjek signifikan antara kreatinin dan 21 kasus SN dengan LFG berdasarkan cystatin C serum jumlah 18 laki-lakidan kadar kreatinin pada sindrom 3 perempuan. dan cystatin C nefrotik anak serum 5
Awang, N., Hubungan antar 2015 kadar asam urat dengan laju filtrasi glomerulus pasien hipertensi esensial tingkat-1 di RSK Linda mara Sumba Timur Sumba timur, dengan Kadar asam urat pendekatan potong tidak memiliki lintang, jumlah subjek hubungan dengan 58 orang yang laju filtrasi mengalami hipertensi glomerulus esensial tingkat-1 terdiri dari 22 perempuan dan 36 laki-laki Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar asam urat dengan laju filtrasi glomerulus pada pria nonhipertensi di Pedukuhan II Sumberan Ngestiharjo Kasihan Bantul dengan menggunakan rumus CKD-EPI. 6