BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, akan tetapi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

BAB I PENDAHULUAN. pada saat janin masih dalam kandungan dan awal masa pertumbuhannya. menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

2 pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infe

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang merupakan langkah wajib pada

BAB 1 PENDAHULUAN. keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tumbuh kembang anak. Selain menguntungkan bayi, pemberian ASI eksklusif juga menguntungkan ibu, yaitu dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan generasi yang sehat, cerdas, dan taqwa merupakan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB 1 : PENDAHULUAN. individu, dimulai sejak janin masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. pada tujuan ke 5 adalah mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dengan target

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Air susu ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, yang

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DI RUMAH SAKIT BERSALIN (RSB) ASIH DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH,

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang prematur.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi,

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), data statistik. menyatakan bahwa Neonatal Mortality Rate Indonesia pada tahun 2010

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan dari hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir memiliki hak untuk segera menyusu dini dengan membiarkan

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran hidup, sesuai dengan target pencapaian Sustainable Development

mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada pengembangan SDM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menghasilkan suatu kesepakatan yang tercantum dalam MDG s

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes, 2006). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, dan Depkes dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satupun produk formula yang dapat menyamai keunggulan ASI. ASI. ASI mengikuti pola pertumbuhan dan kebutuhan bayi untuk proses

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan, sikap..., Rindiarni Inten Putri, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan

PENGARUH IMPLEMENTASI 10 LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN MENYUSUI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN ASI PADA BAYI USIA 0-3 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah awal menuju kesuksesan menyusui. Salah satu tujuan IMD adalah menekan

BAB I PENDAHULUAN. AKB tahun 2007 yaitu 34 per KH, dengan target tahun 2015 sebesar 23 per

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan

HUBUNGAN ANTARA SIKAP IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG II SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai. kehidupannya dengan cara yang paling sehat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inisaiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan proses satu jam pertama pasca bayi

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi mencapai 36 per kelahiran (SDKI, 2007). menyusui dengan program pemberian ASI eksklusif on demand yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG. Natalia Desty Kartika Sari

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksklusif dan praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

BAB I PENDAHULUAN. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. terbaik yang bersifat alamiah. Menurut World Health Organization (WHO),

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pola menyusui yang dianjurkan (Suradi, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2015 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh Republik Indonesia. Salah satu indikator pengukuran derajat kesehatan masyarakat suatu negara adalah dengan melihat Angka Kematian Bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) merujuk pada bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup (Riskesda Propinsi Sumut, 2013). Tinggi rendahnya AKB dapat menjadi petunjuk tentang baikburuknya pelayanan maternal dan neonatal di negara tersebut. Berdasarkan data The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Asia Tenggara yaitu: Singapura 1/1000 kelahiran hidup, Filipina 18/1000 kelahiran hidup dan Indonesia 20/1000 kelahiran hidup. Menurut laporan World Health Organization (WHO), AKB di dunia pada tahun 2006 sebesar 49 per 1000 kelahiran hidup dan sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup untuk tahun 2012. Sedangkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia tahun 2012 sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Survey AKB & AKI yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan FKM-USU tahun 2010, diperoleh bahwa AKB di 1

2 Provinsi Sumatera Utara sebesar 23/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013). Angka tersebut berdasarkan laporan kasus kematian yang terjadi di sarana pelayanan kesehatan, sedangkan kasus kematian yang terjadi di masyarakat belum terdata seluruhnya. Berdasarkan penelitian WHO tahun 2000 yang dilakukan di beberapa negara berkembang, resiko kematian bayi berusia 9-12 bulan akan meningkat 40% jika bayi tesebut tidak disusui. Angka kematian ini meningkat menjadi 48% bagi balita berusia di bawah dua bulan (Roesli, 2008). Menurut Roesli (2008) sekitar 40% kematian bayi terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi. Ada lagi penelitian yang melibatkan 10.947 bayi yang lahir di salah satu negara yang rawan malnutrisi di Ghana antara Juli 2003 sampai Juni 2004 yang hasilnya menunjukkan bahwa bayi yang disusui dalam satu jam pertama kehidupannya memiliki kesempatan hidup dan lebih mampu bertahan dibandingkan bayi yang tidak segera disusui (Dinartiana&Sumini, 2011). Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh WHO, ASI ekslusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan. Hingga kini target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI sebesar 80%, namun angka pemberian ASI eksklusif yang dapat dicapai di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Riskesdas tahun 2010 tentang persentase pemberian makanan prelakteal (makanan atau minuman yang diberikan sebelum ASI keluar) pada bayi baru lahir sebesar 43,6%. Angka ini menunjukkan jumlah bayi yang tidak mendapatkan ASI secara

3 eksklusif sejak kelahirannya sampai usia enam bulan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2006-2007 melaporkan bahwa prevalensi ASI ekslusif menurut data hanya 32%. Meskipun hasil Riskesdas tahun 2010 melaporkan ada sebesar 90,3% anak usia 0-23 bulan yang pernah disusui, namun angka tersebut tidak dapat menunjukkan bahwa anak tersebut mendapatkan ASI secara eksklusif mengingat masih besarnya jumlah bayi yang diberikan makanan prelakteal. Ini menunjukkan fakta yang ada pada masyarakat Indonesia dalam pencapaian target ASI eksklusif masih belum seperti yang diharapkan. Pemberian ASI secara dini selama 1 jam kelahiran bayi dapat memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan Dinartiana dan Sumini (2011) yang membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan inisiasi menyusu dini dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi usia 7-12 bulan di Kelurahan Gunungpati Kota Semarang. Namun demikian pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Indonesia juga masih rendah. Berdasarkan hasil SDKI tahun 2002-2003 pemberian air susu ibu hampir menyeluruh di Indonesia; yakni 96% anak disusui ibunya. Namun, hanya 27% anak di bawah umur lima tahun disusui dalam waktu 24 jam sejak lahir. Angka ini meningkat pada laporan hasil SDKI tahun 2012 yakni sebanyak 95,8% anak pernah disusui ibunya dimana ada 66,3% anak di bawah umur dua tahun yang disusui oleh ibunya. Namun dari jumlah tersebut hanya sebesar 49,3% bayi yang mendapatkan air susu ibunya sejak lahir hingga satu jam kelahirannya. Hasil Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase mulai menyusui bayi sejak kelahiran sampai waktu

4 kurang dari 1 jam di Indonesia sebesar 29,3% dan di Sumut sebesar 20,2%. Sedangkan pada waktu 1-6 jam setelah kelahiran persentase sudah meningkat menjadi 40,7% di Indonesia dan sebesar 34% di Sumut. Jika dilihat berdasarkan karakteristik tempat tinggal, persentase mulai menyusui bayi sejak kelahiran sampai dengan waktu kurang 1 jam lebih besar di pedesaan (29,6%) daripada di perkotaan (28,3%). Angka-angka ini juga memberikan gambaran bahwa pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Indonesia juga masih rendah. Pada tahun 2013 hasil Riskesdas melaporkan bahwa ada peningkatan persentase pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) yakni menjadi 34,5% sedangkan di propinsi Sumut menurun menjadi 22,9% (Riskesdas 2013). Angka ini masih menunjukkan rendahnya cakupan pelaksanaan IMD di Indonesia dan Sumatera Utara secara khusus. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan atau postpartum (Riskesdas 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Dinartiana dan Sumini (2011) menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD juga dapat memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi berusia 7-12 bulan. Pelaksanaan IMD juga dapat memberikan kesempatan hidup pada bayi dan membuat bayi lebih mampu bertahan dibandingkan bayi yang tidak segera

5 disusui. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suryapragojo dalam penelitian Hartatik (2012) bahwa bayi yang mendapat perlakuan IMD akan mendapatkan kolostrum yang bermanfaat bagi sistem kekebalan tubuh bayi. Adanya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) sebagai lembaga independen sangat membantu sosialisasi mengenai pentingnya IMD kepada masyarakat luas dan kepada para ibu secara khusus. AIMI sudah berdiri sedak tahun 2007. Namun demikian, usaha sosialisasi IMD membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi pelaksanaan IMD dalam penelitiannya tahun 2012, pada kerangka konsep penelitiannya merumuskan bahwa banyak hal yang dapat memengaruhi keberhasilan pelaksanaan IMD, yaitu yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksudkan adalah segala hal yang memengaruhi pelaksanaan IMD yang berasal dari sang ibu termasuk pengetahuan dan sikap ibu terhadap IMD, kondisi ibu pasca bersalin dan juga kondisi bayi. Sedangkan faktor eksternal berasal dari dukungan keluarga ibu bersalin, dukungan tenaga kesahatan yang membantu proses bersalin, serta dukungan dan kebijakan pemerintah terkait IMD (Hidayat, Karindra A. 2012). Tenaga kesehatan sebagai salah satu pihak yang berperan dalam proses persalinan memegang peranan penting dalam mendukung pelaksanaan IMD pada ibu dan bayi karena tenaga kesehatan merupakan orang yang paling dekat dengan ibu saat proses persalinan selain keluarga sehingga mereka adalah pihak yang pertama membantu ibu melakukan penyusuan dini. Tenaga kesehatan baik dokter, bidan maupun perawat, diharapkan mampu mempunyai sikap yang mendukung

6 pelaksanaan IMD pasca bersalin. Mereka diharapkan dapat memahami akan pentingnya IMD dan mau melaksanakannya. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan. Pengabdian tenaga kesehatan salah satunya adalah melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebaik-baikya dan sesuai dengan peraturan atau anjuran yang ada, termasuk dalam hal ini yang dimaksud yaitu berperan aktif atau turut serta dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD). Nuchsan dalam penelitian Yulianti (2010) mengatakan bahwa peran rumah sakit bersalin, rumah sakit umum dan puskesmas sangat menentukan pelaksanaan IMD. Namun pada kenyataannya masih sering didapati tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan peran yang diharapkan, seperti tidak sesegera mungkin melaksanakan IMD dengan alasan bayi perlu dibersihkan dari zat lemak dan darah yang menempel pada tubuh bayi, langsung memberikan susu formula pada bayi dimana menurut tenaga kesehatan bayi yang terus menangis disebabkan oleh rasa haus, dan alasan lain yang disebabkan karena adanya kerja sama antara produsen susu formula yang melakukan pemasaran produk-produk mereka dengan rumah sakit tertentu. Padahal pemerintah telah melarang para produsen susu buatan mencantumkan kalimat-kalimat promosi yang memberikan kesan bahwa produk susu tersebut bermutu sama atau lebih baik dari ASI. Pemerintah juga telah melarang promosi susu buatan formula di semua sarana pelayanan kesehatan termasuk posyandu, menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai umur 6 bulan, bahkan menyarankan pelaksanaan rawat gabung di tempat persalinan baik

7 yang dikelola pemerintah maupun swasta. Hal ini diatur dalam Peraturan Kepala BPOM republik Indonesia Nomor HK.00.05.52.0085 tahun 2010. Meskipun ada kondisi dimana IMD tidak mungkin dilakukan juga sudah dijelaskan dalam buku yang dikeluarkan WHO yaitu Alasan medis yang dapat diterima sebagai dasar penggunaan pengganti ASI. Alasan tersebut yakni jika bayi dengan galaktosemia klasik, bayi dengan penyakit kemih, bayi dengan fenilketonuria, bayi berat lahir sangat rendah, bayi amat prematur, juga bayi yang beresiko hipoglikemia. Sedangkan alasan medis yang dapat diterima pada ibu untuk tidak melakukan IMD atau memberi ASI pada bayi yaitu jika ibu terifeksi HIV, ibu mengidap penyakit parah (misalnya sepsis, virus herpes simplex tipe 1), ibu sedang menjalani pengobatan tertentu. Menurut Yulianti dalam penelitiannya pada tahun 2010, peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD pun sudah cukup jelas yang dimuat dalam buku JNPK-KR 2007 yaitu melatih keterampilan, mendukung, membantu dan menerapkan IMD-ASI Eksklusif, memberi informasi manfaat IMD dan ASI Eksklusif pada ibu hamil, membiarkan kontak kulit ibu-bayi setidaknya 1 jam sampai menyusu awal selesai, menghindarkan bayi menjadi terburu-buru atau memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi, membantu ayah menunjukkan perilaku bayi yang positif saat bayi mencari payudara, membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu, menyediakan waktu dan suasana diperlukan kesabaran. Namun kondisinya di lapangan tak jarang ditemukan bahwa ada beberapa tenaga kesehatan yang kurang mendukung pelaksanaan IMD. Bahkan disinyalir ada beberapa rumah sakit dan bidan yang bekerja sama dengan produsen susu formula

8 sehingga membuat tenaga kesehatan (baik bidan, perawat maupun dokter) cenderung tidak melaksanakan IMD pasca bersalin. Nuchsan dalam penelitian Yulianti (2010) menjelaskan pada seorang primipara, ASI sering keluar pada hari ketiga pasca bersalin. Hal ini bisa saja membuat ibu berpikir bahwa ASI-nya kurang sehingga ibu memilih memberikan susu formula kepada bayi. Padahal tidak dianjurkan memberikan pralacteal feeding kepada bayi apalagi jika diberikan dengan menggunakan botol dot karena akan menyebabkan bayi bingung yang disebabkan adanya perbedaan mekanisme menyusui pada payudara ibu yang dirasakan oleh bayi. Pelayanan kesehatan yang berkualitas juga sangat dibutuhkan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan AKB, meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif, dan meningkatkan keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bayi baru lahir. Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat di antaranya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dikelola oleh pemerintah daerah. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar adalah Rumah Sakit Umum kelas B, dan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah yang dikelola oleh pemerintah kota Pematangsiantar. RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar juga merupakan Rumah Sakit pendidikan, yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Pelaksanaan IMD di RSUD dr. Djasamen

9 Saragih sesungguhnya sudah pernah diterapkan sejak tahun 2004. Namun dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Nopember di ruang Tunas Jaya RSUD dr. Djasamen Saragaih Pematangsiantar, salah seorang tenaga kesehatan mengakui bahwa sekarang mereka tidak selalu melakukan praktik IMD pasca bersalin karena beberapa kondisi tertentu. Pengaturan ruangan yang diterapkan juga memengaruhi terhambatnya pelaksanaan IMD. Bayi yang baru lahir dipisahkan dari ibunya ke ruangan lain (ruang bayi) segera setelah lahir karena petugas masih perlu melakukan beberapa tindakan pada sang ibu pasca bersalin. Bayi dan ibunya akan dipertemukan lagi beberapa saat kemudian setelah tindakan pada ibu selesai dilakukan dan tentunya setelah bayi dibersihkan. Kondisi ini jelas menghambat pelaksanaan IMD pada bayi dan ibu tersebut. Media promosi mengenai inisiasi menyusu dini juga tidak terlihat saat dilakukan survei pendahuluan, namun poster mengenai saran pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dapat ditemukan di dinding. Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang perilaku tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan IMD di ruang Tunas Jaya RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, yakni melihat bagaimana perilaku tenaga kesehatan dalam mempertahankan pelaksanaan program IMD yang telah berjalan. Peniliti juga tertarik melihat bagaimana tenaga kesehatan melakukan perannya untuk mendukung ibu bersalin menyusui bayinya pasca bersalin dan melihat apakah motivasi yang melatar-belakangi terbentuknya perilaku tenaga kesehatan tersebut. Para tenaga kesehatan yang bertugas di Tunas Jaya, termasuk bagian adminstrasi, seluruhnya adalah tenaga dengan latar belakang pendidikan kesehatan yang

10 seyogiyanya memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang IMD. Untuk itu peneliti juga berminat melihat apakah pengetahuan dan sikap tenaga kesehatan memengaruhi tindakan dalam pelaksanaan IMD. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah untuk penelitian ini yaitu bagaimana perilaku tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perilaku tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik tenaga kesehatan (umur, pendidikan akhir, waktu lama bekerja, dan status jabatan). 2. Mengetahui dan mendeskripsikan pengetahuan tenaga kesehatan terhadap inisiasi menyusu dini di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2015. 3. Mengetahui dan mendeskripsikan sikap tenaga kesehatan terhadap inisiasi menyusu dini di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2015. 4. Mengetahui dan mendeskripsikan tindakan tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2015.

11 5. Mengetahui motivasi atau alasan di balik pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. 2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) dan memotivasi untuk menerapkannya. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis.