Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA AMERIKA SERIKAT PERIODE : JANUARI APRIL A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Amerika Serikat

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI 2004

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI SELATAN DESEMBER 2013

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

Analisis Perkembangan Industri

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi Sepanjang Sejarah

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

Perdagangan Indonesia

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND BULAN : JANUARI 2015

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

Tabel 1. Neraca Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Untuk Beberapa Periode Tahun

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara FORUM EKSPOR INDUSTRI MANUFAKTUR Jakarta, 11 September 2013

EKSPOR Perkembangan Ekspor Ekspor Migas dan Non Migas

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

Didorong oleh ekspor non-migas yang kuat, ekspor Indonesia bulan Oktober 2010 mencetak rekor tertinggi sebesar US$14,2 miliar

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2013

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

Surplus Neraca Perdagangan September 2010 Melonjak 68 Persen Mencapai US$ 2,5 Miliar

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

Analisis Perkembangan Industri

BAB III DAYA SAING INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA, PELUANG DAN TANTANGANYA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR AGUSTUS 2016

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

Transkripsi:

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018 Genderang perang dagang yang ditabuh oleh Amerika Serikat (AS) meresahkan banyak pihak. Hal ini akibat kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang membatasi akses perdagangan terhadap China, khususnya untuk komoditas besi dan baja. Muncul banyak pertanyaan terhadap isu ini, apa latarbelakang sesungguhnya dari Perang Dagang AS VS China?. Apakah hanya sebatas membanjirnya produk komoditas besi dan baja asal China, ataukah ini merupakan strategi AS dalam upaya berkompetisi dengan China untuk kembali menguasai ekonomi dan perdagangan dunia? Dan bagaimana Indonesia terdampak dari perang dagang yang disulut oleh AS ini?. Hal inilah yang dijelaskan secara gamblang oleh Direktur Core Indonesia, Mohammad Faisal, dalam seri diskusi keadilan ekonomi yang diadakan oleh Indonesia for Global Justice (IGJ) pada 12 April 2018 yang lalu. Melebarnya Defisit & Kebijakan Proteksionisme Kalau melihat secara historis, sejarah terulang kembali. Bahwa sebetulnya liberalisasi yang selama ini di dorong oleh negara-negara maju sebetulnya kuat sekali nuansa kepentingan sepihak dari mereka. Jadi, ketika liberalisasi perdagangan itu dirasa menguntungkan negara maju, maka akan didorong semaksimal mungkin. Tetapi ketika dirasa sudah semakin lama semakin tidak menguntungkan, maka dia akan berbalik, dan menjadi penentang dari liberalisasi. 1 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Gambar 1 Secara peta ekonomi dunia, saat ini China adalah negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua, dan diprediksi akan mengambil alih posisi AS. Hari ini, China adalah negara yang memproduksi perdagangan paling besar, dan AS menjadi negara penyerap perdagangan (konsumsi) barang paling besar. Situasi yang terbalik ini disebabkan oleh menguatnya industry china yang diuntungkan dari investasi Amerika di negara tirai bambu tersebut. Industri china sudah mampu memproduksi barang manufaktur dengan unsur teknologi rendah hingga yang tinggi, seperti elektronik, otomotif, alat medis, dan farmasi. Dilihat dari Gambar 1, AS menyerap banyak barang dari berbagai negara seperti Meksiko, Canada, Jepang, dan China. China adalah negara yang paling banyak diserap oleh AS. Walaupun China produser terbesar di dunia, dia juga pengimpor terbesar. Namun, tentunya karakter konsumsi perdagangan China berbeda dengan AS. Dalam beberapa tahun terakhir konsumsi perdagangan yang paling banyak diserap China adalah bahan baku energi dan bahan baku industri. Beda dengan Amerika yang memang lebih banyak menyerap barang jadi (manufacture goods). Inilah kekhawatiran AS saat ini terhadap perkembangan perdagangan global yang semakin berdampak terhadap defisit perdagangan barang dan jasa Amerika. Secara historis sejak tahun 1960 defisit perdagangan barang dan jasa AS sangat relatif tidak terlalu dalam. Tetapi sejak NAFTA ditandatangani tahun 1994, grafik keseimbangan neraca perdagangannya semakin turun. Apalagi ketika China bergabung ke dalam WTO tahun 2000. Sejak saat itu, China memperdagangkan baja ke berbagai belahan dunia, termasuk di Amerika sehingga, defisit Amerika yang tadinya menurun menjadi semakin turun lagi. (Lihat Gambar 2) Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengembalikan situasi, Trump dalam janji kampanyenya mendorong kebijakan ekonomi yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan AS. Salah satunya adalah kebijakan perdagangan yang lebih protektif, seperti menarik dari kesepakatankesepakatan multilateral, terutama adalah NAFTA dan TPP, dan menaikkan tarif impor barang khususnya yang menciptakan defisit yang lebar terhadap AS. 2 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Gambar 2 Bukan Soal Besi dan Baja, Tapi Ini Soal China China berkontribusi lebih dari setengah terhadap defisit perdagangan Amerika, yang kemudian disusul oleh Meksiko, Jepang, dan Jerman (Lihat Gambar 3). Data tahun 2017 saja menunjukan bahwa nilai ekspor AS ke China hanya sebesar US$ 130,4 Milyar dan sebaliknya nilai impor AS dari China melonjak hingga US$ 505,6 Miliar. Beberapa komoditas perdagangan utama AS yang defisit terhadap China adalah elektronik, furniture, permesinan, mainan, pakaian dan alas kaki. Sebaliknya, komoditas perdagangan AS yang surplus terhadap China adalah komponen pesawat terbang dan produk-produk pertanian. Namun, yang menarik dari data tersebut, komoditas besi dan baja ternyata bukanlah komoditas utama yang mengalami defisit (Lihat Gambar 4). Bahkan menurut Faisal, China hanya eksportir besi dan baja ke-9 ke AS setelah Brazil, Kanada, dan Meksiko. Gambar 3 3 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Gambar 4 Dari hal ini terlihat jelas, bahwa sesungguhnya persoalan perang tariff besi dan baja antara AS dengan China bukanlah soal yang sebenarnya. Tetapi masalah yang paling mendasar dari perang dagang ini adalah mengenai tariff perdagangan AS yang lebih rendah dari China yang kemudian berdampak terhadap melebarnya defisit perdagangan AS terhadap China (Lihat Gambar 5). Inilah yang sebenarnya menjadi tujuan AS, yaitu hendak mendorong adanya negosiasi kembali dengan China mengenai pengenaan tariff produk China yang akan masuk ke AS. Dan tidak menutup kemungkinan dengan negara-negara lain seperti Jepang, Jerman, dll. Gambar 5 4 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Efek Balik Terhadap AS Bagaimana pun juga AS akan kesulitan untuk menghindari dampak negatif dari kebijakan kenaikan tariff terhadap China ataupun dengan negara-negara lain yang memiliki defisit perdagangan dengan AS. Hal ini karena produk AS telah menjadi bagian penting dalam rantai pasok perdagangan dunia. Atau dikenal dengan istilah Global Value Chain (GVC). Sehingga, perang dagang dengan China akan berpotensi membahayakan industry dan perusahaan AS yang beroperasi di China, termasuk juga berdampak terhadap ketersediaan bahan baku untuk industri manufaktur yang Amerika butuhkan untuk membangun industri nya. Bahan baku untuk kebutuhan domestic menjadi naik harganya. Salah satu industry yang akan terpukul diantaranya adalah industry Smartphone yang bergantung pada China sebagai supplier maupun pasar utama. Dampak lanjutan yang akan dirasakan oleh AS adalah berdampak terhadap tenaga kerja di AS. Sehingga tujuan Trump untuk membuka lapangan pekerjaan dan membangun industri manufaktur di AS nampaknya malah mengalami kemunduran, bahkan dampaknya justru mempersulit industry AS untuk menyerap jumlah tenaga kerja. Beberapa industry AS yang berpotensi terdampak dari perang dagang AS dan China ini dapat dilihat di Gambar 6. Gambar 6 Dampak Perang Dagang Terhadap Indonesia Kekhawatiran terbesar Indonesia dari perang dagang AS dan China ini adalah akan dibanjiri-nya pasar Indonesia oleh produk-produk China ataupun Amerika. Hal ini karena secara otomatis produk China yang tidak bisa masuk ke pasar Amerika akan menyasar negara-negara lain, dan Indonesia salah satu negara yang sangat potensial untuk dijadikan sasaran pasar. Namun, di sisi yang lain, ada dampak positif nya. Secara logis begitu pangsa pasar China di AS tertutup, maka hal ini bisa menjadi peluang bagi negara lain memanfaatkan pasar yang terbuka di AS. Seperti Indonesia. 5 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Pada dasarnya, nilai perdagangan Indonesia terhadap AS tidak terlalu signifikan. Namun, ada beberapa potensi Indonesia untuk memanfaatkan peluang pasar AS akibat perang dagang ini. Indonesia memang memiliki beberapa komoditas ekspor unggulan ke AS (lihat Gambar 7). Beberapa komoditas yang berpeluang dapat memanfaat pasar AS dalam situasi perang dagang ini seperti komoditas mineral, furniture, pakaian dan alas kaki, besi dan baja, termasuk produk perikanan dan udang. Seberapa besar peluang itu bisa diambil tentunya ini sangat tergantung. Hal ini disebabkan, adanya potensi dimana tidak menutup kemungkinan AS pun akan menerapkan tariff tinggi untuk beberapa komoditas ekspor Indonesia ke AS, misalnya seperti: produk-produk yang saat ini masih dikenakan tariff 0% seperti Karet, udang, dan furniture; dan beberapa produk yang telah dimiliki substitusi nya oleh AS seperti minyak sawit (biofuell). Gambar 7 Gambar 8 6 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Faktor yang lain adalah dikarenakan daya saing perdagangan Indonesia yang terus menurun khususnya menghadapi kompetisi dari negara lain yang memiliki produk sejenis. Misalnya, untuk produk pakaian dan alas kaki. Selama ini competitor terkuat adalah Vietnam yang pertumbuhan ekspor ke AS mencapai 4,6% di tahun 2017. Sedangkan Indonesia terus mengalami penurunan (Lihat Gambar 8). Produk lainnya adalah otomotif dan elektronik. Untuk otomotif saingan terberatnya adalah Thailand, dan elektronika dengan Malaysia serta Vietnam (Lihat Gambar 9). Soal daya saing ini menjadi penting untuk diperhatikan. Karena sebesar apa pun peluang pasar yang ada tetapi daya saing Indonesia tetap rendah, maka aka sulit sekali bagi Indonesia untuk mengambil manfaat dari perang dagang. Berdasarkan analisis melalui metode Revealed Comparative Advantage (RCA) yang dicuplik oleh Core Indonesia dari Laporan UNCTAD pada 2016, menyebutkan bahwa Indonesia hanya kompetitif dengan negara-negara seperti Meksiko, Chile, dan Peru. Tetapi daya saing dengan negara seperti Filipina, Vietnam, Thailand, Australia dan Malaysia kita sangat rendah. (Selengkapnya di Gambar 10). Gambar 9 Gambar 10 7 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018

Daya Saing Pekerjaan Rumah Terbesar Kenapa daya saing lemah?. Sering kita mendengar jika persoalan investor tidak mau masuk ke Indonesia adalah karena upah buruh Indonesia tinggi. Tetapi, apakah upah buruh Indonesia yang tinggi menyebabkan melemahnya daya saing?. Ternyata tidak. Justru upah buruh di Indonesia menempati posisi terendah, yakni hanya US$ 185/bulan, jika dibandingkan dengan Vietnam (US$ 239), Filipina (US$ 285), dan Thailand (US$ 366). Bahkan industry manufaktur di Indonesia hari ini masih terpusat di wilayah dengan upah tertinggi seperti Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur. (Lihat Gambar 11 dan 12) Gambar 11 Ternyata, persoalan terbesar dari lemahnya daya saing Indonesia adalah: Pertama, di persoalan biaya energi yang relatif lebih mahal. Misalnya harga gas, Singapura dan Malaysia lebih murah ketimbang indonesia. Kedua, biaya logistic masih tinggi, juga kaitannya dengan infrastruktur. Ketiga, Inovasi yang masih sangat rendah, sehingga menyulitkan Indonesia untuk naik kelas dari industry teknologi rendah ke industry teknologi tinggi. Persoalan lainnya yang juga menghambat Indonesia bisa mendorong peningkatan daya saing adalah dikarenakan tariff bea masuk Indonesia yang sudah terlampau sangat rendah. Inilah yang kemudian mempersulit industry kita berkembang. Dalam skema GVC hari ini, jika Indonesia tidak segera mengerjakan pekerjaan rumahnya untuk meningkatkan daya saing, maka Indonesia tidak pernah akan bisa keluar menjadi pemain besar di pasar global selama produk perdagangan kita masih berupa bahan mentah dan tidak memiliki nilai tambah. **** Penyusun Uraian: Rachmi Hertanti Email: amie@igj.or.id ENDNOTES 1 Seri Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, 12 April 2018, di Kantor IGJ, dengan narasumber Direktur Core Indonesia, Mohammad Faisal. 8 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, Edisi April/I/2018