BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB II KAJIANPUSTAKA. (penderitaan) lainnya (Smet, 1990 dalam Desmita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal, yaitu dan tahun (Monks, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

BEATRIX EDYTA & EKA DAMAYANTI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual. Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : Pembimbing : Diana Rohayati

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

Transkripsi:

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Istilah resiliensi berasal dari kata Latin `resilire' yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan sebagai istilah psikologi, resi1iensi adalah kemampuan manusia untuk cepat pulih dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan (Anggraeni, 2008). Menurut Henderson &Milstein (Desmita, 2005) menyatakan resiliensi diadopsi sebagai ganti dari istilah-istilah yang sebelumnya telah digunakan oleh para peneliti untuk menggambarkan fenomena, seperti : invulnerable (kekebalan), invicible (ketangguhan) dan hady (kekuatan), karena dalam proses menjadi resilien tercakup pengenalan perasaan sakit, perjuangan dan penderitaan. Wolin dan Wolin (dalam Uyun, 2012) sebagai ketrampilan coping saat individu dihadapkan pada tantangan hidup atau kapasitas individu untuk tetap sehat (wellness) dan terus memperbaiki diri (self repair). Resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat 12

13 mengembangkan kompetensi sosial, akademis dan vikasional sekalipun berada di tengah kondisi stress yang hebat (Desmita, 2005). Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi dengan berbagai situasi yang menyulitkan atau tidak menyenangkan dalam hidup serta dapat mengambil hikmah dari situasi tersebut. 2. Aspek-Aspek Resiliensi Reivich K. & Shatte A (dalam Pasudewi, 2013) memaparkan tujuh aspek dari resiliensi, aspek-aspek tersebut adalah regulasi emosi (emotional regulation), kontrol impuls (impulse control), optimisme (optimism), analisis kausal (causal analysis), empati (empathy), efikasi diri (self efficacy), dan pencapaian (reaching out). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Regulasi emosi (emotional regulation) Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memilikikemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antara alasan yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan waktu bersama orang yang marah, merengut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat.

14 Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi seorang yang pemarah. Orang yang resilien akan mengembangkan seluruh kemampuannya dengan baik yang dapat membantu untuk mengontrol emosi, atensi, dan perilaku. b. Pengendalian Impuls (impulse control) Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka. Individu menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini akan membuat orang di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain. c. Optimisme (optimism) Optimisme adalah ketika individu melihat bahwa masa depannya cemerlang, individu yang resilien adalah individu yang optimis. Optimisme, tentunya, berarti bahwa individu melihat masa depan kita relatif cerah. Implikasi dari optimisme adalah percaya bahwa mempunyai kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa depan.

15 Orang yang optimis tidak menyangkal bahwa dirinya memiliki masalah atau menghindari berita buruk, sebaliknya mereka memandang masalah dan berita buruk sebagai kesulitan yang dapat di atasi. d. Kemampuan menganalisis masalah (causal analysis) Causal Analysis merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang di hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang di hadapi secara tepat, akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif. Mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Tidak mengabaikan faktor permanen maupun pervasif. Individu yang resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat demi menjaga harga diri atau membebaskan dari rasa bersalah. Individu tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan.

16 e. Empati (empathy) Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif. Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individuindividu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain. Orang yang resilien dapat membaca isyarat nonverbal orang lain untuk membantu membangun hubungan yang lebih dalam dengan orang lain, dan secara emosional lebih cocok. f. Efikasi Diri (self efficacy) Self-efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil. Selfefficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Self-efficacy adalah perasaan bahwa individu efektif dalam dunia. Telah dihabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan tentang self-

17 efficacy, karena melihat betapa pentingnya hal tersebut dalam dunia nyata. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan untuk memecahkan masalah, muncul sebagai pemimpin, sementara yang tidak percaya terhadap kemampuan diri menemukan diri akan tertinggal dari orang lain. g. Pencapaian (reaching out) Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi lebih dari sekedar bagaimana seorang individu memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, namun lebih dari itu faktor yang terakhir dari resiliensi adalah reaching out. Reaching out adalah kemampuan individu meraih aspek positif atau mengambil hikmah dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini dikarenakan individu tersebut telah diajarkan sejak kecil untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untuk berlebih - lebihan (overestimate) dalam memandang kemungkinan hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Individu-individu ini memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas

18 akhir. Gaya berpikir ini memberikan batasan bagi diri sendiri, atau dikenal dengan istilah self-handicaping. Reaching out menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Setyowati dkk (2010) mengemukakan bahwa resiliensi diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor Resiko Faktor resiko mencakup hal-hal yang dapat menyebabkan dampak buruk atau menyebabkan individu beresiko untuk mengalami gangguan perkembangan atau gangguan psikologis (Garmezy, dalam Setyowati, 2010) 2. Faktor Pelindung Faktor pelindung merupakan faktor yang bersifat menunda, meminimalkan, bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif. Masten dan Coatsworth (dalam Setyowati dkk, 2010) mengemukakan tiga faktor pelindung yang berhubungan dengan resiliensi pada individu, yaitu : a. Faktor individual Faktor individu merupakan faktor-faktor yang bersumber dari dalam individu itu sendiri, yaitu mempunyai intelektual yang baik,

19 namun individu yang mempunyai intelektual yang tinggi belum tentu individu itu resilien, sociable, self confident, self-efficacy, harga diri yang tinggi, memiliki talent (bakat). b. Faktor keluarga Faktor-faktor keluarga yang berhubungan dengan resilensi, yaitu hubungan yang dekat dengan orangtua yang memiliki kepedulian dan perhatian, pola asuh yang hangat, teratur dan kondusif bagi perkembangan individu, sosial ekonomi yang berkecukupan, memiliki hubungan harmonis dengan anggota keluarga-keluarga lain. c. Faktor masyarakat sekitar Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu, yaitu mendapat perhatian dari lingkungan, aktif dalam organisasi kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal. 4. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi Menurut Wolin dan Wolin (dalam Setyowati 2010) ada tujuh karakteristik utama yang dimiliki individu yang resilien. Karakteristik- Karakteristik inilah yang membuat individu mampu beradaptasi dengan baik di saat menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal, yaitu :

20 a. Insight Insight adalah kemampuan mental untuk bertanya pada diri sendiri dan menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi. b. Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. c. Hubungan Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan atau memiliki role model yang sehat. d. Inisiatif Inisiatif melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab atas kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu yang resilien bersikap proaktif bukan reaktif bertanggung jawab dalam pemecahan masalah selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi hal-hal tidak dapat diubah.

21 e. Kreativitas Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap perilaku dan membuat keputusan yang benar. Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya sendiri saat mengahadapi kesulitan. f. Humor Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. g. Moralitas Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang lain. Individu juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang lain yang membutuhkan.

22 B. Istri TNI AD Merupakan suatu kebahagiaan maupun kebanggaan tersendiri bagi seorang wanita apabila dapat menjadi pendamping hidup seorang Prajurit TNI yang sepenuhnya mendedikasikan dirinya demi tegaknya merah putih serta utuhnya NKRI. Namun dibalik kebahagiaan dan kebanggaan tersebut terkandung makna maupun tanggung jawab yang luar biasa besar apabila dibandingkan dengan ibu rumah tangga biasa. Hal ini disebabkan setelah menyatakan diri bersedia untuk dipersunting secara resmi oleh seorang Prajurit TNI aktif maka otomatis pada saat itu juga seorang wanita tersebut akan menjadi anggota Persit Kartika Chandra Kirana, dimana salah satu tugas pokoknya adalah sebagai motivator suami dalam menjalani kehidupannya sebagai seorang Prajurit TNI dalam menghadapi tantangan tugas di masa yang akan datang( Zamani, 2013).Selain itu seorang istri juga harus mampu memberikan energi yang positif, menjadi sumber inspirasi dan penyemangat yang konstruktif, sehingga para suami tetap tegar, dan mampu menjalankan tugas pengabdiannya dengan profesional dan optimal (www.tniad.mil.id). Zamani juga menambahkan bahwa sebagai seorang anggota Persit KCK, banyak hal yang dapat diperankan untuk memotivasi seorang suami didalam menjalankan tugas pokok kesehariannya pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. Peran yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

23 1. Selalu Berkreasi dan Berinovasi Kreatifitas dan Inovasi seorang istri Prajurit TNI sekaligus anggota Persit Kartika Chandra Kirana sangatlah diperlukan dalam mendukung terlaksananya tugas pokok suami. Kreasi serta inovasi yang tercipta dapat mengembangkan potensi yang selama ini terpendam didalam diri sendiri. Salah satu metodenya adalah dengan cara membuka dan menambah wawasan melalui berbagai media seperti tabloid, majalah, internet, televisi, dll. Dengan berbekal wawasan, pengetahuan serta kemampuan dasar yang didapat tersebut, cobalah untuk sharing dengan anggota Persit KCK lainnya sehingga dapat saling melengkapi satu sama lainnya dan mampu menciptakan suatu inovasi baru yang menghasilkan kreatifitas murni dari hasil pemikiran para istri Prajurit sekalian dalam menunjang terlaksananya tugas pokok suami, baik yang sedang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri. 2. Bijaksana Dalam Menyikapi Suatu Masalah Masalah merupakan suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dalam dinamika kehidupan manusia, masalah selalu datang dan pergi silih berganti layaknya siang dan malam. Tak terkecuali bagi seorang istri Prajurit TNI pun pasti mempunyai suatu masalah, baik yang datangnya dari internal maupun eksternal. Menyadari hal tersebut, demi menunjang karier serta sebagai motivator seorang suami, seorang istri haruslah memiliki sikap dan pemikiran yang dapat dengan segera menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara bijaksana. Cobalah menjadi juri

24 yang adil didalam menghadapi suatu permasalahan, hindari emosi serta pengambilan keputusan sepihak. Pelajari sebab maupun akibat dari permasalahan yang terjadi, jangan hanya melihat akibatnya saja dari satu sisi, tetapi harus dipertimbangkan juga sebab terjadinya permasalahan tersebut dari perspektif yang lain. Diyakini dengan mengambil langkah tersebut sebagai dasar bertindak, maka akan tercipta suatu keputusan bijaksana dan adil dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi. 3. Selalu Berpikiran Positif Tak ada gading yang tak retak, peribahasa itulah yang mengilhami bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan didalam kehidupannya. Implikasi dalam kehidupan sehari-hari bahwa setiap makhluk sosial yang berinteraksi pasti akan memiliki suatu keterkaitan emosional baik yang bersifat positif ataupun negatif. Demi menciptakan sinergitas yang harmonis positif antara sesama anggota Persit KCK maupun dengan Prajurit TNI nya sendiri, maka dari pada itu dibutuhkan suatu pemikiran positif yang dapat menghasilkan energi positif baik dalam hubungan suami-istri, keluarga maupun pekerjaan. Norman Vincent Peale, seorang pengajar Positive Behavior menyatakan, You are what you think and you get what you think. Orang yang berpikir positif akan mendapatkan energi positif yang akan membantu hidup, pekerjaan, pernikahan dan masa depannya sendiri. Oleh karena itu budayakanlah selalu berpikir positif terhadap sesama, terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh setiap manusia.

25 4. Pandai Bersosialisasi Kehidupan sosial yang dijalani oleh seorang istri Prajurit TNI sangatlah berbeda dengan ibu rumah tangga biasa. Hal ini dikarenakan dinamika tugas Prajurit TNI yang tinggi sehingga mau tidak mau istri harus mengikuti perkembangan tersebut. Hal ini berimplikasi pada kehidupan sosial seorang istri prajurit dikarenakan harus mengikuti serta mendampingi kemanapun suami berdinas. Menyikapi hal tersebut seorang istri prajurit haruslah memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta harus pandai bersosialisasi dengan lingkungan yang baru dimanapun berada dalam waktu yang singkat, mengingat peran istri dalam mendukung karier suami sangatlah besar, utamanya dalam membina kehidupan sosial dengan sesama istri prajurit maupun dengan prajurit lainnya. 5. Pribadi Yang Mandiri Kemandirian merupakan salah satu sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang istri Prajurit TNI. Dengan dinamika kegiatan suami yang cukup tinggi, seorang istri dituntut untuk dapat melaksanakan tugas kesehariannya sebagai seorang istri, ibu rumah tangga maupun anggota Persit KCK secara mandiri. Berbekal kemandirian tersebut, hendaklah senantiasa istri prajurit mengaplikasikannya didalam kehidupan seharihari, sehingga apabila suatu saat seorang Prajurit TNI harus meninggalkan keluarga demi menjalankan perintah negara maka istri yang ditinggalkan mampu survive dengan segala resources yang ada. Dengan demikian peran

26 istri dalam hal kemandirian dapat meringankan beban suami selama melaksanakan tugas yang diemban meskipun terpisah jarak dan waktu. C. Dinamika Psikologis Resiliensi Diri dalam Menghadapi Tekanan pada Istri TNI AD Istri TNI AD mempunyai peran berarti dalam kehidupan keluarga maupun sosial. Seperti halnya istri pada umumnya, mereka mempunyai peran sebagai ibu bagi anak-anak yang mendidik serta merawat agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Mereka juga harus selalu menjaga nama baik suami, memotivasi, memberikan dukungan dan juga wajib mengingatkan dan membawa ke jalan yang benar dari sisi agama serta perilaku secara keseluruhan. Selain menjaga keharmonisan rumahtangga mereka juga harus dapat mengatur perekonomian keluarga dengan baik. Tugas yang diemban sang suami sebagai anggota TNI AD menjadikan para istri memiliki pemahaman dan cara berfikir yang berbeda dengan istri dari kalangan non militer. Hal tersebut dikarenakan di dalam kehidupan para istri dari TNI AD, mereka menemui berbagai tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut misalnya harus siap ketika ditinggalkan untuk sementara waktu oleh suami demi melaksanakan tugas. Pada saat terpisah itulah para istri dituntut untuk hidup lebih mandiri. Perasaan khawatir akan keadaan sang suami juga terkadang menjadi pemicu terjadinya masalah. Tak dapat dipungkiri bahwa masalah dapat muncul dari berbagai aspek kehidupan, begitupun dengan istri TNI AD. Ketika ditinggal untuk pergi

27 bertugas, mereka mau tidak mau menghadapi berbagai permasalahan rumahtangga seorang diri. Masalah pengasuhan anak misalnya, ketika anakanak sakit atau mengalami kesulitan, para istri diharapkan mampu mengatasinya dengan sabar walaupun seorang diri. Bagi para istri yang berkarier mereka harus pandai membagi waktu antara mengurus anak dan pekerjaan agar si anak tetap mendapatkan kasih sayang secara maksimal dan pekerjaanpun dapat berjalan dengan lancar. Di kehidupan sosial istri TNI AD juga mau tidak mau menjadi bagian dari PERSIT yang merupakan sebuah organisasi wanita dengan beranggotakan istri-istri TNI AD. Para istri diikat oleh peraturan-peraturan dalam organisasi tersebut. Tingkah laku, sopan santun serta etika dalam bersikap merupakan hal yang diutamakan di lingkungan istri tentara. Mereka dituntut untuk aktif di berbagai kegiatan positif yang diadakan di dalamnya. Mereka juga diharapkan dapat menyesuaikan diri di dalam organisasi agar tidak memicu terjadinya permasalahan. Di dalam organisasi PERSIT ini bagi istri tentara yang memiliki karier sendiri diberikan kebijakan untuk tidak mengikuti kegiatan yang di agendakan. Berbagai tekanan yang dihadapi dalam kehidupan istri TNI AD terkadang menjadikan masalah yang dihadapi begitu kompleks. Untuk menghadapinya istri TNI AD harus memiliki kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi dengan berbagai permasalahan atau kesulitan tersebut. Oleh karena itu apabila para istri memiliki aspek-aspek resiliensi pada dirinya, maka mereka dapat memenuhi perannya sebagai istri dari anggota TNI AD

28 dengan baik. Namun sebaliknya, apabila aspek dari resiliensi belum terpenuhi maka istri akan mudah terpuruk dan menjadi pribadi yang tidak resilien. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap hubungan dengan pasangan dan juga kebahagiaan dalam rumahtangga Kerangka Berfikir Istri TNI AD Tekanan-tekanan yang dihadapi: - Ketika harus ditinggal suami bertugas - Menyesuaikan diri dengan organisasi PERSIT - Peraturan di lingkungan tempat tinggal (bagi yang tinggal di asrama) Resiliensi Diri dalam Menghadapi Berbagai Tekanan - Menjadi pribadi yang mampu memotivasi suami - Menjadi sumber inspirasi dan penyemangat yang konstruktif bagi suami dan keluarga - Menjadi pribadi yang bijaksana ketika menghadapi masalah - Menjadi pribadi yang tegar dan mandiri Gambar 2.1 Kerangka Berfikir