JERAT BUDAYA KORUPSI MASYARAKAT DI INDONESIA Kata korupsi mungkin sudah sering terdengar oleh Anda sekalian sebagai mahasiswa dan warga negara Indonesia. Pers dan media sosial hampir setiap hari menuliskan berita-berita mengenai kasus-kasus korupsi yang sedang diusut oleh KPK, atau kasus-kasus yang sedang menjalani persidangan di meja hijau dan menyeret sejumlah tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia. Korupsi telah masuk ke setiap lembaga hukum dan pemerintahan, sehingga membuat anggapan bahwa korupsi telah membudaya dalam kehidupan berpolitik Indonesia. Korupsi menjadi ajang mengeruk harta kekayaan negara untuk perut mereka dengan mengembangkan sikap tak tahu malu karena melakukan korupsi secara terbuka di hadapan publik. Mungkin ungkapan crime does play oleh Sahetapy (2011, p. 3), yang bermakna kejahatan korupsi di Indonesia itu membawa keuntungan benar-benar dapat menggambarkan kondisi kasus-kasus korupsi di Indonesia. Indonesia Masih Terjebak oleh Jerat Korupsi Benarkah Indonesia semakin terperosok ke dalam jerat korupsi? Marilah melihat perkembangan korupsi di Indonesia. Menurut Corruption Perceptions Index 2017 terbaru, Indonesia berada di peringkat ke-96 (Hardoko, February 26, 2018, para. 9). Berdasarkan skor, dari skor tertinggi 100, Indonesia berada pada skor 37 (Iskandar, February, 23, 2018, para. 1), yang berarti masih di bawah average score of 43 (Transparency International, February 21, 2018, para. 2). Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara berada berada di bawah Singapura (6), Brunei Darussalam (32), Malaysia (62), dan bahkan Timor Leste (91) (Hardoko, February 26, 2018, para. 10). In berarti bahwa Timor Leste yang belum lama merdeka sudah lebih bersih daripada Indonesia. Jika ditilik dari garis waktu sejarah, korupsi sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Sejak zaman VOC sampai bubarnya VOC karena korupsi, korupsi sudah lama
dikenal. Upeti di zaman kerajaan di masa lalu adalah salah satu bentuk korupsi (Sahetapy, 2011, p. 5). Hal ini berarti bahwa korupsi sebenarnya sudah muncul di Nusantara bahkan sebelum Indonesia terbentuk. Setelah Indonesia merdeka pun, praktik-praktik korupsi di Indonesia masih sering terjadi. Bank Dunia mengemukakan bahwa corruption became institutionalized under the New Order, dan kemudian Soeharto has gone but those who favored continue to flourish, exploiting the many new opportunities to re-establish their power in fluid environment of Indonesia's simultaneous political and economic transition (as cited in Sahetapy, 2011, p. 5 & p. 6). Korupsi saat ini semakin parah dan semakin terbuka dibandingkan korupsi pada zaman Orde Baru. Para politisi saat ini, yang terjerat kasus korupsi, muncul di berita dengan wajah tak berdosa (atau mereka benar-benar tidak merasa bersalah). Apakah mereka benar-benar sudah tidak tahu malu atau semacamnya tidak ada yang tahu. Gaya Hidup Koruptif Masyarakat Indonesia Apakah rakyat kecil terhindar dari tindakan korupsi? Ternyata justru korupsi yang dilakukan oleh penguasa adalah cerminan dari perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya. Banyak para pakar yang mendefinisikan korupsi bukan hanya sebatas pada penguasa atau konglomerat, tetapi juga pada individu dan masyarakat. Kartini Kartono (1983) mengungkapkan bahwa korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara (as cited in Soesatyo, 2011, p. 25). Ada pula tanggapan dari Muhammad Zein yang menjelaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak (as cited in Soesatyo, 2011, p. 25). Masyarakat acap kali melakukan tindakan-tindakan yang koruptif, namun tidak disadari oleh mereka sendiri. Sesuai dengan asal kata korupsi yang dipaparkan oleh Mukanjarto (2008) dari bahasa Latin yaitu Corruptio yang diterjemahkan sebagai suatu perbuatan busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah (as
cited in Neloe, 2012, p. 1), masyarakat sering kali secara tidak sadar telah (atau masa bodoh) melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang tersebut. Perbedaan tindak koruptif penguasa dan rakyatnya tersebut hanya terletak pada besar dan sasaran korupsi yang mereka lakukan. Masyarakat kecil melakukan tindakan koruptif dalam berbagai bentuk yang relatif kecil dan tidak berdampak kepada masyarakat luas, dan tidak menghasilkan kerugian yang besar. Namun jika dibiasakan terus menerus, jika mereka suatu saat diberikan posisi yang tinggi, mereka pasti tidak dapat memegang amanat dengan baik. Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh perilaku koruptif dalam masyarakat, ambillah contoh perilaku koruptif di dalam aktivitas keseharian Anda sekalian sebagai mahasiswa. Pernahkah Anda memakai uang yang seharusnya digunakan untuk biaya kuliah atau biaya penting lainnya untuk keinginan pribadi Anda? Apakah Anda sering bolos kuliah Anda sering memalsukan kehadiran Anda melalui teman Anda? Apakah Anda sering terlambat memenuhi janji pertemuan karena malas untuk tepat waktu? Jika Anda sering melakukan hal-hal di atas atau hal-hal sejenisnya, maka Anda kemungkinan besar dapat menjadi bibit-bibit koruptor. Meloloskan Diri dari Cengkeraman Korupsi Lalu, bagaimana caranya agar korupsi tidak semakin berkembang di masyarakat? Ya, mungkin Anda agak menyia-nyiakan waktu jika Anda memikirkan tentang pemberantasan para koruptor dan dengan memberi efek jera melalui hukuman agar perilaku koruptifnya dapat berubah. Sebagaimana tanggapan yang dikemukakan oleh Sahetapy (2011, p. 14), korupsi tidak dapat dibasmi hanya melalui perundangundangan saja, apalagi kalau yang mau membasmi ini koruptif juga. Maka peraturan saja tidak cukup untuk mengubah sifat masyarakat Indonesia. Masyarakat harus berubah dari dalam diri mereka sendiri. Masalah pada masyarakat Indonesia yang sebenarnya cukup mempengaruh budaya Indonesia dalam hal korupsi adalah bahwa Indonesia tidak memiliki guilt culture (kultur rasa bersalah seperti di Eropa) dan shame culture (kultur rasa malu
seperti di Jepang) (Sahetapy, 2011, p. 5). Mungkin masyarakat Indonesia harus berkaca pada negara lain agar dapat menanamkan sejak dini sikap bertanggung jawab dan berintegritas terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Mungkin dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat lebih sejahtera dengan pemimpin dan pemerintahan yang bersih dan transparan. Akhir Kata Bagi mahasiswa, mungkin Anda harus mengubah sifat Anda mulai dari sekarang, dimulai dengan menanamkan sikap tanggung jawab, sikap rasa bersalah dan tahu malu, dan terutama integritas, yaitu the quality of being honest and of always having high moral principles (Sahetapy, 2011, p. 20). Hal ini dipertegas oleh tanggapan Sahetapy (2011, p. 20) bahwa tidak ada integritas atau kejujuran dan tidak memiliki prinsip moralitas yang tinggi adalah akar korupsi. Jika sikap-sikap tersebut, terutama integritas ada dalam diri Anda, maka dipastikan bahwa Anda akan menjadi seorang pemimpin yang transparan dan bebas korupsi. Sekian.
DAFTAR REFERENSI Hardoko, E. (2018, February 26). Indeks persepsi korupsi 2017: Peringkat Indonesia di bawah Timor Leste. Kompas. Retrieved from https://internasional.kompas.com/read/2018/02/26/14444501/indekspersepsi-korupsi-2017-peringkat-indonesia-di-bawah-timor-leste Iskandar, R.A. (2018, February 23). Indeks persepsi korupsi Indonesia 2017 stagnan, tetap di skor 37. Liputan 6. Retrieved from http://news.liputan6.com/read/3311878/indeks-persepsi-korupsi-indonesia- 2017-stagnan-tetap-di-skor-37 Neloe, E.C.W. (2012). Pemberian kredit bank menjadi tindak pidana korupsi. Jakarta: Verbum Publishing. Sahetapy, J.E. (2011). Amburadulnya integritas. Jakarta: Komisi Hukum Nasional RI. Soesatyo, B. (2011). Perang-perangan melawan korupsi: Pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan presiden SBY. Jakarta: Ufuk Press. Transparency International. (2018, Februari 21). Corruption perceptions index 2017. Retrieved from https://www.transparency.org/news/feature/corruption_perceptions_index_2 017