I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam kesehatan jaringan keras dan lunak didalam rongga mulut. Saliva mempunyai banyak fungsi, diantaranya sebagai pelindung dan lubrikasi jaringan rongga mulut, pembersih rongga mulut dari debris makanan, kapasitas buffer dan berperan penting dalam proses remineralisasi dan demineralisasi email (Almeida dkk., 2008). Volume saliva yang menurun menyebabkan kesulitan dalam penelanan dan berbicara, pemakaian gigi palsu, buruknya kebersihan mulut serta mempercepat terjadinya karies gigi (Edgar dkk., 2014).Turner dan Shop (2007) menyebutkan bahwa penurunan volume saliva dapat mempengaruhi derajat keasaman (ph) rongga mulut dan populasi bakteri, kondisi ini menyebabkan kolonisasi dari mikroorganisme penyebab karies meningkat. Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme yang dapat memfermentasikan karbohidrat, seperti sukrosa dan glukosa serta sangat dipengaruhi oleh karakteristik saliva. Proses ini akan menghasilkan asam yang dapat menyebabkan penurunan ph (Kidd dan Joyston-Bechal, 1992; Sumawinata, 2004). Almeida dkk. (2008) menyebutkan bahwa ph saliva dapat mempengaruhi proses remineralisasi serta demineralisasi di email dan dentin pada perkembangan karies. Kelompok lanjut usia umumnya mengeluhkan tentang mulut kering atau xerostomia (Calhoun dan Eibling, 2006). Pada penduduk usia lanjut, semakin bertambahnya usia akanmenyebabkan terjadinya proses penuaan yang menyebabkan hilangnya 1
2 kelenjar parenkim dan digantikan oleh jaringan lemak dan jaringan ikat, serta terjadi atropi pada lapisan sel duktus intermediate yang berakibat pada berkurangnya jumlah aliran saliva (Sonis dkk., 1995). Xerostomia pada kelompok usia lanjut biasanya merupakan efek samping dari penggunaan jenis obat-obatan tertentu yang menyebabkan penurunan kecepatan sekresi saliva, salah satunya adalah jenis obat antihipertensi yang berefek pada jalan saraf autonom yang mengatur sekresi saliva (Hasibuan dan Sasanti, 2000). Perlindungan yang berkurang pada saliva dalam mengatur derajat keasaman rongga mulut menyebabkan peningkatan kolonisasi dari mikroorganisme yang menyebabkan karies pada penderita xerostomia (Turner dan Shop, 2007). Kidd dan Joyston-Bechal(1992) juga menyebutkan bahwa peningkatan Streptococcus mutans (S.mutans) dan Lactobacilus sp menyebabkan terjadinya infeksi candida, gingivitis dan karies. Karies pada akar gigi adalah masalah umum yang terjadi pada penduduk usia lanjut (Gupta dkk., 2006). Penelitian yang dilakukan Wangsaraharja dkk. (2007) pada lansia di tiga kelurahan (Cideng, Tomang, dan Jatipulo) Jakarta Pusat, menunjukkan nilai DMF-T yang tinggi pada kelompok usia diatas 70 tahun. Pada penelitian yang dilakukan Sugihara dkk. (2010) karies pada akar gigi kelompok usia 60-74 tahun dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, yaitu tingginya level S.mutans dan Lactobacillus sp, status kebersihan mulut yang buruk, rendahnya aliran saliva, keadaan mulut yang kering, dan tingginya indeks massa tubuh. Gupta dkk. (2006) lebih menekankan pada penurunan aliran saliva, buruknya kebersihan rongga mulut, dan perubahan pola makan sebagai faktor risiko yang mempengaruhi karies akar gigi pada kelompok usia lanjut. Penelitian yang
3 dilakukan oleh Srinivasulu dkk. (2014), menunjukkan bahwa pada penduduk lanjut usia dengan penurunan aliran saliva, kapasitas buffer, dan ph memiliki hubungan dengan tingginya pengalaman karies. Penelitian yang dilakukan pada kelompok umur lebih dari 35 tahun di Jepang menunjukkan bahwa ph saliva yang berada dibawah 7 dan rendahnya kapasitas buffer saliva memiliki hubungan dengan karies pada permukaan akar gigi (Ravald, 1981 sit. Kitasako dkk., 2006). Shetty dkk. (2013) menyebutkan bahwa pada kelompok umur 20 hingga 30 tahun, semakin rendah ph dan kapasitas buffer saliva maka nilai DMF-T akan semakin tinggi. Risiko karies pada kelompok usia lanjut berhubungan dengan perubahan saliva, diet, dan paparan pada permukaan akar gigi dikarenakan adanya resesi gingiva (Wyatt dkk., 2014). Diet disebutkan oleh Touger-Decker dan Loveren (2003) memiliki efek lokal pada kesehatan rongga mulut, antara lain integritas gigi, ph, komposisi saliva serta plak. Penelitian yang dilakukan oleh Lukacs dan Largaespada (2006) bahwa perbedaan jenis kelamin mempengaruhi frekuensi karies gigi serta kecepatan sekresi saliva, perempuan memiliki resiko dua kali lebih besar terhadap karies gigi dibandingkan laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu erupsi gigi pada perempuan yang lebih cepat, frekuensi makan yang lebih sering serta kehamilan. Penelitian tentang hubungan antara kecepatan sekresi dan ph saliva dengan pengalaman karies gigi yang dilakukan pada penduduk usia lanjut di Indonesia, khususnya di Yogyakarta termasuk jarang dilakukan. Pratiwi (1995) dalam penelitiannya pada kelompok umur 30 tahun keatas menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penurunan kecepatan sekresi saliva dan ph saliva dalam peningkatan angka karies gigi.
4 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka diajukan permasalahan apakah terdapat hubungan antara kecepatan sekresi dan derajat keasaman saliva dengan pengalaman karies gigi pada penduduk usia lanjut? C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai hubungan antara kecepatan sekresi dan ph saliva dengan pengalaman karies gigi yang pernah dilakukan yaitu: 1. Pratiwi (1995) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara kecepatan sekresi saliva dan ph saliva dengan karies akar gigi pada pengunjung di laboratorium Periodonsia Poliklinik FKG UGM, yang berusia 30 tahun keatas menyatakan bahwa semakin rendah ph dan sekresi saliva maka akan meningkatkan angka karies akar gigi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kitasako dkk. (2006) di Jepang pada kelompok umur diatas 35 tahun dan kelompok umur 35 tahun kebawah tentang hubungan antara status kesehatan rongga mulut dengan kapasitas buffer saliva terstimulasi, bahwa ph saliva yang berada dibawah 7 berefek pada aktivitas karies pada permukaan akar gigi. 3. Prasetyo (2005) dalam penelitiannya tentang keasaman minuman ringan menurunkan kekerasan permukaan gigi, pada empat jenis minuman yang digunakan untuk merendam gigi premolar atas yang telah dicabut selama 30 menit, 60 menit dan 120 menit, bahwa keasaman minuman (ph) yang kurang dari 7 atau bersifat asam dapat menyebabkan demineralisasi gigi. 4. Shetty dkk. (2013) pada penelitian mengenai hubungan antara karies gigi dengan aliran saliva, ph, dan kapasitas buffer pada 80 orang responden
5 berumur 20-30 tahun di India Selatan menyatakan bahwa terdapat peningkatan nilai DMF-T yang berbanding terbalik dengan penurunan pada aliran saliva, ph, kapasitas buffer saliva. Perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecepatan sekresi saliva dan derajat keasaman saliva dengan pengalaman karies pada penduduk usia lanjut di Puskesmas Gondokusuman 1, DI Yogyakarta. D. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara kecepatan sekresi dan derajat keasaman saliva dengan pengalaman karies gigi pada penduduk usia lanjut. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi dunia pendidikan diharapkan dapat mengetahui hubungan antara kecepatan sekresi dan ph saliva dengan pengalaman karies pada penduduk usia lanjut. 2. Diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti masalah serupa. 3. Diharapkan dapat ditemukan upaya preventif dalam mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut pada penduduk usia lanjut, khususnya karies gigi. 4. Memberikan informasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan mengenai hubungan antara kecepatan sekresi dan derajat keasaman saliva dengan pengalaman karies gigi pada penduduk usia lanjut.