I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling asasi.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.02/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini tampak demikian pesat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN I-1

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II PERUM BULOG DIVRE SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB II PROFIL PERUSAHAAN/INSTANSI. Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Tabel Daftar Gambar... Daftar Lampiran.

BAB I PENDAHULUAN. usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN NOMOR: 05/Permentan/PP.200/2/2016

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan perekonomian di Indonesia. Perum BULOG Divisi Regional Sumbar adalah salah satu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN I - 1

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

I. PENDAHULUAN 927, ,10

Perancangan Model Sistem Angkutan Studi Kasus Perum Bulog

BABI PENDAHULUAN Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

Andalan Ketahanan Pangan

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bahan FGD Antisipasi Penerapan Kebijakan RASTRA Sistem Tunai Oleh : Dirjen Pemberdayaan Sosial

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANG`KA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. komponen dasar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. berusaha membangun dalam segala bidang aspek seperti politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. yang cocok digunakan untuk pertanian. Sedangkan berdasarkan letak astronominya,

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di Indonesia menjadi perumahan,

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya strategi dalam memasarkan produk. Didalam suatu perekonomian yang sifatnya kompetitif, perusahaan yang

BAB II. Perum BULOG GBB Mabar Medan

BAB I. PENDAHULUAN A.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, BULOG tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar. Tugas pokok BULOG sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No 50 tahun

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 15 TAHUN 2015 TENTANG

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

INPRES 32/1998, PENETAPAN HARGA DASAR GABAH SERTA HARGA PEMBELIAN GABAH DAN BERAS

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 29 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. JATIM yang meliputi sub-sub divre yang ada di dalamnya. Pada Sub Divre

ANALISIS PERSEDIAAN BERAS PADA PERUSAHAAN UMUM BULOG DIVISI REGIONAL JAWA TIMUR. (Inventory Analysis of Rice at BULOG Regional Division of East Java)

Oleh : Sri Emilia Mudiyanti Kepala Sub Divisi Regional Kedu Magelang, 20 Maret 2018

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PENGGUNAAN BERAS REGULER UNTUK KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. total. Tekanan dari luar negeri datang dari negara-negara pemberi pinjaman dan

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 95 TAHUN 2009 PENYEDIAAN DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN POKOK DI JAWA BARAT TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sebagaimana dalam pasal 27 Undang-undang Dasar Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya Undang-undang No.

2016, No Pelayanan Kelas Ekonomi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

2015 PENGARUH IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

KELIMA : Semua pengeluaran keuangan yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan ini, dibebankan pada anggaran dari masing-masing unit kerja.

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.02/2010 TENTANG SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan internasional, yaitu : Universal Deklaration Of Human Right. (1948), Rome Deklaration on World Food Summit

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1973 TENTANG PEMBELIAN BERAS DALAM NEGERI UNTUK TAHUN 1973/1974 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN PERUM BULOG SUBDIVRE KEDIRI DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS MELALUI PENGADAAN BERAS TESIS. Diajukan Oleh :

I. PENDAHULUAN. PT Pupuk Sriwidjaja (PT. Pusri) Unit Usaha sebagai produsen pupuk Urea, juga

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi dan industri yang saling bersingungan satu sama lain.

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. antar perusahaan semakin meningkat, sehingga setiap perusahaan dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Kansil (2001) pengertian perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Kecukupan, aksesibilitas dan kualitas pangan yang dapat dikonsumsi seluruh warga masyarakat, merupakan ukuran-ukuran penting untuk melihat seberapa besar daya tahan bangsa terhadap setiap ancaman yang dihadapi. Kekurangan pangan akan menimbulkan dampak yang luas di berbagai bidang, dan dapat mengarah kepada instabilitas negara. Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 1996 tentang pangan mengamanatkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pangan warga negaranya sebagai perwujudan dari tugas umum pemerintahan dan untuk menjaga ketahanan nasional, karena ketahanan pangan adalah salah satu elemen dari ketahanan nasional. Beras masih menjadi komoditi utama penopang ketahanan pangan nasional, karena merupakan makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia. Kendati telah terjadi pergeseran pola konsumsi dimasyarakat akibat proses diversifikasi pangan, namun posisi beras sebagai makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia, tetap saja sulit untuk digantikan. Beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik.

Masalah beras bukan hal yang sederhana dan sangat sensitif sehingga penanganannya harus dilakukan secara hati-hati. Kesalahan yang dilakukan dalam kebijaksanaan perberasan akan berdampak tidak saja pada kondisi perberasan nasional tetapi juga pada berbagai bidang lain yang terkait. Peranan beras yang sangat khusus merupakan salah satu alasan penting mengapa pemerintah masih melakukan campur tangan terhadap perberasan. Melepaskan sama sekali campur tangan pemerintah dalam bidang perberasan nasional belum pernah dilakukan karena resikonya sangat besar. Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan antara lain dilakukan melalui lembaga pangan yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang perberasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2003 tentang pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG, pemerintah menetapkan Perum BULOG sebagai penyelenggara usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Selain itu Perum BULOG juga diperintahkan untuk melaksanakan tugastugas tertentu yang diberikan pemerintah atau yang disebut Public Service Obligation (PSO). Tugas-tugas PSO meliputi pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka ketahanan pangan. Dalam menjalankan tugas PSO, Perum BULOG berperan sebagai pelaksana fungsi logistik pemerintah yang berkewajiban menyediakan beras (kebutuhan pokok masyarakat) digudang-gudangnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Permasalahannya adalah tidak seluruh wilayah di Indonesia 2

adalah daerah surpluss produksi beras, hanya daerah-daerah tertentu saja (terutama di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) yang merupakan daerah surplus produksi beras. Untuk memenuhi persediaan digudang-gudang yang wilayahnya bukan merupakan daerah surplus produksi beras, Perum BULOG melakukan penyebaran persediaan melalui kegiatan angkutan dari Divisi Regional (Divre) yang membawahi gudang-gudang di daerah-daerah surplus produksi beras ke gudang- gudang Divre di daerah-daerah yang bukan surplus produksi (defisit). Biaya angkutan antar Divre dalam Master Budget Perum BULOG Tahun 2010 merupakan biaya overhead terbesar kedua setelah biaya distribusi (Gambar 1). 13% 7% 16% Penyimpanan dan Perawatan Angkutan Antar Subdivre 36% 28% Angkutan Antar Divre Rebagging Distribusi 0% Karung Pembungkus Sumber : Perum BULOG, 2009 Gambar 1. Biaya Overhead Perum BULOG Tahun 2010 Jumlah persediaan beras yang harus diangkut antar Divre cukup besar. Jumlahnya sangat dipengaruhi oleh jumlah pengadaan dan penyaluran yang dilakukan oleh Perum BULOG. Gambar 2 menunjukkan grafik jumlah persediaan beras yang diangkut antar Divre, pengadaan dan penyaluran selama sepuluh tahun terakhir. Selain jumlah, jalur alternatif angkutan antar Divre juga cukup banyak, sehingga diperlukan suatu strategi untuk mengelolanya dengan tetap 3

memperhatikan prinsip efisiensi biaya. Efisiensi biaya yang dapat dilakukan adalah bagaimana menekan biaya angkutan antar Divre tetapi dengan tidak meninggalkan tugas yang diamanatkan pemerintah kepada Perum BULOG untuk menjaga ketersediaan beras. 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angkutan Antar Divre (ton) Penyaluran (ton) Pengadaan (ton) Sumber : Perum BULOG, 2009a Gambar 2. Grafik Jumlah Persediaan Beras Yang Diangkut Antar Divre, Penyaluran dan Pengadaan (2000-2009) 1.2. Rumusan Masalah Perencanaan dan anggaran untuk kegiatan angkutan antar Divre diatur oleh Kantor Pusat Perum BULOG. Perencanaan kegiatan angkutan yang ditetapkan setiap awal tahun meliputi jumlah persediaan beras yang harus diangkut serta jalur angkutan dari satu Divre ke Divre lainnya. Anggaran angkutan antara Divre ditetapkan berdasarkan jumlah persediaan beras yang diangkut dikali dengan perkiraan tarif angkutan antar Divre sesuai dengan jalur angkutan yang direncanakan. Jumlah persediaan beras yang diangkut dan jalur angkutannya didasarkan pada kelebihan dan kekurangan persediaan beras di masing-masing Divre. 4

Kelebihan dan kekurangan persediaan beras dihitung berdasarkan jumlah pengadaan dikurangi dengan jumlah penyaluran. Berdasarkan perhitungan inilah dapat ditentukan klasifikasi Divre surplus (pengadaan lebih besar dari penyaluran) dan Divre defisit (pengadaan lebih kecil dari penyaluran). Penentuan jumlah persediaan beras yang diangkut dan jalur angkutannya akan mempengaruhi besaran biaya angkutan antar Divre. Semakin banyak jumlah persediaan beras yang diangkut dan semakin beragam jalur angkutannya, maka akan semakin besar biaya yang dibutuhkan. Begitu pula sebaliknya semakin sedikit jumlah persediaan beras yang diangkut dan semakin tidak beragam jalur angkutannya, maka akan semakin kecil biaya yang dibutuhkan. Penentuan jalur angkutan antar Divre hanya didasarkan pada seberapa besar kelebihan dan kekurangan persediaan beras dimasing-masing Divre. Penentuan jalur angkutan ini tidak didasarkan pada prinsip optimasi terhadap pilihan-pilihan jalur yang ada yang dapat memberikan biaya yang paling kecil (minimisasi biaya). Pengadaan beras sangat dipengaruhi oleh produksi gabah dan produksi gabah sangat dipengaruhi oleh iklim, sehingga unsur ketidakpastian dalam pengadaan beras cukup besar. Pelaksanaan pengadaan beras akan mempengaruhi kelebihan atau kekurangan persediaan beras di masing-masing Divre. Adanya perubahan realisasi jumlah pengadaan dari yang telah direncanakan sebelumnya tentunya akan mempengaruhi realisasi jalur angkutan antar Divre. Perencanaan jalur angkutan antar Divre yang ditetapkan setiap awal tahun, tetapi dalam perjalanannya tidak dilakukan lagi penyesuaian untuk menentukan jalur angkutan baru yang juga memberikan biaya yang paling kecil. Penentuan 5

jalur baru ini harusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya perubahan realisasi pengadaan akibat dari ketidakpastian produksi gabah. Hal ini mengakibatkan adanya penambahan anggaran angkutan antar Divre. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka masalah-masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana jalur angkutan dan jumlah persediaan yang diangkut antar Divre yang ada saat ini dan berapa besar biaya yang sudah dianggarkan untuk angkutan tersebut; b. Bagaimana kondisi optimum jalur angkutan dan jumlah persediaan yang diangkut antar Divre yang dapat menghasilkan biaya yang minimum; dan c. Bagaimana sistem operasional angkutan antar Divre berdasarkan hasil optimasi. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem angkutan antar Divre Perum BULOG dengan tujuan spesifik : a. Menganalisa jalur angkutan, jumlah persediaan yang diangkut dan besaran biaya angkutan antar Divre yang ada saat ini; b. Menentukan jalur angkutan dan jumlah persediaan yang diangkut antar Divre yang dapat memberikan biaya yang minimum; dan c. Menetapkan sistem operasional angkutan antar Divre berdasarkan hasil optimasi. 6

1.4. Manfaat Penelitian Biaya angkutan antar Divre merupakan salah satu biaya yang cukup besar yang harus ditanggung oleh Perum BULOG dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh pemerintah. Dengan diketahuinya jalur angkutan antar Divre yang dapat memberikan biaya yang paling efisien diharapkan pihak manajemen Perum BULOG dapat mengetahui Divre mana yang akan menjadi daerah asal dan Divre mana yang menjadi daerah penerima dengan biaya angkutan paling efisien. Beras merupakan salah satu komoditas yang produksinya sangat tergantung dari iklim, sehingga faktor ketidakpastian produksi sangat mempengaruhi ketersediaan beras di gudang-gudang Perum BULOG. Melalui rancang bangun sistem angkutan antar Divre diharapkan pihak manajemen Perum BULOG dapat mengantisipasi besaran tambahan biaya akibat dari faktor ketidakpastian tersebut. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan minimisasi biaya untuk kegiatan lain di Perum BULOG maupun rancang bangun sistem angkutan untuk komoditas pangan lainnya yang juga sangat tergantung pada iklim dan ketidakpastian pasokan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dibatasi pada analisa kegiatan dan biaya angkutan antar Divre termasuk sistem operasionalnya yang ada di Perum BULOG yang merupakan bagian dari kegiatan perusahaan untuk menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah dalam kegiatan pelayanan publik (public service 7

obligation). Kegiatan ini tidak termasuk kegiatan komersial yang dilakukan Perum BULOG. Komoditas yang diangkut antar Divre terbatas pada komoditas beras yang dikelola oleh Perum BULOG saat ini, sehingga tidak termasuk beras yang beredar dipasaran. Komoditas beras tersebut adalah sesuai standar kualitas pengadaan dalam negeri yang dilakukan oleh Perum BULOG sebagaimana ditetapkan pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) tentang kebijakan perberasan. Analisa jalur angkutan, jumlah persediaan yang diangkut dan besaran biaya angkutan antar Divre dilakukan untuk kegiatan selama tahun 2009. Penentuan jalur angkutan dan jumlah persediaan yang diangkut antar Divre yang dapat memberikan biaya minimum diperuntukkan bagi kegiatan tahun 2010. Sistem operasional angkutan antar Divre terbatas pada pengelolaan komoditas beras di lingkungan Perum BULOG. 8

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB