BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan

PENGARUH SISTEM RESI GUDANG TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG ATIKA AZARIAWATI SUGIONO

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM PRAKTEK PERBANKAN DI KOTA DENPASAR

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT

PELAKSANAAN PEMBINAAN SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN BLITAR. (Studi Di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Bank Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

Hukum Jaminan Resi Gudang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

Abstrak. Kata kunci: Evaluasi, Pemberdayaan, Efektivitas, Kesejahteraan

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. membawa dampak yang serius terhadap perkembangan sektor-sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

PASAR LELANG KOMODITAS

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA TANI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KUD MASARAN AKUR SRAGEN

Nurlia Listiani 1, Bagas Haryotejo 2 1

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

BAB I PENDAHULUAN. perorangan maupun badan usaha adalah untuk mengangkat pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor lainnya justru banyak yang mengalami kebangkrutan. Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja (sumber mata pencaharian penduduk), sumber devisa negara, sumber bahan baku industri, dan sumber pendapatan nasional. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Supriyati, 2005:70). Beberapa permasalahan pertanian di Indonesia antara lain masalah modal dan harga. Dari sisi modal, petani dihadapkan pada kurangnya modal usaha, sistem perbankan yang kurang peduli pada petani, belum tersedianya asuransi pertanian, dan adanya sistem ijon. Sementara itu dari sisi harga, petani memperoleh harga jual yang tidak wajar, fluktuatif, bergantung pada pedagang/tengkulak, dan merugikan. Ketika musim panen petani dihadapkan pada harga jual yang rendah sementara kebutuhan untuk usahatani selanjutnya harus tetap dipenuhi (Apriyantono, 2004:18). Akses terhadap sumber pembiayaan, seperti perbankan atau lembaga keuangan non bank, dirasakan sulit untuk dipenuhi petani, karena sebagian besar agunan/collateral yang dipersyaratkan merupakan agunan fixed asset atau agunan fisik, seperti tanah, kendaraan atau bangunan, serta sistem administrasi yang sangat kompleks. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani di Indonesia mempunyai tingkat kepemilikan atas tanah atau barang yang akan diagunkan tersebut berskala kecil (Kementrian Perdagangan, 2013:1). Deputi Gubernur BI mengatakan masalah pembiayaan pertanian memang penting. Namun, masih ada masalah lain yang tidak kalah penting yang harus segera ditangani, antara lain infrastruktur pertanian, penguatan organisasi petani, kelembagaan, penyuluhan dan pemasaran hasil pertanian. Komisaris Independen BRI juga mengatakan bahwa sepanjang ada jaminan kelangsungan usaha dalam bentuk jaminan pasar dan jaminan harga, perbankan akan berbondong-bondong

2 memberi kredit ke sektor pertanian. Rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian disebabkan karena resiko usaha tani masih dianggap tinggi. Bank tidak berani mengambil resiko lebih besar karena bank harus berhati-hati mengelola dana dari masyarakat (Hermas, 2009:21). Jatuhnya harga komoditas pertanian pada saat panen raya merupakan indikator bahwa penanganan produksi sudah berhasil, terutama dari segi kuantitas. Sering pada suatu saat terjadi kelebihan supply, sehingga harga pasaran jatuh dan merugikan produsen. Banyak yang menyatakan bahwa kenyataan itu merupakan indikator petani sudah mahir dalam bercocok tanam namun tidak bisa memasarkan (Noertjahyo, 2005:65). Pada dasarnya, petani dapat melakukan tunda jual untuk menghindari kerugian akibat rendahnya harga saat panen raya. Namun demikian, petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk tidak menjual hasil panennya. Kondisi tersebut disebabkan, sebagian besar petani memposisikan hasil panennya sebagai cash crop. Artinya, petani membutuhkan uang tunai dalam waktu cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan usaha tani di musim tanam berikutnya (Pusat pembiayaan, 2006 dalam Ashari 2011:130). Problem klasik jatuhnya harga komoditas agribisnis pada saat musim panen raya dan sulitnya memperoleh permodalan kemudian coba diatasi oleh pemerintah dan DPR melalui penerapan Sistem Resi Gudang. Penerapan Sistem Resi Gudang berdasarkan UU No.9 Tahun 2006, mencoba memberikan solusi atas permasalahan kesulitan biaya pada masa panen yang umumnya menimpa petani kecil. Dengan adanya Sistem Resi Gudang diharapkan petani tidak perlu terburuburu menjual hasil panen, sebab mereka bisa menyimpan hasil panen di gudang SRG, dan dapat menjadikan dokumen Resi Gudang yang dimilikinya sebagai jaminan kredit di bank. Kelak jika harga barang di pasaran telah membaik, maka petani dapat menjual hasil panen dan melunasi kredit di bank, serta mendapat untung dari sisa hasil penjualan barangnya (Hariyani, 2010:3). Implementasi Sistem Resi Gudang diatur dalam Permendag No.37/M- DAG/PER/11/2011 tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Telah ditetapkan 10 komoditas pertanian yang dapat disimpan di gudang SRG. Penetapan untuk komoditas lainnya tentang

3 barang dalam SRG dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari pemerintah daerah. Namun demikian harus tetap memperhatikan persyaratan yang tertuang dalam Permendag No. 26/M-DAG/Per/6/2007, Pasal 3 mengenai daya simpan, standar mutu, serta jumlah minimum barang yang disimpan (Kementrian Perdagangan, 2013:8). Melalui percepatan implementasi SRG sebagai sarana tunda jual dan alternatif pembiayaan, Bappebti mencoba mendorong pertumbuhan perekonomian daerah guna mewujudkan bangsa yang berdaya saing (Kementrian Perdagangan, 2013:1). Walaupun hingga saat ini pelaksanaan Sistem Resi Gudang belum optimal dalam membantu petani kecil, tetapi banyak pihak berkeyakinan jika sistem ini dijalankan dengan baik dan benar akan dapat memajukan sektor usaha agribisnis di Indonesia. B. Perumusan Masalah Kabupaten Pasaman Barat merupakan satu-satunya daerah di Sumatra Barat yang telah menerapkan Sistem Resi Gudang semenjak dikeluarkannya keputusan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan nomor 26/BAPPEBTI/Kep/SP/GD/12/2012 tanggal 28 Desember tahun 2012. Pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat bekerjasama dengan Bank BRI Cabang Simpang Empat dalam hal pembiayaan dengan menjaminkan dokumen resi gudang. Sistem Resi Gudang ini telah disosialisasikan dan akan dimanfaatkan oleh 21 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Pasaman Barat (Nugroho, 2013:1). Berdasarkan skema SRG petani tidak lagi terpaksa harus menjual hasil panennya dengan harga yang rendah, melainkan dapat melakukan tunda jual dengan menyimpan hasil panennya di gudang SRG, memperoleh dokumen resi gudang, dan memanfaatkannya sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman. Pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Saat harga komoditas membaik, petani dapat menjual hasil panennya dan memperoleh keuntungan optimal dari usahanya. Kabupaten Pasaman Barat merupakan salah satu sentra produksi jagung di Sumatra Barat dengan luas tanam pada tahun 2014 yaitu 44.948 Ha dan hasil

4 produksi mencapai 284.524 Ton (Lampiran 1 ) (BPS Sumbar, 2015:152). Hal tersebut mendukung petani jagung untuk memanfaatkan Sistem Resi Gudang, sehingga hanya komoditi jagung saja yang baru diresigudangkan di gudang SRG Kabupaten Pasaman Barat (Lampiran 2 ). Pada kenyataannya tidak semua daerah yang merupakan sentra produksi jagung telah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dengan baik dan juga tidak terlepas dari berbagai macam kendala. Menurut Kementerian Perdagangan (2013:10), berdasarkan pemantauan pelaksanaan SRG di beberapa daerah beberapa kendala tersebut antara lain: (a) rata-rata lahan yang dimiliki sempit sehingga sulit dalam konsolidasi hasilnya, (b) lemahnya kelembagaan petani ataupun petugas pendamping di lapangan, (c) keterbatasan kemampuan pemahaman SRG baik oleh petani dan petugas pendamping, (d) beban operasional yang memberatkan. Pemanfaatan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat baru dimanfaatkan petani untuk menyimpan komoditi jagung saja, sedangkan untuk gabah dan beras belum pernah disimpan di Gudang SRG. Pemanfaatan SRG oleh petani dapat dikatakan belum optimal jika dilihat dari jumlah jagung yang masuk ke gudang SRG. Dari produksi jagung yang mencapai 280.443 Ton pada tahun 2013, kuantitas jagung yang masuk ke gudang SRG hanya berjumlah 50 Ton. Persentase kuantitas jagung yang masuk ke gudang SRG tahun 2013 hanya 0,017% dari total produksi jagung Kabupaten Pasaman Barat. Pada tahun 2014 produksi jagung mencapai 284.524 Ton, akan tetapi tidak ada petani yang meresigudangkan jagung mereka ke gudang SRG. Hal yang sama terjadi pada tahun 2015, produksi jagung tinggi akan tetapi tidak ada jagung yang masuk ke gudang SRG. Sistem Resi Gudang baru dimanfaatkan kembali oleh petani di Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2016 dengan kuantitas jagung yang hanya berjumlah 2 Ton (Lampiran 2). Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat yaitu tidak semua petani yang telah mengikuti kegiatan sosialisasi dan mendapat informasi terkait program Sistem Resi Gudang yang memanfaatkannya. Hanya sebagian kecil petani di Kabupaten Pasaman Barat yang memanfaatkan gudang SRG untuk mendukung pelaksanaan sistem tunda jual ketika musim panen, terutama petani jagung. Pemanfaatan Sistem Resi

5 Gudang oleh petani jagung yang berjumlah 20 orang pertama kali dilakukan pada saat gudang SRG di Kabupaten Pasaman Barat diresmikan oleh Bappebti tahun 2013. Setelah itu petani jagung yang berjumlah 20 orang tersebut tidak lagi memanfaatkan Sistem Resi Gudang hingga saat ini. Setelah dibiarkan kosong dan tidak dimanfaatkan selama dua tahun, gudang SRG baru dimanfaatkan kembali oleh satu orang petani jagung pada awal tahun 2016 (Lampiran 2). Petani tersebut menjadi satu-satunya petani yang memanfaatkan gudang SRG saat ini, karena petani lain tidak ada yang mau memanfaatkan Sistem Resi Gudang. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penting untuk mengatahui bagaimana peran masing-masing unsur kelembagaan SRG dalam implementasi atau pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat sejak mulai diresmikan. Melakukan perbandingan antara realisasi pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat dengan standarisasi (panduan pelaksanaan SRG) yang ditetapkan oleh Bappebti. Dengan demikian dapat diketahui hal-hal yang dalam pelaksanaannya kurang atau tidak sesuai dengan panduan pelaksanaan, sehingga menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan SRG oleh petani, serta ketidaksesuaian pelaksanaan yang menyebabkan petani enggan untuk memanfaatkan kembali Sistem Resi Gudang pada masa panen berikutnya. Diharapkan kesesuaian implementasi dengan panduan pelaksanaan dapat membantu mengoptimalkan pemanfaatan Sistem Resi Gudang oleh petani, dan dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal, yaitu demi kesejahteraan petani dan kemajuan perekonomian nasional. Adapun perumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran unsur-unsur kelembagaan SRG dalam implementasi program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat sejak mulai diresmikan? 2. Bagaimanakah proses implementasi program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat sejak mulai diresmikan yang mengacu kepada panduan pelaksanaan SRG yang telah ditetapkan? Untuk menjawab pertanyaan di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian yang diberi judul Analisis Implementasi Program Sistem Resi Gudang (SRG) Komoditi Jagung Di Kabupaten Pasaman Barat

6 C. Tujuan penelitian Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah disampaikan diatas maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Mendeskripsikan peran unsur-unsur kelembagaan SRG dalam implementasi program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat sejak mulai diresmikan. 2. Menganalisis proses implementasi program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Pasaman Barat sejak mulai diresmikan yang mengacu kepada panduan pelaksanaan SRG yang telah ditetapkan. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bagi mahasiswa, yaitu sebagai referensi pengembangan penelitian terkait dengan Sistem Resi Gudang (SRG). 2. Bagi masyarakat, yaitu sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam penundaan penjualan dan mendapatkan pinjaman modal dengan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG). 3. Bagi pemerintah, yaitu sebagai sumber informasi, bahan pertimbangan dan bahan evaluasi dalam membuat kebijakan terkait dengan pengembangan Sistem Resi Gudang sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan petani.