BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja milik pemerintah mengemban misi untuk memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi tenaga kerja, pengusaha, dan negara. Dalam menjadi mitra tenaga kerja, BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga. Perlindungan yang layak mutlak dibutuhkan oleh setiap tenaga kerja di Indonesia, karena dalam kehidupan sehari-hari, tenaga kerja tidak lepas dari keluarga mereka. Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan oleh BPJS tidak berhenti sampai individu tenaga kerja melainkan melingkupi anggota keluarga yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. BPJS Ketenagakerjaan memiliki program terkait dengan penyelenggaraan jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan yang antara lain Program Jaminan Hari Tua (JHT), Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Program Jaminan Kematian (JKK), dan Jaminan Pensiun yang baru mulai diluncurkan pada 1 Juli 2015. Dana kelolaan investasi BPJS Ketenagakerjaan terus meningkat dari tahun ke tahun, Peningkatan dana investasi merupakan akumulasi dari iuran bersih ditambah hasil pengembangan. Akumulasi dana investasi ini akan semakin besar seiring dengan bertambahnya kepesertaan, iuran serta hasil 1
investasi. Perkembangan dana investasi setiap tahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar 1.1 berikut: 250000 Perkembangan Dana Investasi (dalam Miliar Rupiah) 200000 150000 100000 Jumlah Dana Investasi 50000 0 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Grafik 1.1 Perkembangan Dana Investasi Pada kurun waktu lima tahun terakhir, akumulasi dana investasi meningkat sebesar 85% dari Rp111,7 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp206,585 triliun pada tahun 2015. Sampai dengan 31 Desember 2015, dana investasi mencapai Rp199.518 miliar untuk Dana Jaminan Sosial (DJS) yang terdiri dari Jaminan Kecelakan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), sedangkan sisanya Rp7,067 triliun untuk BPJS. Pencapaian tersebut mencerminkan 98,35% pencapaian dari target dana investasi DJS dan 94,81% pencapaian dari target dana investasi BPJS tahun 2015. Pertumbuhan DJS dari 2014 ke 2015 adalah sebesar 11,27%, dimana pertumbuhan dana terbesar adalah dari program JKK sebesar 19,61% diikuti, JKM sebesar 16,58%, dan JHT sebesar 9,11%. Di sisi lain, dana BPJS dari 2014 ke 2015 mengalami penurunan yaitu sebesar 2
7,69%. Sementara itu, angka kecelakaan kerja di Indonesia masih cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun yang menyebabkan pembayaran klaim jaminan kecelakaan kerja (JKK) juga terus meningkat. Hal tersebut dapat dilihat melalui grafik 1.2 berikut: Jumlah Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja 115000 110000 105000 100000 99491 103075 103285 105283 110285 Jumlah Klaim 95000 90000 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan Grafik 1.2 Perkembangan Klaim JKK Kasus kecelakaan kerja dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Untuk total jumlah kecelakaan kerja siap tahunnya mengalami peningkatan hingga 5%. Namun untuk kecelakaan kerja berat tren peningkatannya cukup lumayan besar yakni sekitar 5%-10% setiap tahunnya sebagian besar korban dari kasus tersebut kembali sembuh. Hingga akhir 2015 telah terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak 530 orang kasus dan sisanya 107.774 kembali sembuh. Beberapa kecelakaan kerja yang terjadi beberapa tahun belakangan antara lain kasus peledakan dan kebakaran di PT Mandom Indonesia, jatuhnya pesawat lift dengan korban pekerja PT Nestle Indonesia, robohnya crane di gedung Mitra I Malang dan kecelakaan kerja di Alfamart Pekanbaru. 3
Pada tahun lalu jumlah kasus kecelakaan kerja yang sudah masuk dalam ranah penyelidikan dan dinyatakan sudah Lengkap (P-21) jumlahnya mencapai 81 perusahaan. Melihat dana investasi dan jumlah klaim kecelakaan kerja yang terus meningkat tersebut, maka BPJS Ketenagakerjaan juga mengemban biaya yang besar. Oleh karena itu, BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa mengandalkan pembayaran klaim dari pendapatan premi saja, tetapi juga harus mengoptimalkan pendapatan investasi. Dalam menjalankan kegiatan investasinya mengupayakan tingkat imbal hasil (return) yang tinggi dengan tanpa mengindahkan risiko (risk) yang melekat didalamnya. Keputusan mengenai alokasi aset portofolio investasi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan tingkat imbal hasil (return) yang akan diperoleh dan risiko (risk) yang akan dihadapi, terutama berkaitan dengan adanya perubahan dalam lingkungan pasar modal dan perbankan. Bodie, Kane, dan Marcus (2007) mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah uang atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini, dengan tujuan menuai manfaat di masa depan. Berkaitan dengan peran perusahaan asuransi, Ubom (2014) menyatakan bahwa where the huge funds accumulated by insurance firms are invested, the economy is bound to benefit from their activities: existing jobs will be sustained and new ones created, output will be increased and price fluctuations may be minimized. Where they are not invested, the benefits of the operations of the companies will be limited to fat incomes for the new rich people who own such businesses. Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa perusahaan asuransi memiliki peran yang signifikan dalam ketenagakerjaan, peningkatan dalam 4
produksi barang dan jasa, ikut serta menjaga stabilitas harga dan meningkatkan standar hidup masyarakat luas. Oleh karena itu keputusan investasi yang dibuat oleh BPJS ketenagakerjaan sebagai asuransi sosial yang dimiliki oleh negara tidak hanya memberikan dampak hasil kepada perusahaan saja tetapi juga memberikan dampak terhadap masyarakat Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan sebagai jaminan sosial yang berbeda dengan perusahaan asuransi memiliki kebijakan berbeda pula dalam melakukan serta mengelola investasi perusahaannya. Portofolio investasi yang dikelola oleh masing- masing perusahaan asuransi pun tidak sama, dan hal ini sangat tergantung pada kebijakan manajemen masing-masing perusahaan. Pengelolaan investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut: a) Investasi berupa deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada bank, paling tinggi 15% dari jumlah investasi untuk setiap bank; b) Investasi berupa surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek untuk setiap emiten paling tinggi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi; c) Investasi berupa saham yang tercatat dalam Bursa Efek, untuk setiap 5
emiten paling tinggi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi; d) Investasi berupa reksadana, untuk setiap manajer investasi paling tinggi 15% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi; e) Investasi berupa efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset untuk setiap manajer investasi paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% dari jumlah investasi; f) Investasi berupa dana investasi real estate, untuk setiap manajer investasi paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% dari jumlah investasi; g) Investasi berupa repurchase agreement, untuk setiap counterpart paling tinggi 2% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi; h) Investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 1% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi; i) Investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan, seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi; j) Investasi yang berupa obligasi daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang tercatat dan diperjual belikan secara luas dalam bursa efek untuk setiap emiten paling tinggi 5% dan seluruhnya paling tinggi 50% 6
dari jumlah investasi; k) Pengembangan aset BPJS Ketenagakerjaan berupa investasi surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia tidak dikenakan pembatasan jumlah dan persentase. Dengan adanya aturan pembatasan investasi di atas, BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa bebas mengalokasikan dana investasinya, maka keputusan alokasi aset harus dioptimalkan supaya mencapai return yang optimal dan risiko yang minimum. Menurut Herron (2010), manajer portofolio investasi perusahaan asuransi tidak hanya mempertimbangkan batasan investasi dalam membuat keputusan investasinya, tetapi juga mempertimbangkan aturan pajak, posisi keuangan perusahaan, kewajiban likuiditas, dan kondisi pasar. Dengan melihat permasalahan di atas, perlu untuk diidentifikasi sejumlah hal yang perlu untuk diketahui dan diteliti, berkaitan dengan upaya mendapatkan pola kebijakan investasi yang optimal. Atas alasan tersebut, penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Optimalisasi Portofolio Investasi Pada BPJS Ketenagakerjaan. 1.2 Perumusan Masalah Persoalan yang dihadapi oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah keterbatasan dalam berinvestasi. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan instrumen investasi oleh peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2015 tentang 7
pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan. Oleh sebab itu perlu untuk dicermati apakah komposisi portofolio investasi aktual BPJS Ketenagakerjaan sudah optimal? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan bobot optimal masing-masing instrumen investasi yang dapat diterapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan tetap mematuhi aturan yang telah ditetapkan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: a. Dapat mengambil tindakan yang tepat untuk memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan risiko kesalahan keputusan investasi. b. Menaksir tingkat return dan risiko investasi dari masing-masing instrumen investasi dalam suatu kelompok aset investasi berisiko, dan juga menaksir tingkat return dan risiko portofolio dari masingmasing instrumen investasi. c. Dengan mengetahui tingkat optimalisasi portofolio investasi, manajemen akan dapat menentukan kebijakan investasi di masa mendatang dengan tetap menyesuaikan dengan peraturan yang ada. 8
1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penelitian mengenai Optimalisasi Portofolio Investasi Pada BPJS Ketenagakerjaan disusun dengan tujuan supaya pokok masalah dapat dibahas secara urut dan terarah. Berikut gambaran sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bagian, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang pemilihan tema dan permasalahan yang ada dalam upaya mengoptimalkan portofolio investasi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. BAB II: LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yang mendukung dalam pembahasan permasalahan dan analisis data. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai data apa saja yang akan digunakan dan bagaimana memperoleh data tersebut dan sampai seberapa jauh ruang lingkup penelitiannya. Selain itu bagian ini juga akan membahas metodologi yang digunakan dan pengolahan datanya. BAB IV: ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari pengolahan dengan metode seperti dijelaskan dalam bab III. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisi penulisan terakhir tesis yang isinya mengenai kesimpulan dan saran dari analisis yang telah dilakukan. 9