FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

dokumen-dokumen yang mirip
Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

KINERJA REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH) DI KECAMATAN MUSUK BOYOLALI

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN PADA PARITAS BERBEDA DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

EVALUASI REPRODUKSI SAPI PERAH PFH PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD TANI MAKMUR KECAMATAN SENDURO KABUPATEN LUMAJANG

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI MADURA INDUK DENGAN PERKAWINAN INSEMINASI BUATAN DI KABUPATEN PAMEKASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

CONCEPTION RATE PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

Efisiensi reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur di CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI KELOMPOK TERNAK KUD MOJOSONGO BOYOLALI

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

RISET UNGGULAN DAERAH

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini menggunakan catatan reproduksi sapi FH impor

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CONCEPTION RATE PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya)

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote

Transkripsi:

Naskah Publikasi KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Oleh: Muzakky Wikantoto H0508067 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Muzakky Wikantoto Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Usaha ternak sapi potong di Indonesia sebagian besar masih merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara secara tradisional sehingga masih banyak permasalahan yang timbul seperti populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak stabil, produktivitas sapi betina yang masih rendah (jarak beranak panjang), service per conception tinggi, asupan nutrien ternak belum mencukupi dan pengetahuan tentang adopsi teknologi peternakan yang masih rendah.kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra pengembangan ternak sapi potong di Jawa Tengah menempati urutan kedua populasi sapi potong terbanyak, dengan jumlah populasi sebanyak 154.750 ekor. Dari 25 Kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Eromoko memiliki jumlah populasi sapi terbanyak. Tahun 2014 populasi ternak sapi potong di kecamatan Eromoko yaitu sebanyak 13.195 ekor.salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan memperbaiki kinerja reproduksinya. Kinerja reproduksi sapi potong di Kecamatan Eromoko secara umum sudah baik dilihat dari nilai service per conception (S/C) 1,52+0,19 kali, conception rate (CR) 51,67%. Kemampuan deteksi estrus yang baik tidak didukung dengan manajemen perkawinan induk yang optimal menyebabkan keterlambatan pelaksanaan post partum mating (PPM) 5,80+3,30 bulan,sehingga memperpanjang nilai days open (DO) 6,88+2,39 bulan dan calving interval(ci) 14,85+2,33 bulan. Kata Kunci : Kecamatan Eromoko, Kinerja reproduksi, Sapi potong 1

PENDAHULUAN Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional. Kebutuhan atau permintaan akan daging jauh lebih besar daripada ketersediaan daging dalam negeri. Kebutuhan daging sapi pada tahun 2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484.000 ton sedangkan ketersediaannya sebesar 399.000 ton (82,52% dicukupi sapi lokal), sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85.000 ton (17,5 %) (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Beberapa permasalahan yang masih terjadi pada peternakan Indonesia yaitu populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak stabil, produktivitas sapi betina yang masih rendah (jarak beranak panjang, service per conception tinggi), pasokan pakan ternak belum mencukupi dan pengetahuan tentang teknologi peternakan yang masih rendah. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra pengembangan ternak sapi potong di Jawa Tengah. Berdasarkan data Sensus Pertanian 2013 Kabupaten Wonogiri menempati urutan kedua populasi sapi potong terbanyak di Jawa Tengah, dengan jumlah populasi sebanyak 154.750 ekor. Dari 25 Kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Eromoko memiliki jumlah populasi sapi terbanyak. Tahun 2014 populasi ternak sapi potong di kecamatan Eromoko yaitu sebanyak 13.195 ekor Kinerja reproduksi sapi potong dapat dilihat dari berbagai parameter, diantaranya adalah umur sapi dara saat birahi, kawin, bunting dan beranak pertama, jarak waktu saat beranak sampai dengan IB pertama (post partum mating), jarak waktu saat beranak sampai terjadi kebuntingan (days open), angka gangguan reproduksi, dan angka keberhasilan pelaksanaan IB (Effendi et al., 2002). Faktor keberhasilan usaha ternak sapi sangat dipengaruhi oleh kinerja reproduksi ternak (Pramono et al., 2008), sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja reproduksi sapi potonguntuk mengetahui keadaan yang 2

sebenarnya terjadi di tingkat peternak di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. MATERI METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang kinerja reproduksi sapi potong dilaksanakan di Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Waktu penelitian dilaksanakan bulan April 2016. Variabel Penelitian Variabel yang diamati adalah kinerja reproduksi sapi potong meliputi: 1. Post partum mating Post partum mating atau kawin pertama setelah beranak adalah selang waktu sapi betina dari saat melahirkan sampai di kawinkan lagi (hari). 2. Days Open Days Open adalah jarak antara sapi beranak dengan perkawinan yang menghasilkan kebuntingan. 3. Service per conception (S/C) Service per conception adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor ternak betina sampai terjadi kebuntingan. 4. Conception rate (CR) Conception rate (CR) adalah persentase sapi bunting pada perkawinan yang pertama.. 5. Calving interval (CI) Calving interval (CI) adalah selang waktu antara dua kelahiran yang berurutan (bulan). 3

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian adalah: 1. Teknik Wawancara Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara langsung pada responden berdasarkan daftar pertanyaan atau kuesioner yang dibuat sebelumnya. 2. Observasi Teknik ini dilakukan dengan pengamatan langsung pada objek yang diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai objek tersebut. 3. Studi Pustaka Teknik ini dilakukan dengan studi literatur pada buku maupun sumber yang relevan dan sesuai dengan penelitian. Metode Analisis Data Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dimana penelitian dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan pengembangan konsep dan menghimpun fakta yang ada di lapangan (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data primer ditabulasikan untuk dilakukan perhitungan berdasakan parameter. Tahap selanjutnya adalah penghitungan rata-rata dan simpangan baku untuk penentuan kondisi umum obyek yang diamati. Penghitungan ratarata dan simpangan baku menurut Desinawati dan Isnaini (2010) adalah: x = x n S= (x x ) 2 n 1

Keterangan : X = Rata-rata S = Simpangan Baku X = total sampel n = banyak sampel HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Peternakan Secara Umum Hasil penelitian mengenai identitas peternak yang meliputi : umur peternak, pendidikan terakhir peternak, pekerjaan peternak dan pengalaman beternak di Kecamatan Eromoko dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Usia Peternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Usia (Tahun) Orang (%) <30 1 2,71 30-50 16 43,24 >50 20 54,05 Jumlah 37 100 Sumber : Data Primer terolah. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur responden adalah > 50 tahun dengan rincian umur < 30 tahun sebanyak 1 orang (2,71 %), 30-50 tahun 16 orang (43,24%) dan > 50 tahun sebanyak 20 orang (54,05%). Menurut Sani et al (2010), penduduk yang berumur 15 sampai 64 tahun masih dalam usia kerja produktif. Umur produktif merupakan suatu keuntungan karena pada usia tersebut masih mempunyai kemampuan yang besar dalam mengembangkan dan mengelola usahanya dengan baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas kerjanya. Tabel 2. Lama Beternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko. Lama Beternak (Tahun) Orang (%) <15 9 24,32 15-30 17 45,95 >30 commit to 11 user 29,73 5

Jumlah 37 100 Sumber : Data Premier terolah. Rata-rata lama pengalaman beternak oleh peternak sapi potong di Kecamatan Eromoko berkisar diantara 15-30 tahun dengan prosentase 45,95%. Pengalaman beternak yang dimiliki oleh peternak akan membantu peternak untuk lebih mandiri dan terampil dalam pengelolaan usaha ternaknya. Semakin banyak pengalaman peternak biasanya semakin besar pula kemampuannya dalam beternak (Fanani et al,2013). Tabel 3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Pendidikan Orang (%) SD 19 51,35 SMP 10 27,02 SMA 7 18,91 PT 1 2,72 Jumlah 37 100 Sumber : Data Premier terolah. Berdasarkan Tabel 3. peternak kebanyakan lulusan Sekolah Dasar (51,35%). Dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat diasumsikan bahwa kemampuan peternak untuk mengetahui dan mengadopsi suatu ketrampilan dalam rangka pengembangan usaha ternak akan mengalami kesulitan dan kendala. Menurut Leksanawati et al, (2010) tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan informasi dan tingkat pengetahuan serta cara berfikir peternak. Tingkat pendidikan responden yang rendah, ada kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi inovasi. Meskipun demikian pola beternak mereka, kebanyakan berasal dari keturunan atau warisan orang tua dan meniru orang lain yang sudah maju dalam beternak. Tabel 4. Pekerjaan Peternak sapi Potong di Kecamatan Eromoko Pekerjaan Orang (%) Petani 33 89,18 Wiraswasta 3 8,10 PNS 1 2,72 Jumlah 37 100 Keterangan : PNS (Pegawai Negeri Sipil) Sumber : Data Premier commit terolah. to user

Pekerjaan utama peternak umumnya petani yakni sebesar 89,18 %. Masyarakat desa pada umumnya dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya, memiliki mata pencaharian di bidang usaha pertanian tanaman pangan, sebagai petani dengan usaha sampingan memelihara ternak. Tabel 5. Pakan Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Pakan Orang (%) K + JP 10 27,02 K + JP + R 2 5,40 K + JP + DP 3 8,10 K + JP + P 5 13,51 K + JP +DP + P 4 10,86 JP + R 3 8,10 JP + R + DP 5 13,51 JP + R + P 3 8,10 JP + DP + P 2 5,40 Jumlah 37 100 Sumber : Data Premier terolah. Keterangan : K : Kolonjono P : Pollard JP : Jerami Padi DP : Dedak Padi R : Rumput Pakan yang digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Eromoko didominasi oleh rumput dan limbah pertanian. Rata-rata pakan yang digunakan adalah kolonjono dan jerami padi yaitu 27,02%. Pakan tambahan yang digunakan adalah dedak padi dan pollard. Pemberian pakan hijauan 2 sampai 3 kali dalam sehari. B. Kinerja Reproduksi Berbagai aspek yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi reproduksi antara lain adalah deteksi estrus, post partum mating (PPM), service perconception (S/C), days open, conception rate (CR), calvinginterval (CI).

1. Deteksi Estrus Tabel 6. Deteksi Estrus Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Deteksi Estrus Orang (%) S 31 86,11 PV 18 48,64 NMM 14 38,88 TL 9 24,32 L 28 77,78 Sumber : Data Primer terolah. Keterangan : S : Suara TL : Tingkah Laku PV : Perubahan Vulva L : Lendir NMM : Nafsu Makan Menurun Peternak sapi potong di kecamatan Eromoko memiliki kemampuan yang memadai dalam mendeteksi estrus pada ternak betina. Peternak mendeteksi estrusmelelui suara (86,11%), lendir (77,78%), perubahan vulva (48,54%), nafsu makan menurun (38,88%), dan sebanyak 24,32% medeteksi estrus melalui tingkah lakunya. Kemampuan mendeteksi estrus sangat berpengaruh terhadap keputusan peternak dalam melakukan perkawinan ternak betina yang dimiliki. Deteksi estrus yang dilakukan peternak di Kecamata Eromoko sudah spesifik dengan melakukan pengamatan melalui perubahan vulva. 2. Post Partum Mating Post partum mating (PPM) adalah jangka waktu yang menunjukkan perkawinan atau inseminasi buatan pertama kali setelah beranak. Tabel 6. PPM (Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa PPM (Bulan) Simpangan Baku Basuhan 5,33 1,13 Sumberharjo 5,55 1,96 Ngunggahan 6,94 3,59 Kecamatan 5,83 2,34 Sumber : Data Primer terolah.

Nilai rata-rata PPM sapi potong di Kecamatan Eromoko yaitu 5,83 + 2,34 bulan. Hampir memiliki nilai yang sama dengan nilai PPM menurut penelitian Wahyudi (2014) yaitu 5,80 + 3,30 bulan. Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985) sapi betina seharusnya dikawinkan 60-80 hari atau 2-2,5 bulan setelah beranak, karena diperlukan waktu minimal 50-60 hari atau 1,5-2 bulan untuk mencapai involusi uteriyang sempurna pada sapi. Panjangnya nilai PPM sebagian besar disebabkan oleh faktor kesengajaan peternak jika dilihat dari kemampuan peternak dalam mendeteksi estrus. Faktor yang sering terjadi ketika proses penelitian dilapangan yaitu peternak melakukan penundaan perkawinan dengan melakukan penundaan penyapihan pedet. Ada anggapan bahwa pedet yang disapih terlalu cepat akan mengakibatkan pertumbuhan pedet terhambat, selain itu juga betina yang dikawinkan ditakutkan menjadi tergangu kebuntingannya dengan adanya pedet yang menyusu. Seperti penelitian Subiharta et al, (2011) di wilayah lain di Jawa Tengah, peternak tetap menunda perkawinan induk sampai pedet disapih meskipun induk dalam keadaan estrusdengan alasan induk masih menyusui anaknya. 3. Service Per Conception Service per Conception(S/C)adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan (service) inseminasi yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan.. Tabel 7. S/C Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa S/C Simpangan Baku Basuhan 1,21 0,41 Sumberharjo 1,85 0,59 Ngunggahan 1,56 0,63 Kecamatan 1,52 0,60 Sumber : Data Primer terolah.

Hasil perhitungan Tabel 7. menunjukkan nilai S/C sapi potong di Kecamatan Eromoko 1,52 + 0,60 kali, lebih kecil dibandingkan nilai S/C menurut Wahyudi (2014) yaitu 1,80 + 0,68 kali dan memiliki nilai yang hampir sama menurut Della (2015) yaitu 1,52 + 0,19 kali. Menurut Toelihere (1985), S/C sapi induk berkisar1,6 sampai 2,0. Penundaan PPM dapat meningkatkan S/C. Penundaan dimaksud untuk memperbaiki skor kondisi tubuh induk dan memberi kesempatan involusi uterus. Makin rendah nilai S/C, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C, makin rendahlah nilai kesuburan kelompok betina tersebut. Peran inseminator juga berpengaruh terhadap nilai S/C yang dihasilkan. 4. Days Open Days open (DO) adalah jangka waktu yang dihitung dari beranak sampai awal kebuntingan selanjutnya (tanggal inseminasi buatan atau perkawinan terakhir yang menyebabkan kebuntingan). Tabel 8. Days Open ( Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa DO Simpangan baku Basuhan 6,33 1,13 Sumberharjo 6,60 1,93 Ngunggahan 8,06 3,70 Kecamatan 6,88 2,39 Sumber : Data Primer terolah. Dari Tabel 12. dapat diketahui bahwa rata-rata DO sapi potong di Kecamatan Eromoko adalah 6,88 + 2,39 bulan. Nilai DO erat kaitannya dengan nilai PPE dan PPM, Bertambah lamanya waktu PPE dan PPM akibat manajemen umur sapih menyebabkan waktu DO lebih lama meskipun nilai rasio S/C sapi potong di kecamatan Eromoko normal. 5. Conception Rate Conception rate(cr) adalah persentase dari sapi yang bunting pada inseminasi pertama disebut juga sebagai angka konsepsi.

Tabel 8. CR Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa CR (%) Basuhan 75 Sumberharjo 25 Ngunggahan 50 Kecamatan 51,67 Sumber : Data Primer terolah Rata-rata nilai CR sapi potong di Kecamatan Eromoko tergolong masih sudah baik meskipun belum optimal yaitu 51,67%. Angka konsepsi yang baik apabila telah mencapai 60% atau lebih (Hardjopranjoto, 1995).sedangkan yang dapat dimaklumi untukukuran Indonesia denganmempertimbangkan kondisi alam,manajemen dan distribusi ternak yangmenyebar sudah dianggap baik jika nilai CRmencapai 45-50%. Menurut Toelihere (1985) angka konsepsi ditentukan oleh tiga faktor yaitu kesuburan pejantan dan betina, teknik inseminasi dan faktor lingkungan. Tingkat kesuburan sapi betina dapat dilihat dari rendahnya nilai S/C. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya CR yaitu kerjasama yang baik antara peternak dengan inseminator. 6. Calving Interval Calving interval(ci)adalah jangka waktu yang dihitung dari tanggal seekor sapi perah beranak sampai beranak berikutnya atau jarak antara dua kelahiran yang berurutan. Tabel 9. CI (Bulan) Sapi Potong di Kecamatan Eromoko Desa CI (Bulan) Simpangan Baku Basuhan 14,33 1,13 Sumberharjo 14,55 1,96 Ngunggahan 16,00 3,56 Kecamatan 14,85 2,33 Sumber : Data Primer terolah Menurut Hardjopranjoto (1995) efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila jarak commit antar to kelahiran user tidak melebihi 12 bulan atau

365 hari. Jarak beranak menjadi panjang disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pengelolaan post partum yang kurang baik, terjadinya silent heat, penurunan kemampuan reproduksi akibat kemampuan uterus dan ovarium yang menurun serta adanya penyakit yang dialami ternak tersebut. Ratarata Nilai CI sapi potong di Kecamatan Eromoko 14,85 + 2,33 bulan, lebih pendek jika dibandingkan dengan nilai CI menurut Wahyudi (2014) yaitu 15,67 + 3,30 bulan, lebih panjang jika dibandingkan dengan penelitian Della (2015) di wilayah lain di Jawa Tengah yaitu 14, 44 + 0,66 bulan. Faktor yang mempengaruhi jarak beranak adalah nilai PPE, PPM, dan S/C (Winarti dan Supriyadi, 2010). Nilai PPM pada penelitian ini panjang akibat peternak sering menunda perkawinan dengan menunda penyapihan pedet. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kinerja reproduksi sapi potong di Kecamatan Eromoko secara umum sudah baik dilihat dari nilai S/C dan CR, kemampuan deteksi estrus yang baik tidak didukung dengan mempercepat perkawinan induk menyebabkan keterlambatan pelaksanaan PPM sehingga memperpanjang nilai DO dan CI Saran Perlunyapeningkatan perhatian terhadap ternak untuk memperbaiki manajemen beternak. Perbaikan pakan diikuti penyapihan pedet yang ideal (pedet mulai disapih antara umur 2 sampai 3 bulan) merupakan alternatif manajemen reproduksi induk sapi agar mampu menghasilkan keturunan yang bermutu dengan jarak beranak yang dapat diperpendek 12

DAFTAR PUSTAKA Desinawati, N., dan N. Isnaini. 2010. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Simmental di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Jurnal Ternak Tropika Vol. 11: 41-47 Effendi, P., A. Hidayat, Y. Kusmayadi, W. Pratiwi dan T. Sugiwaka., 2002. Kesehatan Reproduksi. Penerbit Dairy Technology Improvement Project in Indonesia. PT. Presindo. Bandung. Fanani,S. 2013. Kinerja reproduksi Sapi Perah Peranakan Fresian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta Hardjopranjoto, S., 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press. Surabaya Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret. Surakarta Pramono, A., 2008. Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau dari Kinerja Reproduksi dan Imbangan Ransum Yang Diberikan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Salisbury, G. W. dan N. L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Singarimbun, M dan Effendi, S., 1995. Metode Penelitian Survai. LP3EI. Jakarta Subiharta., B. Utomo., Y. Ermawati dan Muryanto. 2011. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Pada Peternakan Rakyat di Daerah Kantong Ternak di Jawa Tengah. Dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor Toelihere, M.R, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Wahyudi, R. P. 2014. Penampilan Rerproduksi Sapi Induk Peranakan Ongole dan Silangan Simental dengan Peranakan Ongole di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Winarti, E. dan Supriyadi. 2010. Penampilan Reproduksi Ternak Sapi Potong Betina di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan commit Veteriner to user 2010. Yogyakarta.