BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting bagi dokter yang bertugas di laboratorium, dokter

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalsium. Trombosit melekat pada lapisan pembuluh darah yang rombak. (luka) dengan membentuk plug trombosit (Rukman, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghadap ke tulang punggung.kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari sel darah. ( Evelyn C. Pearce, 2006 ) sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sisanya terdiri dari sel darah. ( Evelyn C. Pearce, 2006 ) sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. Fungsi dari

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk cakram dan mengandung granula. Terdapat keping

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah cairan yang disebut plasma yang di dalamnya terdapat unsur-unsur padat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang rata-rata memiliki kira-kira 70 ml darah setiap kilogram berat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup. Sel eritrosit termasuk sel yang terbanyak di dalam tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.

BAB I PENDAHULUAN. benar sehingga memberikan hasil yang teliti dan akurat dengan validasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan bagian penting dari sistem transportasi zat-zat. a. Plasma darah merupakan bagian cair.

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Trombosit adalah kepingan darah terkecil dari sel darah. Sel ini berbentuk

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Darah merupakan salah satu komponen yang paling penting di dalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Darah merupakan salah satu bagian dari tubuh yang sangat memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin, jumlah lekosit, hitung jenis lekosit, Laju Endap Darah (LED).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitis.

R S. D R. H I. A B D O E L M O E L O E K B A N D A R L A M P U N G

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan metode analitik. Penelitian dilaksanakan di laboratorium puskesmas Bumiayu dimana sampel

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari sel darah. (Evelyn C. Pearce, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. UNIMUS, Jl. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. Waktu penelitian yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DINAS KESEHATAN KABUPATEN LEBONG PUSKESMAS MUARA AMAN. Jalan Lapangan Hatta No. 1 Kelurahan Pasar Muara aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SUNGAI KAKAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH CARA WESTERGREN MENGGUNAKAN DARAH EDTA TANPA PENGENCERAN DENGAN CARA OTOMATIK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik, mengingat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di lakukan adalah penelitian analitik. Tempat penelitian cara manual dan automatik dilakukan di

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (agregasi) atau menempel pada benda asing (adhesi). Menghitung jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung elektrolit. (Muttaqin Arif, 2009) trombosit, dan komponen lainnya. (A.V. Hoffbrand dan J.F. Pettit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB II. membran pembatas trombosit (Matulo dkk, 2015). sebagian dari sitoplasma megakariosit berbentuk cakram, tidak berinti,

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut umur, jenis kelamin, ketinggian suatu daerah, merokok dan status kehamilan (Hoffbrand, 2005). Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Hemoglobin yang terkandung di dalam eritrosit berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Kadar hemoglobin normal pada pria 13-16 g/dl, pada wanita 12 14 g/dl. Menurunnya kadar hemoglobin biasanya disertai dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit (Hoffbrand, 2005). Kriteria anemia pada umumnya adala kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl, hematokrit < 30%, dan eritrosit < 2,8 juta/mm3. Derajat anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah anemia ringan sekali dengan hemoglobin 10 g/dl, anemia ringan dengan hemoglobin 8 g/dl-9,9 g/dl, anemia sedang dengan hemoglobin 6 g/gl-7-9 g/dl, dan anemia berat dengan hemoglobin < 6 g/dl (Bakta, 2006). Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah klasifikasi berdasarkan indeks eritrosit yang membagi anemia menjadi mikrositik, normositik dan makrositik. 1

2 Selain mengarah pada sifat defek primernya, pendekatan ini dapat menunjukkan kelainan yang mendasari sebelum terjadi anemia yang jelas (Hoffbrand, 2005). Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi umumnya penderita tampak lemah, kulit wajah dan konjungtiva terlihat lebih pucat, bibir pucat, ujung jari pucat, dan sesak nafas pada anemia berat. Gejala khas merupakan gejala yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia, seperti gejala anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat, anemia hemolitik dan anemia aplastik (Bakta, 2006).. 2.2 Pemeriksaan Laboratorium Penderita Anemia Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : 1. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia yang terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan apusan darah tepi. 2. Pemeriksaan darah seri anemia, meliputi hitung lekosit, trombosit, retikulosit, dan laju endap darah. 3. Pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif meski ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksan sum-sum tulang. 4. Pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia, pemeriksaan ini harus dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.

3 Selain itu, diperlukan pula pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid (Bakta, 2006). 2.2.1 Hemoglobin Hemoglobin merupakan zat protein, terdapat dalam eritrosit yang memberi warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam tubuh. Struktur hemoglobin terdiri dari satu golongan hem dan globin yang merupakan empat rantai polipeptida terdiri dari asam amino yang terdekat terangkai menjadi rantai dengan urutan tertentu. Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat gugus hem yang masing-masing mengandung sebuah atom besi (Riswanto, 2013). Pengukuran kadar hemoglobin merupakan pemeriksaan hematologi rutin atau sebagai tes penyaring awal untuk kecurigaan terhadap anemia. Pengukuran kadar hemoglobin dapat dilakukan menggunakan metode otomatis dengan hematology analyzer (Sacher, 2012). 2.2.2 Indeks Eritrosit Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit. Pemeriksaan indeks eritrosit digunakan sebagai pemeriksaan penyaring untuk mendiagnosis terjadinya anemia dan mengetahui anemia berdasarkan morfologinya. Angka indeks eritrosit dengan metode otomatis dapat dihitung secara simultan. Kadar hemoglobin atau hematokrit digunakan untuk menyatakan derajat anemia (Sacher, 2012).

4 1. MCV atau VER MCV (Mean Corpuscular Volume) atau VER (Volume Eritrosit Rata-rata) adalah volume rata-rata eritrosit yang dinyatakan dengan satuan femtoliter (fl). Rumus perhitungannya : Nilai Hematokrit (Vol%) MCV = X 10 Jumlah Eritrosit (juta/ul) Nilai normal MCV = 82 92 fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik, defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C, keracunan timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia penyakit hati kronik, hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konvulsan dan anti metabolik (Gandasoebrata, 2013). 2. MCH atau HER MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) adalah jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan pikogram (pg). Rumus perhitungannya : Nilai Hemoglobin (gr%) MCH = Jumlah Eritrosit (juta/ul) x 10 Nilai Normal MCH = 27 31 pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Sacher, 2012).

5 3. MCHC atau KHER MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) adalah konsentrasi hemoglobin yang didapat per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan gram per desiliter (gr/dl). Rumus perhitungannya : Nilai Hemoglobin (gr%) MCHC = x 100 Jumlah Hematokrit (vol%) Nilai normal MCHC = 30-35 gram perdesiliter (gr/dl). Penurunan MCHC terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan peningkatan MCHC terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata, 2013). 2.2.3 Retikulosit Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam eritrosit manusia sekitar 1%. Retikulosit berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Seperti eritrosit, retikulosit tidak memiliki inti sel (nukelus). Sel ini disebut retikulost karena memiliki jaringan seperti retikuler pada ribosom Ribonucleic acid (RNA). Retikuler ini hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan tertentu seperti perwarnaan supravital dengan metilen biru baru. Retikulosit tampak lebih kebiruan daripada eritrosit ketika diamati dengan pewarnaan Romanowsky biasa. Ukurannya menyerupai eritrosit yakni sekitar 6 hingga 9 mikron (Wirawan, 2011).

6 2 1 Gambar 1. Retikulosit, 2 Eritrosit Sumber : https://onioktavia.wordpress.com/2015/03/04/retikulosit-dan-cara-pemeriksaannya Jumlah retikulosit dihitung pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 X 10, dihitung minimal per 1000 eritrosit dalam lapang pandang lebih dari 10. Jumlah retikulosit yang ditemukan dalam lapang pandang tersebut dicatat, dan dapat dilaporkan dalam persen atau permil terhadap jumlah eritrosit total atau dilaporkan dalam jumlah mutlak. Nilai normal : 0,5 1,5 % (Wirawan, 2011). 2.2.4 Retikulosit Pada Anemia Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik (Wirawan, 2011).

7 Pemeriksaan retikulosit merupakan pemeriksaan darah seri anemia bersama dengan pemeriksaan lekosit, trombosit, dan laju endap darah. Hitung retikulosit sering digunakan sebagai ukuran produksi eritroid oleh sumsum tulang. Hitung retikulosit dilaporkan sebagai persentase dari eritrosit yang beredar. Peningkatan hitung retikulosit pada kadar hemoglobin yang normal menunjukkan eritrosit sedang mengalami kerusakan atau hilang, tetapi sumsum tulang telanh meningkatkan produksi eritrositnya untuk menggantikan. Kadar hemoglobin yang rendah, hitung retikulosit 0,5-2,5% mengisyaratkan respon terhadap anemia tidak memadai. Hal ini terjadi pada gangguan atau penurunan produksi sumsum tulang atau penurunan kadar eritropoietin (Sacher,2012). 2.3 Pemeriksaan Jumlah Retikulosit Pemeriksaan jumlah retikulosit sampai saat ini masih didasarkan pada penilaian visual terhadap sel yang diwarnai oleh pewarna supravital yang memperlihatkan serat-serat reticulum. Hitung ini adalah penilaian semi kuantitatif jumlah retikulosit (Sacher, 2012). 2.3.1 Cara Manual Pemeriksaan retikulosit cara manual atau supravital dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara sediaan basah dan sediaan kering. Prinsipnya, retikulosit mengandung sebagian RNA yang masih tertinggal, adanya RNA ini hanya dapat dinyatakan dalam eritrosit yang masih hidup, eritrosit yang telah mengering pada kaca obyek atau yang telah mati tidak dapat dipulas. Proses pemulasan ini disebut pulasan vital (Gandasoebrata, 2013).

8 Pulasan vital dapat menggunakan Brilliant cresyl blue(bcb) atau new methyleneblue dengan susunan : a. Larutan BCB 1% dalam metil alkohol atau BCB 1 % dalam NaCl 0,85%, untuk membuat larutan dalam NaCl dibutuhkan sedikit pemanasan. b. New methylenblue 0,5 gram, Kalium oksalat 1,4 gram aquadest 100 ml. Larutan ini digunakan seperti larutan BCB dalam air garam. Kedua larutan tersebut harus disaring sebelum dipakai untuk pemeriksaan. Pulasan vital ini dapat digunakan untuk membuat sediaan basah atau untuk sediaan kering (Gandasoebrata, 2013). 2.3.1.1 Sediaan Basah Teknik ini dikerjakan dengan waktu yang lebih singkat sehingga membuat cara basah lebih efisien dibandingkan cara kering. Kelemahannya, sediaan harus segera diperiksa, sehingga tidak ada waktu untuk menunda, selain itu retikulosit akan tampak berjalan atau bergerak yang mengakibatkan sel yang telah terhitung kemungkinan akan terhitung kembali (Gandasoebrata, 2013). 2.3.1.2 Sediaan Kering Penggunaan sediaan kering merupakan cara yang cukup baik dan dapat diperiksa kapan saja. Sediaan kering ini sangat baik digunakan karena mempersingkat waktu persiapan pasien bila kebutuhan pemeriksaan jumlah retikulosit rutin dan checkup dengan jumlah sampel yang cukup banyak (Gandasoebrata, 2013).

9 2.4 Pengaruh Suhu dan Penundaan Terhadap Jumlah Retikulosit Spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Penyimpanan spesimen sedapat mungkin dihindarkan, artinya darah segera diperiksa setelah berhasil ditampung atau diambil (Nurrachmat, 2005). Persyaratan penyimpanan beberapa spesimen untuk beberapa pemeriksaan harus memperhatikan jenis spesimen, antikoagulan atau pengawet dan wadah serta stabilitasnya. Beberapa cara penyimpanan spesimen, yaitu disimpan pada suhu kamar, disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8 C, dapat diberikan bahan pengawet, penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat (Witono, 2008). Sampel darah yang digunakan untuk hitung jumlah retikulosit sebaiknya darah kapiler segar atau darah vena yang ditambahkan antikoagulan EDTA untuk menghindari terjadinya pembekuan (Gandasoebrata, 2013). Darah EDTA dibuat dengan cara mengalirkan 2 ml darah vena pada tabung atau botol yang telah berisi 2 mg EDTA kemudian botol / tabung ditutup dan segera darah dicampur dengan antikoagulan EDTA selama 60 detik atau lebih. Apabila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera, darah EDTA dapat disimpan dalam lemari es, dan dibiarkan mendapat suhu kamar lebih dahulu sebelum darah diperiksa. Batas waktu pemeriksaan retikulosit menggunakan antikoagulan EDTA adalah 6 jam (Nurrachmat, 2005).

10 2.5 Antikoagulan EDTA Antikoagulan adalah zat yang mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat (khelasi) atau mengendapkan (presipitasi) kalsium, atau dengan cara menghambat pembentukan thrombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan (Riswanto, 2013). Antikoagulan EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam natrium dan kalium, mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium (Ca) dalam darah. EDTA memiliki keunggulan dibanding antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, termasuk hitung jumlah lekosit. EDTA yang biasa digunakan adalah dinatrium (Na2EDTA), dan dipotasium (K2EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering (Riswanto, 2013). 2.6 Kesalahan Pemeriksaan Jumlah Retikulosit Cara Manual Kesalahan dalam pemeriksaan jumlah retikulosit cara manual (supravital) terbagi dalam tiga tahap, yaitu pra analitik, analitik dan paska analitik. 2.6.1 Tahap Pra Analitik 1. Pemberian identitas pada spesimen salah atau tertukar 2. Kesalahan persiapan sampel, antara lain : a. Pengambilan sampel darah vena, ikatan pembendung terlalu kuat dan lama sehingga menyebabkan hemokonsentrasi. b. Terjadinya bekuan dalam spuit karena lambat dalam bekerja.

11 c. Terjadinya bekuan dalam botol karena darah tidak tercampur tepat dengan antikoagulan Volume sampel tidak cukup, sehingga perbandingan sampel darah dan EDTA tidak seimbang. d. Antikoagulan yang dipakai tidak sesuai. e. Sampel darah EDTA tidak disimpan di lemari es dengan suhu 4 C dan melebihi batas waktu pemeriksaan untuk retikulosit adalah 6 jam (Gandasoebrata, 2013). 2.6.2 Tahap Analitik 1. Pembuatan darah hapus yang tidak baik, karena darah cepat menggumpal atau mengering saat diteteskan pada kaca obyek. 2. Darah hapus terlalu tebal sehingga mempengaruhi sel. 3. Waktu inkubasi campuran antara darah dan zat warna kurang lama. 4. Cat tidak disaring sehingga membentuk endapan pada eritrosit. 5. Pemanasan smear dapat merusak reticulum sehingga akan tampak seperti batang dan granula. 6. Perubahan ph cat ke arah asam akan menyebabkan reticulum berbentuk granula halus, sedangkan perubahan ke arah alkali akan menyebabkan reticulum berbentuk noktah. 7. Campuran darah dan zat warna tidak dicampur sampai homogen sebelum membuat sediaan. Retikulosit mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari eritrosit sehingga cenderung berada di bagian atas dari campuran. Campuran antara darah dengan zat warna perlu dicampur dengan baik sebelum dibuat sediaan apus.

12 8. Menghitung di daerah yang jumlah eritrositnya terlalu padat. 9. Jumlah eritrosit yang dihitung tidak mencapai 1000 atau tidak mencapai 10 lapang pandang (Gandasoebrata, 2013). 10. Kesalahan dalam membedakan benda inklusi (benda Heinz dan hemoglobin H) dan retikulosit. Retikulosit berwarna biru dengan filamen dan granula berwarna biru tua. Badan Heinz tampak sebagai badan inklusi yang berukuran 1-3 mikrometer, berwarna biru tua dan biasanya berada dekat membran eritrosit, kadang-kadang tampak di luar eritrosit. Inklusi hemoglobin H terlihat sebagai badan bulat yang multipel berwarna biru kehijauan (Wirawan, 2011). 2.6.3 Tahap Paska Analitik a. Kesalahan pencatatn hasil b. Kesalahan alamat pasien dan dokter yang meminta pemeriksaan.

13 2.7 Kerangka Teori Hemoglobin Kurang dari normal Hemoglobin Gejala Lemah, kulit wajah, konjungriva, kuku pucat, sesak nafas Anemia Retikulosit Darah EDTA Pemeriksaan retikulosit a. Sampling b. Penyimpanan sampel c. Persiapan sampel d. Pelabelan a. Reagen b. Apusan darah c. Pengalaman dan keahlian analis Indeks eritrosit Apusan darah tepi penghitungan dan pelaporan Gambar 2. Kerangka Teori

14 2.8 Kerangka Konsep Darah EDTA 1 jam setelah pengambilan Penyimpanan darah EDTA 4ºC 12 jam Jumlah retikulosit (%) pasien anemia Gambar 3. Kerangka Konsep 2.9 Hipotesis Terdapat perbedaan jumlah retikulosit sampel darah EDTA yang diperiksa 1 jam setelah pengambilan dengan darah EDTA penyimpanan 12 jam.