BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS MATERI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM MADRASAH TSANAWIYAH KELAS IX

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan bahwa Pesan Non Verbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya mulai

BAB I PENDAHULUAN. serta mudah dipahami oleh orang awam lantaran pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. serta menjadi milik masyarakat itu sendiri yang dikenal dan dikagumi oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

ABSTRAK. Kata Kunci : Budaya, Feature, Nusantaraku, Produser, Rasulan. xii + 82 halaman; 17 gambar; 10 tabel Daftar acuan: 14 ( )

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

TRADISI NYADRAN DI DESA GROGOLAN, KEC. NOGOSARI, KAB. BOYOLALI

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING TEMA

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB IV ANALISIS DATA. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 115

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BERBAGAI MACAM GUNUNGAN DALAM UPACARA GAREBEG (GREBEG) DI KERATON YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat pemiliknya. Pandangan hidup suatu masyarakat tercermin dalam berbagai unsur kebudayaan, seperti filsafat, kepercayaan, kesenian, mode pakaian, dan adat istiadat popular. Apabila salah satu aspek unsur kebudayaan tersebut tidak lagi dapat dikatakan sebagai identitas, maka pandangan hidup suatu bangsa atau nilai budaya suatu bangsa mulai lepas dari genggaman tangan pemiliknya. Salah satu kebudayaan yang masih ada sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang adalah upacara sekaten. Grebeg sekaten adalah salah satu peristiwa yang penting bagi keraton Yogyakarta. Upacara grebeg sekaten dimaknai sebagai upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan kepada rakyat. Selain sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, upacara Grebeg Sekaten ini sebagai sarana menyebarkan dakwah agama Islam. Meskipun Upacara adat grebeg sekaten ini sudah berabad-abad lamanya dijalankan, upacara Sekaten masih terjaga sampai sekarang. Tradisi ini sudah ada sejak jaman kerajaan Demak (abad ke 16) dan diadakan setiap bulan ke tiga dalam tahun jawa.

2 Upacara adat grebeg sekaten dalam pelaksanaannya memiliki simbol-simbol yang terdapat pada setiap prosesinya. Sekaten sebagai salah satu tradisi masyarakat Yogyakarta sarat dengan penggunaan bahasa, baik bahasa suara, bahasa gerak, dan bahasa visual. Bahasa, yang pertama adalah sistem ungkap melalui suara yang bermakna, dengan satuan-satuan utamanya berupa kata dan kalimat, yang masing-masing memiliki kaidah-kaidah pembentukannya. Kedua, bahasa yang berarti bermakna kiasan, istilah bahasa juga digunakan untuk menamakan cara-cara ungkap apapun yang mempunyai susunan dan aturan. Kekhasan budaya dapat diamati dalam upacara adata grebeg sekaten, sebagai penanda maupun sebagai petanda dengan penggunaan bahasa baik bahasa suara, bahasa gerak, dan bahasa visual. Bahasa suara, dalam grebeg sekaten sebagai sistem ungkap melalui suara yang bermakna, baik kata-kata maupun kalimat yang masing-masing membentuk struktur sekaten. Upacara adat grebeg sekaten yang dibangun dari satuan-satuan unsur yang membentuk, masing-masing memiliki struktur dan kaidah yang sangat kompleks. Unsur dalam cerita atau lakon, unsur musik, suara gending (termasuk suara masing-maing instrumen/ricikan gamelan), suara gerongan, suara sindenan, suara tembang, dan sebagainya tergatung ruang dan waktu. Bahasa gerak, bisa dilihat pada saat mereka berekspresi, berakting, berkomunikasi dengan penonton, dan sebagainya. Bahasa visual, dapat diamati lewat sarana dan properti grebeg sekaten; gunungan beserta lauk pauknya, jajan pasar, penggunaan kostum pelaku, dan sebagainya.

3 Upacara adat grebeg sekaten mempunyai peran penting dalam penyebaran agama Islam, karena dalam menyebarkan suatu agama dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai adat tidaklah mudah. Pada awalnya Hindu-Budha adalah kepercayaan awal yang masuk ke Indonesia sebelum Islam datang. Islam dalam penyebarannya di pulau Jawa tidak lepas dari kiprah para wali, mereka mempunyai cara dan siasat tersendiri untuk memperkenalkan islam kepada masyarakat yang masih kental dengan kepercayaan Hindu-Budha, ditambah dengan keadaan masyarakat jawa yang terkenal dengan sifatnya yang konservatif dan sulit menerima ajaran baru apalagi ajaran baru tersebut bertentangan dengan adat Jawa. Salah satu metode penyebaran agama Islam pada waktu itu adalah dengan pendekatan budaya. Metode ini digunakan karena pada saat itu budaya dan seni berkembang dengan baik. Melalui metode tersebut, Islam disebarkan dengan memasukkan berbagai ajaran Islam dengan proses asimilasi dan akulturasi. Sekaten identik dengan pasar malam, tempat hiburan untuk rakyat. Suatu event besar kerajaan yang menjadi magnet bagi rakyat untuk mengunjunginya. Sekaten sendiri dalam sejarahnya memang diadakan dalam rangka menyebarkan ajaran Islam, dimana kelahiran Nabi Muhammad SAW dipilih sebagi medianya. Tradisi kuno ini telah dimulai sejak kerajaan Demak dan berlangsung hingga sekarang di Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Sukarta. Asal usul sekaten mempunyai versi yang berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat, yang pertama berasal dari istilah dalam agama Islam, yaitu Syahadatain. Sekaten dalam proses islamisasi di tanah Jawa sangat berhubungan

4 erat. Para wali dalam menyebarkan agama Islam menggunakan berbagai cara berdakwah, di antaranya melalui media budaya. Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang adalah tokoh yang menggunakan cara berdakwah tersebut. Pada saat perayaan maulid Nabi Muhammad, Sunan Kalijaga berencana mengadakan pertunjukan wayang kulit sekaligus untuk menarik perhatian orangorang agar memeluk agama Islam. Untuk melihat pertunjukan terebut tiket masuknya hanya satu yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, dan itu berarti mereka memeluk agama islam. Seiring berjalannya waktu, pengucapan Syahadatain oleh orang Jawa mulai bergeser menjadi sekaten. Versi yang kedua dari asal-usul kata sekaten adalah Sekati, yaitu nama gamelan pusaka Kyai Sekati milik kerajaan Demak. Gamelan sendiri adalah media hiburan yang digemari saat itu, sehingga Sunan Kalijaga memanfaatkan gamelan dan tetabuhan yang dimainkan di halaman Masjid Agung untuk menarik perhatian masyarakat pada waktu itu yang belum mengetahui ajaran Islam. Dengan adanya tetabuhan yang dibunyikan ini masyarakat berbondong-bondong datang untuk menikmati gamelan, masyarakat diberikan ceramah-ceramah ringan mengenai Islam dan pengenalan ajaran-ajaran Islam. Tentu saja dengan materi yang sederhana dan mudah dimengerti, mengingat pada saat itu Islam adalah agama baru yang sedang berkembang. Dengan adanya keramaian ini, banyak masyarakat yang kemudian berjualan disekitar halaman masjid dan alun-alun. Tradisi yang rutin digelar setiap bulan maulud dan masyarakat yang berjualan disekitar masjid ini kemudian berkembang menjadi suatu acara besar yang bisa dikatakan mirip dengan arena pasar malam. Keluar dan ditabuhnya gamelan Kyai

5 Sekati serta syiar ajaran Islam ini kemudian secara familiar oleh masyarakat disebut dengan acara Grebeg Sekaten. Tradisi ini berlanjut hingga kerajaankerajaan Islam setelah era kerajaan Demak. Pada masa Kasultanan Yogyakarta berdiri, Sekaten menjadi event besar kerajaan. Tempat rakyat berkumpul dan mencari hiburan,meskipun begitu semangat dalam mencari syiar Islam tetap menjadi kegiatan utama. Dalam perkembangannya Sekaten kemudian menjadi acara menarik yang ditunggu-tunggu rakyat kerajaan. Acara yang seakan menjadi kewajiban bagi rakyat untuk mengunjunginya, bahkan bagi mereka yang berada di pelosok atau di tempat yang jauh dari pusat kerajaan. Saat ini meskipun tradisi Sekaten bagi masyarakat Yogyakarta tetap berlangsung dan meski pelaksaannya sudah tidak sekuat era kerajaan dahulu, namun Sekaten dengan tradisi dan ritualnya tetap menyimpan keunikan dan kekhasan yang tidak dapat ditemui di arena pasar malam lainnya. Pemaknaan penting simbolik dalam acara Grebeg Sekaten adalah sebuah Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan, di mana gunungan tersebut terbuat dari beras ketan, makanan, buah-buahan dan sayur-sayuran hasil bumi masyarakat. Arak-arakan gunungan ini dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung untuk didoakan. Gunungan ini dipercaya akan membawa berkah bagi mereka yang berhasil mendapatkannya. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini kemudian oleh masyarakat dibawa pulang untuk disimpan atau ditanam di sawah/ ladang, agar sawah/ladang mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan

6 malapetaka. Untuk memaknai setiap prosesi upacara adat Grebeg Sekaten diperlukan kajian semiotika dalam pelaksanaannya. Dalam konsep semiotik oleh Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi antara yang ditandai dengan yang menandai. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain petanda adalah bunyi atau coretan yang bermakna. Semiotika biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda dan sinyal yang bisa diakses dan diterima oleh indera yang kita miliki. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E Porter (dalam Mulyana, 2000),"Pesan Komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima". Pesan non verbal mempunyai klasifikasinya dalam pesan non verbal itu sendiri yang sebagaimana tercantum menurut Larry A Samovar dan Richard E Porter mengklasifikasikan pesan-pesan non verbal kedalam dua kategori utama. Kategori pertama yaitu perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian,gerakan, postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,sentuhan, bau-bauan, dan bahasa. Kategori yang kedua yaitu ruang, waktu dan diam.

7 Berdasarkan konsep makna dan pemaknaan tanda maka penulis menggunakan klasifikasi tersebut sebagai acuan untuk melakukan penelitian. Seperti pada upacara adat grebeg sekaten dimana dalam setiap prosesinya terdapat pergerakan dan perlengkapan yang mengandung tanda yang tidak semua orang mengetahui makna dan pesan yang disampaikan dalam tradisi grebeg sekaten kepada masyarakat awam. Dari latar belakang tersebut maka karena itulah dipilih "Pemaknaan Tradisi Sekaten Di Yogyakarta (Tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure )" sebagai judul penelitian. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana pemaknaan penanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan semiotika Ferdinand de Saussure? 2) Bagaimana pemaknaan petanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan semiotika Ferdinand de Saussure? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mendeskripsikan pemaknaan penanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure. 2) Untuk mendeskripsikan pemaknaan petanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoretis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu budaya secara umum

8 dan dalam penyelenggaraannya secara teoretis khususnya yang berkaitan dengan pemaknaan berdasarkan tanda dan petanda. 1.4.2 Manfaat praktis : Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah untuk lebih mendekatkan tradisi sekaten kepada masyarakat, memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang pesan yang terkandung dalam upacara adat grebeg sekaten di keraton Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat penulis dan pembaca lebih mengetahui dan dapat menambah wawasan dalam bidang budaya khususnya dalam upacara adat grebeg sekaten. 1.5 Penegasan Istilah a. Tradisi : adalah segala sesuatu seperti adat istiadat, kepercayaan, gaya hidup nilai-nilai, norma-norma taat kelakuan dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012:1483) b. Sekaten : adalah salah satu peristiwa yang penting bagi Keraton Yogyakarta. Upacara grebeg sekaten dimaknai sebagai upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan kepada rakyat. Selain sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, upacara Grebeg Sekaten ini sebagai sarana menyebarkan dakwah agama Islam. (Haryanto, 2012:76) c. Semiotika : adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari psikologi sosial.

9 Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. (Saussure dalam Sobur, 2004:12) d. Penanda : adalah aspek material, apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. (Sobur, 2004:46) e. Petanda : adalah gambaran mental, pikiran atau konsep, dan petanda adalah aspek mental dari sebuah tanda. (Sobur, 2004:46)