BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekedar cerita khayal atau angan dari pengarang saja. Melainkan sastra merupakan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya. Hal tersebut yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya ssatra. Menurut Noor (2010:9) sebuah karya sastra meskipun bahan inspirasinya diambil dari dunia nyata, tetapi sudah diolah oleh pengarang melalui imajinasinya sehingga tidak dapat diharapkan realitas karya sastra, sama dengan realitas dunia nyata. Di dalam karyanya pengarang mengangkat masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan. Salah satu permasalahan yang bisa diangkat dalam karya sastra adalah masalah tentang penyimpangan sosial. Menurut Zenden dalam Sunarto (2004: 177) penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Jadi yang dimaksud dengan penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma sosial. Apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi patokan baku di dalam masyarakat maka akan mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut dapat bermacam-macam sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu, masyarakat berperan penting dalam menyikapi setiap penyimpangan sosial yang terjadi. 1
2 Masalah penyimpangan sosial sering sekali ditemukan dalam masyarakat. Masalah tersebutjuga ditemukan dalam karya sastra yang berbentuk novel. Salah satu novel yang mengangkat masalah sosial adalah novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung.Novel tersebut merupakan novel yang mengangkat berbagai permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Permasalahan tersebut tentu berkaitan dengan penyimpangan sosial. Giyanto Jangkung sebagai penulis novel begitu kritis dan teliti dalam melihat persoalan penyimpangan sosial yang terjadi pada masyarakat. Salah satu contoh penyimpangan sosial terjadi pada tokoh Suri yang dikisahkan dalam novel sebagai wanita penghibur.penyimpangan sosial tersebut berkaitan dengan bentuk penyimpangan yang berhubungan dengan penyimpangan perilaku seksual yaitu mengenai pelacuran. Dalam masyarakat pelacuran begitu diharamkan keberadaannya. Bahkan tokoh-tokoh agama sering menyerukan agar semua tempat prostitusi di Indonesia untuk diberhentikan aktivitasnya. Berikut adalah kutipan yang menunjukkan adanya pelacuran yang dikisahkan di dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali. Memang berat rasanya, ternyata kenyataannya aku sekarang ini hanya menjadi pelacur. Mau ngomong apa? Bahkan aku telah kehilangan pegangan hidup. Aku pun tidak mampu berusaha agar hidup dan keberadaanku berguna bagi negara dan bangsa atau paling tidak berguna bagi sesama, seperti doa dan kidung Simbok dulu (Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali : 35). Teks di atas, memberikan bukti adanya aktivitas pelacuran di dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali, hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang pelakunya. Salah seorang wanita penghibur tersebut terlihat sedang bercerita kepada salah satu temannya. Wanita itu menceritakan bahwa kini dia harus menerima kenyataan hidup yang pahit. Sesungguhnya keadaan tersebut sebenarnya tidak pernah diinginkannya.
3 Namun karena beberapa alasan yang mungkin tidak dapat diungkapan. Kini hidupnya semakin hancur karena telah kehilingan pegangan hidup. Pegangan hidup tersebut bisa berarti kepercayaannya terhadap Tuhan. Dengan demikian, dia sampai mengatakan bahwa hidupnya tidak berguna lagi. Bahkan untuk berguna bagi sesama manusia yang sudah menjadi fitroh bagi setiap makhluk sosial. Dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali Karya Giyanto Jangkung juga ditemukan penyimpangan sosial lain. Penyimpangan sosial tersebut berhubungan dengan kejahatan terorganisasi berupa pengedaran narkotika. Penyimpangan sosial itu dilakukan oleh tokoh yang disebutkan sebagai salah satu adik dari Marsih. Seperti halnya yang terjadi di masyarakat saat ini bahwa sindikat peredaran narkoba selalu melibatkan remaja, maka dalam novel juga ditemukan peristiwa serupa. Sampai pada akhirnya kedua adik laki-laki dari Marsih harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Marsih memang tidak menceritakan awal-awal dari perjalanan hitamnya yang jelas, sudah hampir lima tahun ia menjadi penghuni komplek Lemah Kuning dan menjadi anak buah Bu Mukri. Adik laki-lakinya yang satu telah menjadi penghuni Nusa Kambangan karena terlibat sindikat penjualan obatobatan terlarang. Sementara Marsih sudah tahu di mana persembunyian adik laki-lakinya yang bungsu yang sekarang menjadi buron polisi (Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali: 48). Pada teks di atas, terdapat penyimpangan sosial yang berupa tindak kejahatan terorganisasi, yaitu masalah pengedaran narkotika. Persoalan pengedaran narkotika tersebut disebutkan di dalam novel. Selain itu dibuktikan oleh Marsih yang menuturkan bahwa kedua adiknya terlibat dalam pengedaran narkotika. Menurut Marsih akibat perbuatan yang dilakukan oleh kedua adiknya harus berurusan dengan polisi. Bahkan salah satu adiknya telah menjadi penghuni lapas Nusa Kambangan karena perbuatan tindak kriminalitas tersebut. Sedangkan menurut Marsih adiknya
4 yang bungsu keberadaannya tengah dicari oleh polisi. Oleh karena hal tersebut Marsih tidak pernah lagi mendengar kabar dari kedua adiknya. Dengan demikian, maka peneliti beralasan bahwa masalah penyimpangan sosial begitu menarik untuk diteliti. Karena saat ini persoalan penyimpangan sosial marak terjadi pada lingkungan masyarakat. Dari persoalan tersebut penyimpangan sosial sering menimpa anak remaja. Berita mengenai penyimpangan sosial yang salah satunya mengenai pelacuran saat ini dilakukan oleh para remaja. Munculnya berita tersebut maka peneliti menjadi semakin ingin mengetahui mengapa penyimpangan sosial dapat terjadi. Penelitian ini akan menganalisis bentuk-bentuk penyimpangan sosial serta faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali. Analisis ini menggunakan pendekatan yang erat kaitannya dengan masalah yang akan diungkapkan, yaitu pendekatan sosiologi sastra. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini mengambil judul Penyimpangan Sosial dalam Novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jngkung. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, yaitu mengenai penyimpangan sosial maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial apa saja yang terdapat dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung? 2. Apakah faktor penyebab penyimpangan sosial yang terdapat dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung?
5 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk penyimpangan sosial yang terdapat dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi sumbangan kepada ilmu sastra, yaitu dalam bidang sosiologi. Dalam hal ini, khususnya tentang penyimpangan sosial yang terdapat dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung. Oleh karena itu, maka bentuk-bentuk penyimpangan sosial yaitu; tawuran atau perkelahian antarpelajar, penyalahgunaan narkotika, obat-obat terlarang, dan minuman keras, hubungan seksual, dan tindak kriminalitas atau tindak kejahatan. Beberapa bentuk penyimpangan sosial tersebut ditemukan di dalam novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman pembaca terhadap masalah-masalah penyimpangan sosial. Selain itu diharapkan agar dapat memberikan wawasan dalam bidang sastra kepada mahasiswa. Khususnya kepada para remaja yang begitu rentan terjerumus pada penyimpangan sosial dilingkungannya. Baik pada lingkungan tempat tinggal atau lingkungan pendidikan atau sekolah.