RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan I. PEMOHON 1. Pemohon I, Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini diwakili oleh pengurusnya yang terdiri dari: Hambra. Gunawan. Eko Setiawan. Disril Revolin Putra. Lukman Nur Azis. Binsar Jon Vic S. Danang Wahyu Setyojati. Junian Sidharta. Joni Prasetiyanto. 2. Pemohon II, Drs. Omay Komar Wiraatmadja dan Sutrisno dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukum Rahmat Bagja, SH, LL.M., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Mei 2013; II. III. OBJEK PERMOHONAN Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945". 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon. IV. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah badan hukum privat yang berbentuk perkumpulan (Pemohon I) dan perorangan warga negara Indonesia yang pernah mengalami proses peradilan pidana dan tidak terbukti melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya (Pemohon II) yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya ketentuan a quo. Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah Pasal-Pasal tersebut menimbulkan ketiadaan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi Pemohon I dan Pemohon II. V. NORMA-NORMA YANG DI AJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 2 huruf g dan huruf i Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi: (g) kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah, (i) kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 6 ayat (1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
Pasal 9 ayat (1) huruf b Dalam melaksanakan tugasnya BPK berwenang: (b) meminta keterangan dan atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap Orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b 1. BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara pengelola BUMN/BUMD dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara 3. Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau: a) penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain b) pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara/pengelola BUMN/BUMD dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan c) pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Pasal 11 huruf a BPK dapat memberikan: (a ) pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan lembaga atau badan lain yang diperlukan karena sifat pekerjaannya B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu: Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Pengertian keuangan negara dan kekayaan negara dalam ketentuan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas; 2. Berlakunya Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara telah menimbulkan paradoks rasionalitas dalam pengaturannya, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan, pemeriksaan, pertanggungjawaban dan distribusi risiko, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pengelolaan BUMN guna mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat untuk mencapai tujuan bernegara; 3. Para Pemohon merasa ketentuan dalam Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara, tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam pengelolaan usaha BUMN dikarenakan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara yang telah memperluas ruang lingkup keuangan negara pada hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/bumn dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah; 4. Ketidakpastian dan ketidaksamaan hukum yang ditimbulkan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara menyebabkan pribadi maupun badan hukum BUMN yang merupakan subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang mandiri dan terpisah, yang dijamin dan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan akan berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya; 5. Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Keuangan Negara berpotensi mengabaikan keterkaitan antara keuangan negara dan subyek hukum negara sebagai badan hukum publik dalam menjaga kepastian pada kepentingan hukum yang harus dilindungi hukum keuangan negara; 6. Inkonsistensi yang timbul akibat adanya ketentuan Undang-Undang BPK di atas khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan, pertanggungjawaban dan distribusi risiko dalam pengelolaan keuangan BUMN, tidak diragukan lagi menimbulkan irasionalitas dalam pengaturan keuangan negara yang merupakan bagian dari keuangan publik, dimana dalam prakteknya akan merugikan kedudukan hukum BUMN selaku badan hukum perdata karena tidak adanya perbedaan secara tegas mana badan hukum publik dan badan hukum perdata yang menjadi bagian ruang lingkup kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan selaku pemeriksa pengelolaan keuangan negara;
7. Berlakunya Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a Undang-Undang BPK telah menciptakan ketidakpastian hukum dan hilangnya jaminan hukum bagi pengurus dan insan hukum BUMN dalam mengelola BUMN guna untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam mencapai tujuan bernegara dan persamaan di hadapan hukum. VII. PETITUM PRIMAIR 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap UUD1945; 2. Menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bertentangan dengan dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang frasa "termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah dan frasa kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah ; 3. Menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sepanjang frasa "termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah dan frasa kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. 4. Menyatakan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, dan Pasal 11 huruf a sepanjang kata Badan Usaha Milik Negara dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) sepanjang kata BUMN/BUMD dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, bertentangan dengan Pasal 23E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD1945. 5. Menyatakan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, dan Pasal 11 huruf a sepanjang kata Badan Usaha Milik Negara dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) sepanjang kata BUMN/BUMD dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. 6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya. SUBSIDAIR Bilamana setelah mencermati dan memeriksa Permohonan ini ternyata Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono; naar redellijkheid en billijkheid).