KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

BAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami

PEMODELAN ALIRAN PERMUKAAN 2 D PADA SUATU LAHAN AKIBAT RAMBATAN TSUNAMI TESIS MOHAMMAD BAGUS ADITYAWAN NIM :

BAB III DESKRIPSI MODEL

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

Pemodelan Penjalaran Gelombang Tsunami Melalui Pendekatan Finite Difference Method

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metode Penelitian

Kecepatan angin meningkat pada rasio H/W kecil dan sebaliknya Jarak >, rasio H/W < Kecepatan angin tinggi pada rongga yang dipengaruhi elevasi

KAJIAN GELOMBANG RENCANA DI PERAIRAN PANTAI AMPENAN UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Karakteristik Gelombang terhadap Struktur

Transformasi Gelombang pada Batimetri Ekstrim dengan Model Numerik SWASH Studi Kasus: Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

Bab V Analisa dan Diskusi

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

SOBEK Hidrodinamik 1D2D (modul 2C)

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG )

ANALISIS STABILITAS STRUKTUR BREAKWATER MENGGUNAKAN BATU BRONJONG DI SERANG BANTEN ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang

Pengaruh Perubahan Layout Breakwater Terhadap Kondisi Tinggi Gelombang di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

BAB-6 KESIMPULAN 6.2. Interferensi Komponen Hambatan

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami

BAB I PENDAHULUAN. langsung berada dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.2 METODOLOGI PERENCANAAN

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penerapan model arus pada saluran terbuka pada bagian hulu dan hilir

III METODE PENELITIAN

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB II TEORI TERKAIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari pemodelan yang telah dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. 1. Pemodelan rambatan gelombang dilakukan dengan menggunakan 2 persamaan pengatur yaitu persamaan Boussinesq dan St.Venant. 2. Batasan wet/dry dimodelkan dengan memberi nilai batasan minimum untuk kedalaman air pada setiap perhitungan. Titik grid yang memiliki nilai kedalaman hasil simulasi lebih kecil dari minimum kedalaman akan diberi nilai kedalaman dan kecepatan sama dengan 0. 3. Penerapan persamaan Boussinesq tidak dapat menggunakan batasan wet/dry. Beberapa referensi menyebutkan perlunya perlakuan khusus dan modifikasi persamaan pengatur untuk dapat memberikan syarat batas wet/dry untuk model Boussinesq. 4. Perbandingan antara persamaan Boussinesq dan St. Venant pada kasus saluran dengan kemiringan dasar tetap tanpa adanya run up menunjukkan bahwa kedua persamaan memberikan waktu rambat yang sama untuk input gelombang yang juga sama. Akan tetapi, profil gelombang hasil model St. Venant lebih cepat meluruh dibandingkan dengan model Boussinesq. Hal ini disebabkan adanya suku-suku dispersi pada persamaan Boussinesq. Pada persamaan St. Venant, suku potensial berpengaruh besar pada proses rambatan sehingga gelombang lebih cepat meluruh. 5. Pada simulasi dengan model setup yang sama dengan kajian eksperimental yang dilakukan oleh Synolakis, model St. Venant yang dikembangkan dapat memberikan profil gelombang dan tinggi run up menyerupai data eksperimen. Dibandingkan dengan model lain yang juga disimulasikan untuk kasus yang sama, model pada studi ini memberikan tinggi run up yang lebih mendekati V-1

data eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses run up, persamaan St. Venant dengan kondisi batas wet/dry yang diterapkan sudah baik. 6. Pada kasus-kasus sederhana dengan menggunakan kontur artificial, model St. Venant mampu memberikan hasil dengan profil yang umum terjadi pada daerah seperti pada kontur-kontur tersebut. 7. Pada kontur topografi dan bathimetri yang relatif kompleks, simulasi tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya caustic wave. Untuk mengatasi hal ini, diterapkan filter numerik (Hansen, 1962). Filter ini dapat mengatasi permasalahan akibat caustic wave dan hasil penerapannya dapat memodelkan dengan baik superposisi gelombang akibat adanya benturan gelombang datang dan gelombang pantul. 8. Untuk kasus dimana gelombang yang merambat membentur suatu struktur vertikal, tinggi gelombang gelombang maksimum di lokasi vertical wall sama dengan dua kali gelombang datang. 9. Penerapan GIS pada model berupa interpretasi citra untuk mendapatkan kontur dilakukan pada kasus Aceh. Hal ini dikarenakan data topografi pengukuran dan data sekunder yang dimiliki tidak mencakup seluruh domain model. Selain itu, proses griding untuk input model juga dilakukan dengan bantuan GIS. Beberapa keuntungan dari penggunaan GIS a. Untuk daerah yang luas dengan jumlah titik besar, metode ini sangat efisien dan tidak memakan waktu lama. b. Hasil yang dihasilkan lebih akurat dan human error dapat diminimalkan. c. Kontur dengan resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggabungkan hasil interpretasi citra dengan data pengukuran di beberapa lokasi. Biaya survey pengukuran di lapangan dapat ditekan 10. Karena tidak ada data mengenai tinggi gelombang di sekitar perairan Aceh, maka input gelombang menggunakan pengukuran yang dilakukan oleh kapal ikan Mercator di lepas pantai Thailand. Tercatat adanya 3 gelombang datang sebagai berikut: V-2

a. Gelombang pertama, A = 4 meter, T = 1000 detik, L = 20,765 km b. Gelombang kedua, A = 1.8 meter, T = 900 detik, L = 18,216 km c. Gelombang ketiga, A = 5 meter, T = 1000 detik, L = 21 km 11. Tinggi gelombang ketika merambat akibat masing-masing gelombang mencapai 20 meter dengan panjang gelombang 2 kilometer. Tinggi dan panjang gelombang yang terjadi memenuhi kriteria sebagai tsunami (Bab 2.5). 12. Lebih kurang 900 detik sebelum gelombang mencapai garis pantai (+0.00), elevasi muka air di sekitar garis pantai turun. Hal ini terjadi akibat gelombang datang menarik masa air yang ada di depannya. Garis pantai yang terbentuk ketika surut terendah maju hingga kurang lebih 1,5 km ke arah laut. 13. Tinggi rambatan pada saat maksimum kurang lebih 43 meter. Gelombang merambat di darat sejauh 20 km dari garis pantai dengan kedalaman bervariasi antara 10-20 meter. Total waktu yang diperlukan dari mulai terjadinya run up hingga kembali surut kurang lebih 10000 detik. 14. Batasan kondisi gelombang dapat dimodelkan dengan menggunakan bilangan froude. Bilangan froude lebih besar dari 1 dapat dikategorikan sebagai gelombang pecah (beberapa referensi menyebutkan batasan nilai froude 0.5). Berarti, zona 1 dimana rambatan yang terjadi masih berupa gelombang adalah daerah dengan bilangan froude <1, sedangkan zona 2 dimana rambatan sudah tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang berada pada daerah dengan bilangan froude lebih besar atau sama dengan 1. 15. Analisis bilangan froude pada simulasi untuk kasus Aceeh menunjukkan bahwa bahwa gelombang datang pada umumnya berada pada zona 1 (froude kurang dari 1). Batasan terjauh dimana gelombang yang merambat di darat masih berada di zona ini adalah kurang lebih 4 km dari garis pantai. Setelah melewati batas ini, gelombang telah dapat dikategorikan berada di zona 2. 16. Untuk kasus tsunami Aceh, berdasarkan kriteria froude pada ujung puncak gelombang datang terjadi gelombang pecah dengan profil spilling yang umumnya cepat hilang. Hal ini terjadi ketika puncak gelombang runtuh. Akan tetapi, karena gelombang yang datang sangat panjang, maka pecahnya V-3

gelombang ini tidak dapat dijadikan batasan bagi zona 1 dan 2 karena gelombang yang pecah segera membentuk gelombang lagi karena besarnya masa dan cepat rambat gelombang. Pada rambatan di darat, profil gelombang pecah yang terjadi adalah collapsing. V.2 Saran 1. Untuk pengembangan early warning system dengan teknologi yang ada saat ini lebih cocok dengan menggunakan model St.Venant karena waktu simulasi yang lebih singkat. 2. Model yang telah dikembangkan belum dapat mensimulasikan adanya debris. Pemodelan dengan memasukkan pengaruh debris dapat dilakukan dengan merubah kekentalan (viskositas) ataupun massa jenis air di daerah dimana terdapat banyak debris. 3. Koefisien manning dapat lebih disesuaikan dengan kondisi lapangan per titik gridnya 4. Pengembangan model di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan menggabungkan persamaan Boussinesq dan St.Venant. Secara teoritis, penggabungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan simulasi untuk seluruh domain dengan persamaan St. Venant, dan kemudian menghitung ulang titik-titik yang berada di zona 1 dengan persamaan boussinesq. Perhitungan ulang harus memperhitungkan nilai dari simulasi dengan persamaan St.Venant. Nilai-nilai dapat dimasukkan dengan melakukan modifikasi nilai U dan koefisien matriks pada penyelesaian implisit model Boussinesq. 5. Batasan wet dry condition untuk model Boussinesq perlu diteliti lebih lanjut. 6. Pengembangan model di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan menggabungkan persamaan Boussinesq dan St.Venant. Secara teoritis, penggabungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan simulasi untuk seluruh domain dengan persamaan St. Venant, dan kemudian menghitung ulang titik-titik yang berada di zona 1 dengan persamaan boussinesq. V-4

Perhitungan ulang harus memperhitungkan nilai dari simulasi dengan persamaan St.Venant. Nilai-nilai dapat dimasukkan dengan melakukan modifikasi nilai U dan koefisien matriks pada penyelesaian implisit model Boussinesq. V-5