BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama. [1] Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban bertolak belakang dengan Aedes albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas). [2] Pada tahun 2006 selama periode Januari sampai September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu Jawa Barat, Sumatra dan Kalimantan Barat di 8 Kabupaten atau Kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB tahun 2006 ini menurun tajam di bandingkan dengan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi di 12 propinsi 35 Kabupaten atau Kota dengan jumlah kasus 3.136 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%). [3] Upaya penanggulangan DBD hingga saat ini belum optimal peningkatan kasus baru masih terjadi dari tahun ke tahun, meskipun angka kematian menurun. Tahun 2007 DBD telah berjangkit di 77.6% kabupaten/kota di Indonesia, dan terjadi epidemi di 11 propinsi, termasuk Jawa Tengah. [4] DBD bersifat menular, akut dan fatal, tetapi belum ada obat dan vaksinnya, sehingga pencegahannya hanya mengandalkan pengendalian vektornya, yaitu Aedes spp. [5] Program pengendalian Aedes aegypti selama ini mengutamakan pengasapan (fogging) pada fokus penularan dan pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kedua cara tersebut belum berhasil menurunkan densitas Aedes aegypti. [6]] Menurut Depkes, pada tahun 2007 indeks Aedes aegypti (house index, HI) masih 20,96%. Angka ini berbeda dengan publikasi hasil penelitian dimana HI lebih tinggi. HI di Kota Palembang mencapai 44,7%, [7] Jakarta
27,3%, [8] dan Semarang 47,3% - 53,49%. Data ini menunjukkan bahwa densitas Aedes aegypti masih tinggi. [9] Salah satu cara penggunaan insektisida yang efektif untuk pengendalian nyamuk adalah pencelupan kelambu dan korden dengan insektisida. Kelambu celup (impregnated bed ned, IBN) dan korden celup (impregnated curtins) telah terbukti efektif dalam pengendalian nyamuk Anopheles (vektor malaria), namun kurang efektif untuk nyamuk Aedes aegypti, karena aktifitas Aedes aegypti pada siang hari sedangkan kelambu digunakan pada malam hari. [3] Oleh karena itu, diperlukan modifikasi IBN ke bentuk yang lain, sesuai perilaku makan dan hinggap nyamuk Aedes. Nyamuk Aedes aegypti menghisap darah pada pagi hingga siang, dan sore hari hingga petang. Tengah hari yang panas, dan malam hari yang gelap, Aedes aegypti berhenti beraktifitas dan hinggap di tempat-tempat yang gelap, tersembunyi, dan tidak terganggu aktifitas manusia. Aedes aegypti lebih menyukai tempat hingga berwarna gelap. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dirancang suatu alat sederhana yang sesuai dengan kondisi tempat hinggap yang disukai nyamuk Aedes aegypti, yang disebut sebagai payung perangkap nyamuk, khususnya Aedes aegypti. Keberadaan gorden, jaket, baju dan celana yang bergantungan di dalam rumah merupakan tempat hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti. Salah satu jenis kain yang digunakan untuk gorden adalah katun dan kasa sedangkan baju biasanya dari bahan kaos. Mengingat pencucian gorden biasanya dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka pemakaian residu insektisida kain (katun dan kaos) diharapkan dapat membunuh nyamuk dewasa dan menurunkan kepadatan vektor DBD. [10] Racun kontak pada umumnya bekerja masuk ke dalam tubuh serangga melalui kontak tubuh serangga dengan permukaan media yang mengandung racun tersebut sehingga merusak system syaraf serangga. [11] Sifat insektisida permethrin adalah berspektrum luas, bekerja cepat pada sasaran, sangat efektif pada dosis rendah, relatif aman bagi manusia, tidak berbau serta residu dapat bertahan sampai 6 bulan. [12]
Aedes aegypti akan terbunuh, karena sebelum dan sesudah menggigit, maupun waktu menunggu proses perkembangan telur, harus hinggap di tempat istirahat yang ada di lingkungan dalam rumah, diharapkan semua nyamuk Aedes aegypti akan kontak dengan residu insektisida yang dipasang dalam rumah. Payung perangkap adalah alat yang menyerupai payung, dengan atap berupa kain berwarna hitam. Atap payung bagian dalam diberi sirip atau kain yang digantungkan atau dijahit di sela-sela jeruji, dengan ukuran 40x40 cm. kain ini sebagai tempat untuk hinggap dan bersembunyi bagi nyamuk Aedes aegypti. Atap payung dan sirip-siripnya merupakan satu kesatuan bangunan payung, yang dapat dilepas dari rangkanya untuk dicelup dengan insektisida. Payung perangkap ini dilengkapi dengan tiang penyangga setinggi 80 cm. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya yaitu : 1. Apakah model payung perangkap nyamuk efektif untuk mengendalikan Aedes aegypti? 2. Model payung dari jenis kain manakah yang dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti paling banyak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model payung perangkap nyamuk Aedes aegypti yang efektif. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati pada masingmasing model payung perangkap nyamuk. b. Menentukan model payung perangkap nyamuk yang paling efektif, dibuktikan dengan jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati.
D. Manfaat Penelitian 1. Praktis Memberikan gambaran dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam menurunkan kebijakan dan strategi dalam pemilihan model payung perangkap nyamuk yang digunakan untuk pengendalian vektor nyamuk penyakit DBD. 2. Teoritis dan Metodologis Menambah kepustakaan dan bahan informasi mengenai efektifitas model payung perangkap nyamuk untuk pengendalian DBD, yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh peneliti lain. E. Bidang Ilmu Penelitian ini dalam lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Epidemiologi penyakit yang ditularkan vektor (serangga). F. Keaslian Penelitian Terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya, dari ketiga penelitian di bawah hanya meneliti jumlah nyamuk Aedes yang terperangkap pada insektisida. Penelitian ini membedakan jumlah nyamuk yang terperangkap mati pada payung hitam bahan katun, kain hitam kaos, kain lurik bahan katun dan kain lurik bahan kaos. Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti (th) Judul Jenis 1. Abdul syukur 2008 Efikasi beberapa jenis kain berinsektisida deltamethrin terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti Penelitian Post-test only control group desaign Penelitian bebas kain berinsektisida deltamethrin Variable terikat jumlah kematian Aedes aegypti Hasil Ada hubungan yang bermakna secara statistik presentase kematian nyamuk Aedes aegypti pada berbagai variasi dosis tiap jenis kain dengan nilai 0,05.
2. Nanang Hasanah 2008 Uji efektifitas insektisida cynoff terhadap daya bunuh vektor demem berdarah dengue (DBD) Aedes aegypti (studi pada nyamuk di daerah endemis DBD Kelurahan Tembalang Eksperimen Randomized post-test with group Design bebas veriabel penyemprotan dengan cynoff terikat jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati Insektisida cynoff masih efektif terhadap nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Tembalang 3. Win Kurniayanto 2007 Efektifitas permetrin 100 EC pada kelambu nylon dengan tiga cara pemolesan terhadap vektor malaria Anopheles Aconitus donits Eksplanatory Quasi eksperimental research bebas remas dalam plastik,di celup dan di semprot terikat permetrin 100 EC pada kelambu nylon Efektifitas kelambu nylon berinsektisida sampi dengan minggu ke enam pada kelambu remas sebesar 88,89%, kelambu celup biasa sebesar 96,67% dan pada kelambu semprot sebesar 98,89%