DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar berlakunya perjanjian sewa beli adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA KRISNA FINANCE SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

TINJAUAN YURIDIS PELELANGAN BARANG JAMINAN DALAM KREDIT BERMASALAH PADA KANTOR PELAYANAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

ABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN SEPEDA MOTOR BEKAS ANTARA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE CABANG MUARA BUNGO DENGAN DEALER OEDAY MOTOR

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

Transkripsi:

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN Angga Wisnu Firmansyah*, Siti Malikhatun B, Dewi Hendrawati Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : Anggawisnuf19@yahoo.co.id ABSTRAK Perjanjian beli sewa tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan melainkan tumbuh di masyarakat seiring perkembangan jaman. Para pihak di dalam melakukan perjanjian beli sewa harus berdasarkan syarat-syarat yang berlaku yang berkembang dalam praktek sehari-hari. Apabila diantara pihak penjual dan pembeli telah mengadakan perjanjian beli sewa dan dinyatakan memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya wanprestasi dari salah satu pihak dikemudian hari. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli Kendaraan Bermotor di Kabupaten Grobogan dan bagaimana kendala yang dihadapi para pihak serta upaya penyelesaian sengketa yang terjadi pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Kabupaten Grobogan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang pada awalnya meneliti data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat, dan bersifat deskriptif analitis. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian baku dalam sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata) dalam hukum perjanjian. Kendala yang dihadapi para pihak berupa bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor adalah 1). tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, 2). Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan, 3). Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat serta 4). Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. Penyelesaian sengketa atau masalah pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor biasanya dari pihak yang menyewakan menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam prakteknya lebih sering menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dirasa lebih efektif dan tidak rumit. Kecuali apabila pihak penyewa benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya. Kata Kunci: Wanprestasi, Perjanjian, Sewa Beli. I. PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian di Indonesia yang selanjutnya diikuti pula dengan perkembangan berbagai bentuk macam transaksi, salah satu contohnya adalah sewa beli. Hal paling pokok yang menyebabkannya adalah karena para konsumen/pembeli memiliki dana yang terbatas. Pembelian barang bergerak misalnya kendaraan bermotor dengan sewa beli dipandang sangat membantu pembeli dan sesuai dengan kemampuan mereka untuk dapat memiliki barang yang diinginkannya tersebut. Sewa beli ini menawarkan cara-cara pembayaran dengan angsuran dalam beberapa kali dan dalam 1

jangka waktu yang relatif lama, yang tidak dijumpai dalam sistem pembayaran tunai. Hal inilah yang menyebabkan sistem sewa beli tersebut semakin populer di masyarakat, tanpa terpikirkan persoalan-persoalan hukum yang mungkin timbul di kemudian hari, praktik sewa beli yang banyak dilakukan di masyarakat adalah sewa beli kendaraan bermotor, hal itu dibuktikan dengan adanya lembaga pembiayaan seperti PT. Laksana Motor dan Rudy Sanjaya Motor di Kabupaten Grobogan. Umumnya pranata sewa beli menggunakan bentuk perjanjian baku (standard form contract) yang mengikat penjual dan pembeli. Klausul-klausul dalam perjanjian tersebut telah dibuat sebelumnya oleh pihak penjual tanpa melibatkan pihak pembeli dan pihak pembeli tinggal tanda tangani. Pembeli yang membutuhkan kendaraan harus menerima dan menyetujui klausul-klausul yang dipersiapkan oleh penjual. Calon pembeli yang tidak menyetujui klausul-klausul dalam perjanjian tersebut akan menanggung resiko tidak memperoleh kendaraan atau barang-barang yang diinginkan. Pranata sewa beli (hire purchase), pranata jual beli angsuran dan sewa guna usaha (leasing) merupakan pranata hukum perjanjian yang per kembangannya didasarkan pada "Kebebasan Berkontrak" sebagai dasar dari hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 junto Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Isi dari Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata adalah: "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya". Umumnya persoalan dalam perjanjian sewa beli timbul apabila terjadi penarikan objek perjanjian. Penarikan menurut Undang-undang akan memerlukan waktu yang relatif lama, karena harus melalui perintah hakim. Untuk menghindari risiko tersebut, sering pihak penjual menempuh jalan pintas dengan penarikan kendaraan secara langsung. Bahkan sering menggunakan aparat keamanan untuk menarik kendaraan tersebut dari pembeli di manapun berada. Tindakan penjual tersebut walaupun dicantumkan dalam perjanjian, dapat diidentifikasi sebagai praktik perampasan. Salah satu klausula dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor yang kerap menimbulkan masalah adalah klausula yang memberikan hak dan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan kendaraan secara sepihak sebagai bentuk penyelesaian terhadap wanprestasi oleh pihak pembeli sewa. Penarikan kendaraan secara sepihak oleh perusahaan pembiayaan dalam perjanjian sewa beli menimbulkan masalah bagi pembeli sewa karena dengan adanya penarikan kendaraan tersebut maka tidak jelas nasib sejumlah besar uang muka dan semua angsurannya yang telah 2

dibayarkan karena dalam perjanjian yang disepakati, konsumen dianggap telah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan atas penarikan kendaraan. 1 Hal ini juga ketidakseimbangan dalam perjanjian tersebut memberi dampak pada perlindungan hak yang sepihak pada penjual daripada pembeli, sehingga lebih banyak risiko atau kerugian yang harus dipikul oleh pembeli. Tentu hal ini tidak dikehendaki dan tidak di benarkan oleh hukum, karena hukum bertujuan untuk memberi keadilan dan mengayomi semua pihak. Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat dan menguraikan tentang prosedur perjanjian, dan penyelesaian perselisihan atau sengketa dalam perjanjian sewa beli dalam bentuk penulisan hukum yang berjudul : "Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Wilayah Kabupaten Grobogan. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli Kendaraan Bermotor di Kabupaten Grobogan? 2. Bagaimana kendala yang dihadapi para pihak serta upaya penyelesaian sengketa yang terjadi pada perjanjian 1 Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen instrumen Hukumnya. Citra Aditya Bhakti : Bandung, 2000, hlm. 212 sewa beli kendaraan bermotor di Kabupaten Grobogan? II. METODE PENELITIAN Metode pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu penelitian yang pada awalnya meneliti data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat, 2 terkait dengan perjanjian sewa beli kendaraan terhadap penyelesaian sengketa di wilayah Grobogan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Kabupaten Grobogan a. Pengaturan Sewa Beli Kendaraan Bermotor Dalam Perjanjian Baku di Kabupaten Grobogan Dasar hukum dari perjanjian beli sewa di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1338 dan 1320, serta surat keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor: 34/KP/II/80 tentang perizinan perjanjian beli sewa 2 Soerjono Soekanto, Op. cit, 2006, hlm 52 3

dan Yurisprudensi MA tanggal 16 Desember 1957. Perjanjian sewa beli sendiri pada umumnya belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga banyak menimbulkan berbagai ketidakpastian tentang lembaga sewa beli. Namun, perjanjian sewa beli ini muncul sebagai kebiasaan dalam praktik perdagangan yang bersumber pada asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undangundang Hukum Perdata). Pengaturan perjanjian sewa beli di Indonesia, melalui keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi nomor 34/KP/II/80 tentang Perizinan Kegiatan Sewa Beli (Hire Purchase), jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting), seringkali di dalam praktik terdapat kesimpangsiuran dan masih ditemukan kesulitan. Misalnya, yang menyangkut obyek dari perjanjian sewa beli, bagaimana pengaturan perjanjiannya, risikonya dan sebagainya. Hal ini karena Indonesia belum memiliki ketentuan yang merupakan pedoman dalam mengatur lalu lintas perjanjian sewa beli, di samping terjadinya peningkatan akan kebutuhan konsumsi masyarakat akan suatu barang. Berkaitan mengenai Sewa beli Kendaraan Bermotor mekanisme pengaturan terdapat sistem dalam KUH Perdata. Sewa beli tersebut merupakan suatu perjanjian yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal tersebut sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi : Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan sepakat bersama kedua pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Sistem dalam KUH Perdata merupakan sistem terbuka. Artinya, diakui adanya asas kebebasan berkontrak, seperti dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Berdasarkan asas tersebut, para pihak dapat mengadakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali belum diatur dalam KUH Perdata maupun undang-undang lain. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut maka lahirlah sewa beli sebagai terobosan dari jual beli tunai dan merupakan varian jual beli angsuran. Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata 4

3 tentang asas kebebasan berkontrak dimungkinkan untuk lahirnya perjanjianperjanjian baru, sesuai kebutuhan praktek bisnis yang sebelumnya belum diatur oleh undang-undang, termasuk perjanjian sewa beli. Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa sistem dalam KUH Perdata memungkinkan para pihak mengadakan persetujuanpersetujuan yang sama sekali belum diatur dalam KUH Perdata maupun peraturan perundang-undangan. 3 Perjanjian sewa beli Kendaraan Bermotor pada prakteknya, selalu diadakan dalam bentuk tertulis, meskipun bentuk tertulis bukanlah syarat untuk sahnya perjanjian sewa beli. Perjanjian sewa beli yang sering dijumpai dalam praktek, berbentuk formulir yang klausula-klausulanya sebagian besar sudah dibakukan, dan hal-hal yang belum dibakukan hanya meliputi harga dari objek sewa beli, cara pembayaran, jenis atau kualitas barang, jangka waktu sewa beli dan lain-lain, sedangkan ketentuan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab para pihak telah dibakukan. Dalam akta perjanjian, diterangkan hubungan yang dikehendaki Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan- Persetujuan Tertentu, Bandung, PT. Sumur, 1991, hlm 14-15 para pihak adalah hubungan sewa beli antara Perusahaan otomotif sebagai pihak pertama / pelaku usaha / penjual, dengan konsumen atau disebut pembeli / penyewa / pihak kedua selanjutnya disebut Pembeli, bahwa Penjual telah menyerahkan kepada pembeli, sebagaimana Pembeli telah menerima dari Penjual atas dasar perjanjian sewa beli. b. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Kabupaten Grobogan Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sistem terbuka sebagai sistem dalam KUH Perdata yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, maka bentuk perjanjian sewa beli pada dasarnya adalah bebas. Para pihak diberi kebebasan untuk memilih bentuk perjanjian yang mereka kehendaki, yaitu dapat secara lisan maupun tulisan. Perjanjian secara tulisan dapat dibedakan yaitu dengan akte di bawah tangan atau dengan akte notaris. Namun di dalam prakteknya perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, selalu dituangkan dalam bentuk tertulis dengan akta di bawah tangan, yaitu dalam bentuk perjanjian baku/standar (standard contract). Di sini pihak yang menyewakan (kreditur) telah menyediakan formulir 5

(blanko) yang telah memuat isi atau klausula-klausula perjanjian tersebut untuk para calon penyewa (debitur). Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor biasanya dituangkan dalam bentuk standar maka proses pembuatannyapun juga mudah, yaitu apabila ada yang mengajukan permohonan perjanjian sewa beli untuk jenis kendaraan tertentu, maka pihak yang menyewakan (kreditur) hanya tinggal menyodorkan yang sebelumnya telah mereka persiapkan kepada calon penyewa (debitur). Sedangkan calon penyewa (debitur) juga tinggal menandatangani perjanjian sewa beli tersebut, jika calon penyewa (debitur) tersebut setuju dengan isi dari surat perjanjian yang disodorkan oleh pihak yang menyewakan (kreditur), maka perjanjian sewa beli sepeda motor pun dapat berlangsung. Dengan ditandatanganinya surat perjanjian oleh kedua pihak, maka terjadilah perjanjian sewa beli. Jadi tidak memerlukan beberapa saksi, pada umumnya surat perjanjian sewa beli tersebut cukup ditempeli dengan materai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) agar kekuatan hukum lebih kuat. Calon penyewa (debitur) akan menerima kendaraan yang dibelinya secara kredit setelah penyewa : (debitur) tersebut lebih dahulu membayar uang muka kepada pihak yang menyewakan (kreditur). Mengenai jumlah uang muka yang harus dibayar oleh penyewa (debitur), biasanya besarnya uang muka tersebut sudah ditentukan oleh pihak yang menyewakannya (kreditur), sedangkan calon penyewa hanya bersikap pasif. 4 Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Berdasarkan dari perjanjian sewa beli dapat disimpulkan tentang hak dan kewajiban para pihak sebagai berikut : a. Hak yang menyewabelikan 1. Berhak meminta dan menerima harga pembayaran, baik berupa uang muka maupun uang angsuran sesuai dengan perjanjian. 2. Berhak menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak penyewa beli tidak membayar uang angsuran. 3. Berhak menarik kembali kendaraan 4 Hasil wawancara dengan Ny. Harmamik selaku admistrasi dealer Rudy Sanjaya Motor Grobogan, tanggal 14 Juli 2016 6

dari pihak penyewa beli, bilamana ia memindahtangankan kepada pihak ketiga. b. Kewajiban pihak yang menyewabelikan 1. Menyerahkan kendaraan kepada penyewa beli. 2. Melindungi penyewa beli dari tuntutan dan gangguan pihak ketiga. 3. Mengurus balik nama atas kendaraan yang disewabelikan. Demikian pula dia harus menyerahkan surat bukti pemilikan bilamana penyewa beli telah memenuhi segala kewajibannya, dalam hal ini membayar angsuran terakhir. 4. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar dapat dipakai sebagaimana mestinya. Selanjutnya hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau lazim disebut pihak kedua. a. Hak pihak penyewa beli 1. Berhak menuntut penyerahan kendaraan yang disewabelinya dari pihak yang mempersewabelikan, meskipun kendaraan itu belum menjadi milik sepenuhnya penyewa beli. 2. Berhak menuntut pada pihak yang menyewabelikan agar melindunginya dari gangguan dan tuntutan pihak ketiga. 3. Berhak menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang tersembunyi dari barang yang disewabelinya. 4. Berhak menuntut pihak yang mempersewakan untuk menyerahkan surat-surat bukti pemilikan kendaraan tersebut setelah semua angsuran dilunasi. b. Kewajiban penyewa beli 1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran lunas, sesuai yang ditentukan dalam perjanjian. 2. Memelihara kendaraan yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak rumah tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk apapun sebelum angsuran dilunasi, kecuali ditentukan lain. Berdasarkan dari uraian yang disampaikan di atas, maka Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam perjanjian sewa beli 7

kendaraan bermotor yang mengikat antara pihak perusahaan/pelaku usaha dengan konsumen dilakukan dalam bentuk perjanjian baku. Pada kedudukan yang tidak seimbang dalam posisi tawar kedua belah pihak, pihak pelaku usaha atau perusahaan sebagai pihak yang membuat dan merancang isi perjanjian yang akan ditandatangani pembeli atau disebut juga penyewa dalam perjanjian sewa beli, hanya mempertimbangkan secara sepihak kepentingannya, yaitu untuk menyelamatkan barang yang telah diserahkan kepada pembeli sewa tanpa mempertimbangkan hak-hak pembeli/konsumen. Selain itu, ketiadaan ketentuan peraturan perundangundangan yang secara khusus mengatur tentang sewa beli juga semakin memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk berbuat tidak fair dan memberatkan pembeli/konsumen. 2. Kendala yang dihadapi para pihak serta upaya penyelesaian sengketa yang terjadi pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Kabupaten Grobogan a. Kendala yang dihadapi para pihak dalam melakukan perjanjian sewa beli Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersamasama, baik itu berdasarkan adanya itikad tidak baik atau tidak. Berdasarkan dari isi perjanjian baku tersebut, bahwa perjanjian ini lebih menguntungkan penjual. Hal mana dimungkinkan karena posisi tawar penjual adalah lebih kuat dari pada posisi tawar pembeli. Untuk itu bagi pembeli, kendala-kendala yang sering dihadapi adalah : 5 a. Biasanya pembeli tidak memahami isi dan syaratsyarat perjanjian yang ditanda tanganinya, padahal sebelum pembeli atau konsumen menandatangani suatu perjanjian, diharapkan harus membaca terlebih dahulu dengan teliti isi dan syarat-syarat perjanjian agar tidak timbul penyesalan atau keberatan sehingga menyebabkan kericuhan di kemudian hari. b. Apabila dalam perjanjian sewa beli itu terjadi kericuhan, maka yang sering terjadi adalah 5 Hasil wawancara dengan Bp. Muh Hidayat, Konsumen yang pernah melakukan perjanjian sewa beli di Grobogan, tanggal 18 Juli 2016 8

6 bahwa pihak pembeli atau konsumen, lebih sering mengalami kerugian, karena perlindungan hukum terhadap pembeli pada perjanjian baku sewa beli tidak ada dan tidak memadai sama sekali. c. Selain itu juga karena syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian, oleh sebagian pembeli dianggap terlalu memberatkan karena beban pembeli pada perjanjian sewa beli, kewajiban-kewajibannya lebih banyak dan berat dibandingkan dengan kewajiban pihak penjual (sewa). Sedangkan kendala yang dihadapi oleh pihak penjual adalah : 6 a. Ketika pembeli dalam melakukan perjanjian sewa beli mengalami kemacetan. pembayaran angsuran atau yang mempunyai sifat yang kurang baik (telavader trow), dalam hal ini ada beberapa penjual yang mengalami kesulitan dalam upaya-upaya penagihan pembayaran angsuran, padahal disatu sisi para pengusaha tersebut sebelumnya sudah mengupayakan penagihan itu secara Hasil wawancara dengan Bp. Agus Soeminto. seorang pelaku usaha sewa beli di Grobogan, tanggal 19 Juli 2016 kekeluargaan (musyawarah) sedangkan di sisi lain terkadang para penyewa beli tersebut wanprestasi atau ingkar janji. b. Bahwa ternyata pengusaha atau penjual sebagai pihak yang mengelurakan atau membuat perjanjian itu sendiri ternyata tidak mengerti atau kurang mengerti dan menguasai bentuk-bentuk hukurn dari perjanjian yang dibuatnya, terutama perbedaan pengertian perjanjian jual beli angsuran dengan pengertian perjanjian sewa beli. Perjanjian sewa beli pada umumnya dirancang oleh penjual dalam bentuk perjanjian baku. Perjanjian baku yang ditetapkan sepihak tersebut, menunjukkan bahwa pranata sewa beli dalam praktek memiliki ciri tersendiri, yaitu upaya menguatkan hak penjual dari berbagai kemungkinan yang terburuk, selama masa kontrak atau sebelum masa pelunasan angsuran untuk kepentingan penjual sendiri. Hal ini yang membuat perjanjian baku yang dipergunakan dalam pranata sewa beli sering merupakan penyebab utama bagi timbulnya masalah di pihak pembeli dari pada penjual. 9

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di dealer Rudy Sanjaya Motor perihal wanprestasi atau ingkar janji yang sering terjadi adalah masalah penuggakan pembayaran angsuran dari pihak penyewa. Hal ini ditegaskan bahwa jika penyewa membayar angsuran namun tidak tepat pada waktunya maka pihak dealer diijinkan mendatangi penyewa untuk menagih tunggakan angsuran tersebut. 7 Tidak hanya masalah penuggakan pembayaran angsuran saja, tapi juga terjadinya pemindah tanganan obyek perjanjian sewa beli yaitu sepeda motor kepada pihak ketiga. Jika penyewa tidak mau membayar angsuran sepeda motor selama dua bulan berturut-turut maka penyewa tersebut sudah dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji. b. Upaya penyelesaian Masalah atau Sengketa Yang Terjadi Pada Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Perjanjian dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk tidak terlaksana atau tidak sempurna, baik karena kesalahan maupun karena kekuatan memaksa namun adakalanya perjanjian tidak 7 Hasil wawancara dengan A. Rohmat selaku karyawan bagian Legal dan Marketing Rudy Sanjaya Motor pada tanggal 15 Agustus 2016 terlaksana sepenuhnya seperti yang disepakati bahkan perjanjian dapat pula tidak terlaksana sama sekali. Kondisi tidak terlaksanakanya perjanjian tersebut dikenal dengan istilah wanprestasi. Bentuk-bentuk wanprestasi dan akibat hukumnya dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, adalah : a. Denda dalam hal keterlambatan. b. Kewajiban nasabah untuk tetap melakukan pembayaran meskipun terjadi kerusakan, hilang, atau musnahnya kendaraan bermotor. c. Penarikan kendaraan/pemutusan perjanjian dalam hal tidak dilaksanakannya pembayaran sebagaimana diperjanjikan. 8 Penyelesaian perselisihan dapat diupayakan sepanjang nasabah mempunyai itikad baik dalam mengembalikan pinjaman kreditnya. Upaya tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit menyangkut jangka waktu pembayaran. 8 Hasil wawancara dengan A. Rohmat selaku karyawan bagian Legal dan Marketing Rudy Sanjaya Motor pada tanggal 15 Agustus 2016 10

b. Persyaratan kembali (recondition), yaitu perubahan persyaratan perjanjian namun tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit dengan melakukan perubahan saldo kredit penambahan dana atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru. Upaya penyelesaian masalah wanprestasi melalui negosiasi lebih menguntungkan sebab : a. Memelihara hubungan dengan nasabah b. Nasabah tidak dianggap sebagai lawan sehingga tidak ada upaya untuk mengalahkannya. Nasabah merupakan mitra yang bersama-sama memecahkan masalah. Negosiasi dengan memelihara hubungan yang baik dengan nasabah dapat mencari jalan terbaik untuk menyelsaikan hutang nasabah. c. Menunjukkan sikap serius dan konsisten. Uraian disimpulkan bahwa untuk masalah penyelesaian perselisihan yang terjadi seperti kasus wanprestasi di atas, biasanya pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam praktek yang biasa terjadi pihak yang menyewakan (kreditur) biasanya lebih memilih menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dengan menggunakan cara tersebut dirasa lebih efektif dan tidak terlalu rumit, serta biaya yang dikeluarkanpun lebih murah dibandingkan dengan menggunakan cara gugatan pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam perjanjian sewa beli ini melalui gugatan pengadilan. Hal itu dilakukan oleh pihak yang menyewakan (kreditur) apabila penyewa sudah benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya, dengan maksud memindah tangankan obyek perjanjian tersebut. IV. KESIMPULAN 1. Pelaksanaan perjanjian sewa beli merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian baku dalam sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian. 11

2. Di dalam perjanjian sewa beli kadang timbul berbagai masalah yang dihadapi oleh para pihak. Hal ini kadangkadang disebabkan adanya hak-hak penjual yang lebih menonjol dibandingkan hakhak pembeli, sedangkan kewajiban pembeli lebih besar dari kewajiban penjual Atau dengan kata lain posisi tawar penjual adalah lebih kuat daripada posisi tawar pembeli. Kendala-kendala yang timbul itu biasanya ada pada pembeli seperti kurang memahaminya pembeli mengenai isi dan syaratsyarat perjanjian sewa beli yang ditanda tanganinya. Padahal sebelum pembeli atau konsumen itu menanda tangani suatu perjanjian, diharapkan harus membaca terlebih dahulu dengan teliti isi dan syarat-syarat perjanjian agar tidak timbul penyesalan di kemudian hari. Selain itu juga karena perlindungan terhadap pembeli tidak ada dan tidak memadai sama sekali. Lebih lanjut, mengenai penyelesaian wanprestasi dari perjanjian sewa beli biasanya dari pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam prakteknya lebih sering menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dirasa lebih efektif dan tidak rumit. Kecuali apabila pihak penyewa benarbenar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya. V. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. Harahap, Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994., KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep- Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002. Nasution, A.Z., Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Darya Widya, Jakarta., Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian 12

Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990 Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1994. Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000. Soerjono Soekamto, PengantarPenelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986 Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung, Alumni, Bandung, 1999. Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Adiya Bakti, Bandung, 1996. Subekti, R., Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1976., Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1979., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1984., Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Keduapuluh lima, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992. Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993. Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. B. Peraturan Perundangundangan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat. KUHPerdata Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Surat Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 Tentang Kegiatan Usaha Sewa Beli. 13