BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal- hal lain ( Alwi, 2007: 558). 2.1.1 Praanggapan Nababan (dalam http://anshorik.wordpress.com) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. Dari definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Lebih jelas lagi praanggapan yaitu sesuatu yang tidak dinyatakan tetapi sudah dipahami oleh pembaca/pendengar. Jadi dapat disimpulkan bahwa praanggapan merupakan anggapan awal yang secara tersirat dimiliki oleh sebuah ungkapan kebahasaan sebagai bentuk respon awal pendengar dalam menghadapi ungkapan kebahasaan tersebut. 2.1.2 Iklan Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan ; pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum (KBBI, 2007:421) Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi. Dalam penyampaiannya, ada iklan yang diucapkan secara lisan, seperti melalui radio dan televisi. Ada juga yang muncul
dalam tulisan, seperti dalam surat kabar, majalah, dan papan reklame. Iklan berisi suatu pemberitahuan yang disiarkan kepada masyarakat agar pembacanya tertarik pada isi pemberitahuan tersebut (Arifin, 1992:1). Salah satu bentuk komunikasi dalam penyampaiannya secara lisan adalah iklan televisi. Iklan televisi menjadi pencipta dunia imajinasi dan telah menjadi media yang ampuh bagi suatu perusahaan dalam mempromosikan produk. Dalam memasang iklan di televisi perusahaan dituntut untuk memperhatikan aspek informatif dari iklan tersebut. Hal ini disebabkan aspek tersebut merupakan salah satu aspek penting yang akan menentukan keefektifan suatu iklan televisi. Di Indonesia pada masa perkembangannya, bentuk iklan bersandar pada bahasa verbal yang tertulis dan tercetak. Kekuatan utama iklan terletak pada bahasa, gambar, serta penggarapan kreatif tata letaknya. Setiap pengiklan selalu menginginkan agar produk yang dipromosikan laku. Sebab efek langsung dan cepat terhadap penjualan menjadi salah satu ukuran keberhasilan iklan. Dalam rangka memenuhi maksud tersebut, maka di dalam memproduksikan sebuah iklan, bahasa dan gambar atau ilustrasi hendaknya dibuat secara cermat. Karena pada dasarnya iklan berperan penting dan sangat mempengaruhi proses pemasaran dan hasil penjualan suatu produk. Kunci kesuksesan sebuah iklan terletak pada kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatannya. 2.1.3 Operator Seluler Operator adalah orang yang bertugas menjaga, melayani, dan menjalankan suatu peralatan, mesin, telepon, radio, dsb (KBBI, 2007:800), sedangkan seluler adalah dibagi di sel-sel atau bilik-bilik (KBBI, 2007: 1023). Dalam http://namlsession.wordpress.com/tag/operator/ dijelaskan bahwa operator seluler adalah pihak penyelenggara jaringan dan layanan telepon seluler.
Bahasa yang memikat dengan pilihan kata yang kreatif selalu dimanfaatkan oleh perusahaan operator seluler dalam menjaring pengguna layanan kartu seluler. Artinya, ada makna yang terkandung dalam setiap bahasa yang disampaikan dalam slogan operator seluler tersebut sehingga setiap pilihan kata yang dipakai oleh perusahaan penyedia jasa operator seluler, memiliki makna yang ingin disampaikan dan mencerminkan karakter dari setiap perusahaan jasa operator seluler. Oleh sebab itu, dengan semakin beragamnya operator seluler yang ada di Indonesia menimbulkan persaingan guna mendapatkan hati penggunanya. 2.1.4 Televisi Televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai denga bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar (KBBI, 2007: 1162). 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan bagian dari ilmu semiotika yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama Morris. Pragmatik sebagai bidang linguistik berusaha mengungkapkan kaidah-kaidah yang ada dalam pertuturan, hubungan antara tuturan dengan konteks, makna yang timbul sebagai akibat dari perhubungan antara tuturan dengan konteksnya (Siregar 1999:5). Kridalaksana (1984: 159) menyebutkan pragmatik adalah syarat- syarat yang mengakibatkan serasi- tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa,
yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasiinteraksi yang sebenarnya. Pragmatik berkaitan dengan bagaimana masyarakat bahasa menggunakan bahasa mereka dan bagaimana percakapan diungkapkan di dalam suatu peristiwa tutur, yakni apakah secara langsung atau tidak, strategi bertutur mana yang dipilih, apakah maksud penutur disampaikan secara tersurat atau tersirat. Leech (2003:322) menyatakan bahwa pragmatik merupakan studi yang membahas bahasa dan hubungannya dengan konteks pemakainya dimana pragmatik menelaah makna dan pesan sebuah kalimat menurut tafsiran pendengar sebagaimana yang dimaksudkan oleh pembicara. Untuk dapat mewujudkan gagasan, ide, dan pemikiran terhadap suatu tulisan diperlukan bahasa. Bahasa yag digunakan sangat berperan penting untuk menyampaikan pesan yang terdapat di dalam suatu tulisan. Pesan yang ada dalam suatu bahasa harus dapat tersampaikan meskipun harus menggunakan bahasa yang sulit dimengerti. 2.2.2 Praanggapan Praanggapan (presupposisi) berasal dari kata to presuppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand yaitu menduga sebelumnya. Sebelum penutur atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya bahwa lawan tutur atau pembaca akan memahami apa yang diujarkannya/dibicarakannya (Hersetiyanto, 2010). Praanggapan merupakan analisis tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, dan praanggapan itu sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur. Praanggapan, sebagai salah satu bagian dari
pragmatik sangat menarik untuk diteliti. Melalui praanggapan pula, dapat diketahui komunikasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan atau tidak, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur. Nababan (dalam Hertina 2012:12), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Suyono (1990: 60) menyatakan bahwa praanggapan dapat membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Perhatikan contoh berikut: Wanita itu membeli setangkai bunga mawar. terdapat praanggapan bahwa: 1) Ada seorang wanita, dan 2) Ada setangkai bunga. Jika kedua praanggapan itu diterima, maka kalimat tersebut mempunyai makna atau dapat dimengerti pendengar/pembaca. Selain itu, Yule (1996: 46) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yule menambahkan pula beberapa pembahasan tentang konsep, presuposisi dibicarakan sebagai hubungan antara dua proposisi. Di dalam analisis wacana, praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan keruntutan (koherensi) wacana.
Dengan demikian, praanggapan (presuposisi) adalah dugaan atau anggapan tentang orang lain atau sesuatu hal, yang sudah dimiliki seseorang sebelum ia mengutarakan suatu ujaran. Maksudnya kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada praanggapan (presuposisi) bahwa kalimat yang dipakai baik secara sederhana maupun majemuk mempunyai suatu rujukan (keterangan lanjutan). Jadi, praanggapan dapat diartikan sebagai suatu bentuk penggunaan bahasa pemahaman dalam suatu proses penggunaan bahasa. 2.2.3 Unsur Pemahaman Praanggapan Yule (1996) menyebutkan adanya unsur-unsur penting yang mendukung pemahaman praanggapan yaitu, pengetahuan bersama, partisipan, dan konteks situasi sehingga dengan adanya unsur pemahaman praaggapan ini dapat diketahui makna dari sebuah ungkapan atau tuturan. 1. Pengetahuan Bersama Salah satu unsur yang membangun munculnya praanggapan adalah pengetahuan bersama yang dimiliki oleh partisipan dan juga peneliti dalam memahami tuturan. Pengetahuan bersama digunakan sebagai struktur yang membangun interpretasi yang tidak muncul dalam teks atau tuturan. Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengetahuan bersama berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Fungsi struktural ini berguna untuk melihat pola dalam tuturan sehingga pemahaman yang didapat sesuai dengan yang diinginkan penutur (Yule, 1996:85). Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengetahuan bersama menjadi sangat penting terutama untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Perhatikan contoh berikut ini: 1. SBY membantu korban banjir di Jakarta.
Praanggapan yang terdapat pada tuturan diatas adalah (a) Presiden bersimpati pada korban banjir. Untuk memahami tuturan di atas diperlukan pengetahuan bersama bahwa SBY adalah nama presiden Indonesia yang merupakan akronim dari Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga maksud dari tuturan di atas tepat maknanya. 2. Partisipan Partisipan dapat diidentifikasi melalui ekspresi yang digunakan dalam tuturan. Hubungan yang dimiliki antara nama atau sebutan yang sesuai dengan objek yang dibicarakan menunjukkan kaitan partisipan dengan tuturan. Dengan adanya penyebutan tertentu oleh atau untuk partisipan, asumsi yang didapat dari sebuah tuturan jadi berbeda dan memiliki ciri khas satu sama lain (Yule, 1996:19-21). Perhatikan contoh berikut ini: 2. Yang Mulia Ratu Elisabeth, saya telah memasuki istana Penggunaan kata yang Mulia pada sebuah tuturan yang terjadi dalam sebuah istana atau kerajaan menunjukkan adanya praanggapan, yaitu partisipannya adalah keluarga kerajaan atau bersinggungan dengan keluarga kerajaan. Partisipan menjadi sangat penting dalam sebuah tuturan karena dapat memberikan informasi tambahan mengenai tuturan dan membedakan konteks yang terjadi dalam tuturan tersebut. 3. Konteks Situasi Konteks situasi merupakan bagian dari situasi dalam kajian linguistik yang mengacu pada penggunaan ungkapan dalam tuturan. Konteks dipercaya memiliki dampak yang lebih besar terhadap tuturan karena lebih mudah dipahami. Untuk mendukung suatu analisis, dibutuhkan konteks dari situasi yang dapat membantu partisipan memaknai suatu tuturan (Yule 1996:22). Perhatikan contoh berikut ini: 3. Pintu teater tiga telah dibuka, kepada penonton yang telah memiliki karcis harap segera masuk teater.
Praangapan yang terkandung pada tuturan di atas antara lain: (a) Tuturan terjadi di gedung pertunjukan (b) Tuturan terjadi di bioskop Praanggapan tersebut muncul dari tuturan yang dipahami konteks lokasi terjadinya. Adanya penggunaan kata teater, penonton, dan karcis menentukan konteks situasi terjadinya tuturan tersebut. Berdasarkan uraian yang disampaikan Yule di atas, dapat dilihat bagaimana kemunculan pemahaman praanggapan dari sebuah tuturan. Tiap tuturan dalam iklan sangat mungkin memiliki unsur pemahaman praanggapan. Unsur pemahaman praanggapan tersebut disesuaikan dengan analisis praanggapan dalam iklan operator seluler. 2.2.4 Jenis Praanggapan Yule (1996:46) mengklasifikasikan praanggapan kedalam 6 jenis praanggapan yaitu praanggapan eksistensial, praanggapan faktif, praanggapan non-faktif, praanggapan leksikal, praanggapan struktural, dan praanggapan bertentangan (berlawanan). 1. Praanggapan eksistensial Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang menunjukkan eksistensi/keberadaan/jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit/pasti. Sehingga dengan menggunakan ungkapan-ungkapan apapun, penutur diasumisikan terlibat dalam keberadaan entitas-entitas yang disebutkan. (4) Orang itu berlari Praanggapan: ada orang berlari Eksistensi praanggapan tersebut adalah menyatakan ada seseorang yang berlari.
2. Praanggapan faktif (nyata) Informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja, dapat dianggap sebagai suatu kenyataan. Praanggapan ini muncul dari informasi yang ingin disampaikan dengan katakata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini keberadaannya. (5) Dia tidak menyadari bahwa tangannya terluka. Praanggapan: tangannya terluka Pernyataan itu menjadi faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata menyadari menyatakan sebuah fakta dari tuturan tersebut. (6) Kami menyesal pergi ke tempat itu. Praanggapan: kami pergi ke tempat itu Pernyataan itu menjadi faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata menyesali menyatakan sebuah fakta dari tuturan tersebut. 3. Praanggapan nonfaktif Praanggapan nonfaktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar. Praanggapan ini masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. (7) Saya bermimpi bahwa saya telah menikah. Praanggapan: saya belum menikah Penggunaan kata bermimpi sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan non-faktif. Selain itu praanggapan yang tidak faktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dari fakta yang disampaikan. (8) Kami membayangkan berada di Bali. Praanggapan: kami tidak berada di Bali.
Penggunaan membayangkan sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan nonfaktif. Selain itu praanggapan yang tidak faktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dari fakta yang disampaikan. 4. Praanggapan leksikal Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Tuturan dalam praanggapan leksikal dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan praanggapan tuturan tersebut diperoleh setelah pernyataan tuturan tersebut. Dalam praanggapan leksikal, pemakaian suatu makna yang dinyatakan secara konvensional dapat juga ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain yang tidak dinyatakan dapat dipahami. Ketika seseorang melaksanakan untuk melakukan sesuatu, makna yang ditegaskan adalah orang itu akan berhasil dalam beberapa hal. Jika seseorang tidak melaksanakan, maka makna yang ditegaskan adalah orang itu tidak berhasil. Tetapi di dalam kedua kasus tersebut terdapat praanggapan yang tidak dinyatakan bahwa seseorang itu mencoba untuk melakukan sesuatu. Jadi, melaksanakan secara konvensional ditafsirkan sebagai pernyataan yang diberhasilkan dan praanggapan yang dicoba/diusahakan. (9) Dia berhenti merokok. Praanggapan: dulu dia biasa merokok Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata berhenti bahwa sebelumnya dia biasa merokok namun sekarang sudah berhenti. (10) Mereka mulai mengeluh. Praanggapan: sebelumnya mereka tidak mengeluh
Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata mulai bahwa sebelumnya tidak mengeluh namun sekarang mengeluh. 5. Praanggapan struktural Praanggapan struktural ini dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat kata-kata yang digunakan. (11) Siapa yang membawa mobil itu? Praanggapan: ada orang yang membawa mobil Praanggapan yang menyatakan ada orang sebagai objek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur, diketahui melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan siapa. (12) Siapa yang membuka jendela? Praanggapan: ada seseorang yang membuka jendela Praanggapan yang menyatakan seseorang sebagai objek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur, diketahui melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan siapa. 6. Praanggapan konterfaktual (berlawanan) Praanggapan konterfaktual (berlawanan) berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan. (13) Andaikan saya artis, saya akan terkenal dimana- mana. Praanggapan: saya bukan artis Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata andaikan. Penggunaan andaikan membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.
2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, maka ada sejumlah sumber yang dijadikan sebagai bahan refrensi, adapun sumber- sumber tersebut adalah sebagai berikut: Paramytha (2009) dalam skripsinya yang berjudul Praanggapan dalam Film Janji Joni. Penelitian ini membahas tentang praanggapan yang ada dalam tuturan adegan film Janji Joni. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan praanggapan- praanggapan yang ada dalam adegan film Janji Joni dan mengklasifikasikan jenis praanggapan tersebut. Banjarnahor (2009) dalam skripsinya yang berjudul Makna Slogan pada Telepon Seluler Sony Ericsson. Penelitian ini membahas tentang makna-makna yang terdapat dalam slogan telepon seluler Sony Ericsson. Makna-makna yang ditemukan adalah makna denotasi dan makna konotasi pada 20 slogan telepon seluler Sony Ericsson seri W (Walkman). Ambarita (2012) dalam skripsinya yang berjudul Praanggapan dalam Bahasa Karikatur Harian Kompas (Kajian Pragmatik). Penelitian ini membahas mengenai tujuan dari pembuatan karikatur, bagaimana gambaran praanggapannya, pesan yang muncul dari karikatur, dan praanggapan mana yang paling dominan dalam harian Kompas edisi Mei 2011. Namun penelitian dengan kajian praanggapan dalam slogan iklan operator seluler belum pernah dilakukan. Tinjauan pustaka di atas dapat menjadi suatu acuan untuk memperkuat penelitian ini.