II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENERAPAN ALTERNATIVE FUEL PROJECT DI INDUSTRI SEMEN (Studi Kasus Plant 8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Di Citeureup, Kabupaten Bogor)

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

8 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Iklim Perubahan iklim

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

Emisi global per sektornya

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Kemitraan Untuk REDD+: Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil CIFOR, Maret Untuk apa kita berada disini?

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

STANDAR INDUSTRI HIJAU

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

SUSTAINABLE DEVELOPMENT THROUGH GREEN ECONOMY AND GREEN JOBS

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

Ketidakpastian Pasar Karbon

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

BAB 1 PENDAHULUAN. baik sekarang maupun masa mendatang. Anggapan ini didukung dengan adanya 180

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Fund Perubahan iklim dalam Stern (2007) adalah kegagalan pasar terluas yang pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk meminimalkan gangguan ekonomi dan sosial, review ini menyediakan environmental taxes. Kesimpulan utama The Stern Review adalah manfaat yang besar dari tindakan awal terhadap perubahan iklim akan jauh lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan apabila kita tidak bertindak sama sekali. Tanpa tindakan, biaya keseluruhan dari perubahan iklim akan setara dengan kehilangan minimal 5-20% dari Gross Domestic Product (GDP). Review ini mengusulkan biaya sebesar 1% dari GDP untuk diinvestasikan dalam upaya penanggulangan menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim. Perubahan iklim mengancam elemen dasar kehidupan di dunia, terutama dalam akses terhadap air, produksi pangan, kesehatan dan penggunaan lahan serta lingkungan. Dampak dari perubahan iklim ini tidak merata, negara-negara termiskin akan merasakan dampak perubahan yang signifikan dibanding negaranegara maju. Dampak perubahan iklim ini merupakan suatu ancaman serius bagi negara-negara berkembang, khususnya dalam pengentasan kemiskinan. Pertama, pengembangan wilayah secara geografis membawa kerugian, karena pengembangan ini rata-rata dilakukan pada daerah dengan tujuan untuk menjadi daerah berkembang, pembukaan lahan pun terus dilakukan sehingga membantu meningkatkan suhu bumi dan variabilitas curah hujan semakin tinggi. Hasilnya selain mendatangkan manfaat, peningkatan suhu mengakibatkan biaya di negara- 7 The Stern Review on the Economics of Climate Change adalah laporan yang dirilis untuk pemerintah Inggris pada 30 Oktober 2006 oleh Nicholas Stern. Laporan ini membahas efek pemanasan global dan perekonomian dunia. 9

negara miskin. Kedua, pada negara-negara berkembang yang bergantung pada sektor pertanian, sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan iklim sehingga hasil pertanian banyak yang tidak sesuai hasil prediksi. Ketiga, dengan pendapatan yang rendah, membuat masyarakat di negara-negara berkembang kesulitan beradaptasi terhadap perubahan iklim. Pada tingkat nasional, perubahan iklim akan memotong pendapatan dan meningkatkan biaya pengeluaran sehingga menyebabkan memburuknya keuangan publik. Awalnya, perubahan iklim ini memberikan keuntungan bagi negara maju dibawah skenario business as usual (BAU). Tetapi apabila suhu meningkat lebih tinggi dapat pula menyebabkan kerusakan. Di daerah lintang tinggi seperti Kanada, Rusia dan Skandinavia, peningkatan suhu sebesar 2-3 derajat Celcius dapat menyebabkan keuntungan melalui peningkatan hasil pertanian. Namun, daerah ini akan mengalami tingkat pemanasan paling cepat dan akan mengakibatkan kerusakan infrastruktur, kesehatan manusia, kehidupan lokal serta keanekaragaman hayati. Respon yang efektif terhadap perubahan iklim akan tergantung pada kondisi untuk menciptakan tindakan kolektif internasional. Memang saat ini sudah banyak negara dan perusahaan bertindak untuk mengurangi emisi, namun hal ini masih berdampak kecil terhadap pengurangan emisi global. Maka dari itu diperlukan penanganan secara internasional untuk berkomitmen bersama-sama dalam pengurangan emisi global. Konvensi kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim (UNFCCC), Protokol Kyoto dan berbagai kemitraan informal lainnya mendirikan sebuah kerangka kerja untuk saling bekerja sama menindaklanjuti tindakan kolektif dalam menanggapi perubahan iklim. 10

Menciptakan sistem carbon price secara global dan menggunakan carbon finance untuk mempercepat tindakan pengurangan emisi di negara-negara berkembang. Secara umum carbon price diperlukan untuk menjaga penurunan keseluruhan biaya dalam upaya membuat pengurangan emisi ini dan dapat dibuat dalam bentuk pajak, perdagangan, atau peraturan. Transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang oleh sektor swasta dapat dipercepat melalui aksi nasional dan kerjasama internasional. Protokol Kyoto telah mendirikan institusiinstitusi terpercaya untuk mendukung perdagangan emisi internasional. Memperluas aliran carbon finance ke negara-negara berkembang untuk menunjang kebijakan dan program yang efektif untuk mengurangi emisi akan mempercepat transisi menuju a low-carbon economy. Negara-negara berkembang telah mengambil tindakan yang signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi emisi. Sebagai contoh, negara Cina telah mengadopsi secara ambisius tujuan domestik untuk mengurangi energi yang digunakan untuk setiap unit dai PDB sebesar 20% selama periode 2006-2010. CDM dibentuk oleh Protokol Kyoto dan pada saat ini CDM merupakan saluran utama resmi untuk mendukung investasi low carbon di negara-negara berkembang. Hal tersebut memngkinkan pemerintah dan sektor swasta untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang mengurangi emisi di negara berkembang. Di masa depan, transformasi pada skala dan lembaga-lembaga untuk arus pendanaan karbon internasional akan diperlukan untuk mendukung pengurangan emisi yang hemat biaya. Biaya tambahan investasi low carbon di negara-negara berkembang mungkin setidaknya sebesar 20-30 miliar pertahun. Menyediakan 11

bantuan dengan biaya tersebut akan menimbulkan peningkatan besar skema pada tingkat ambisi seperti pada Emissions Trading Scheme (EU ETS). Saat ini banyak kesempatan untuk membangun kepercayaan dan melahirkan pendekatan-pendekatan yang menciptakan arus skala besar investasi pengembangan low carbon. Sinyal awal dari skema perdagangan karbon, termasuk EU ETS yaitu tentang sejauh mana mereka akan menerima kredit karbon dari negara-negara berkembang. Hal ini akan membantu menjaga kontinuitas selama tahap penting untuk membangun pasar dan mendemonstrasikan segala kemungkinan yang dapat terjadi. Lembaga-lembaga keuangan internasional memiliki peran penting dalam mempercepat proses skema perdagangan karbon ini yaitu melalui pembentukan Clean Energy Investment Framework oleh Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral lainnya yang menawarkan potensi untuk mempercepat dan memperluas arus investasi. Kerjasama internasional yang lebih besar dapat mempercepat inovasi teknologi dan difusi sehingga akan mengurangi biaya mitigasi. Sektor swasta adalah pemacu inovasi dan difusi teknologi untuk saat ini, tetapi pemerintah dapat membantu mempromosikan kolaborasi internasional untuk mengatasi hambatan di area tersebut melalui pengaturan formal dan pengaturan yang mempromosikan kerjasama publik-swasta seperti Asia Pasific Partnership. Kerjasama teknologi memungkinkan sharing of risks, berbagi keberhasilan dan keuntungan dari penerapan teknologi serta menjadikan koordinasi sebagai prioritas. Wacana global baru muncul dari pihak Research and Development dan kemungkinan penyebaran dukungan pun tidak cukup untuk menitikberatkan perubahan teknologi di negaranegara berkembang, seperti penggunaan biomasa. Hal tersebut memerlukan 12

kerjasama internasional yang dapat dimasukkan dalam perjanjian-perjanjian multilateral. Penyebaran dukungan koordinasi kebijakan nasional baik disisi formal atau pun informal dapat mempercepat pengurangan biaya atas penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Saat ini, banyak negara bagian Amerika Serikat yang memiliki tujuan dan kerangka kebijakan nasional untuk mendukung penyebaran teknologi energi terbarukan. Transparansi dan berbagi informasi diperlukan untuk meningkatkan minat dalam carbon fund. Koordinasi peraturan internasional dan standar produk bisa menjadi cara efektif untuk mendorong efisiensi energi sehingga meningkatkan efektivitas, pengurangan biaya, insentif berinovasi meningkatkan transparansi, dan mempromosikan perdagangan internasional. Pengurangan hambatan tarif dan non-tarif untuk barang dan jasa rendah karbon, termasuk dalam negosiasi perdagangan Doha Development Round of International Trade sehingga membuka lebih jauh kesempatan untuk mempercepat kunci difusi teknologi. Penertiban penggundulan hutan adalah salah satu cara yang menghemat biaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Emisi dari deforestasi sangat signifikan yaitu menyumbang lebih dari 18% dari keseluruhan total emisi global. Kebijakan yang menyangkut deforestasi tentunya harus dibentuk dan dipimpin oleh negara di mana hutan tersebut berada. Pada tingkat nasional, mendefinisikan property rights untuk areal hutan dan menentukan hak serta tanggung jawab pemilik tanah, masyarakat dan logger adalah kunci manajemen hutan yang efektif. Hal tersebut tentunya harus melibatkan masyarakat setempat, menghormati hakhak informal dan struktur sosial, bekerja dengan tujuan-tujuan pembangunan dan 13

memperkuat proses perlindungan hutan. Pasar karbon dapat memainkan peranan penting dalam memberikan insentif perbaikan lahan hutan jangka panjang. Upaya adaptasi di negara berkembang harus dipercepat dan didukung, termasuk melalui bantuan pembangunan internasional. Negara-negara berkembang yang miskin akan terkena paling awal dan parah karena terjadinya perubahan iklim ini, meskipun mereka telah berkontribusi sedikit sebagai kontributor dalam emisi global. Pendapatan rendah menjadi faktor sulitnya masyarakat negara berkembang untuk beradaptasi keuangan. Masyarakat internasional mempunyai kewajiban untuk mendukung mereka dalam adaptasi terhadap perubahan iklim. Selain itu, upaya harus ditingkatkan untuk membangun kemitraan publik-swasta terkait asuransi climate-relate serta memperkuat mekanisme untuk meningkatkan manajemen resiko dan kesiapsiagaan. Tindakan awal mitigasi yang kuat merupakan peran kunci dalam membatasi biaya jangka panjang adaptasi. Tanpa hal tersebut, biaya adaptasi akan meningkat secara drastis. Saat ini, membangun dan mempertahankan tindakan kolektif merupakan tantangan yang mendesak. Kerangka utama tindakan kolektif yaitu mengembangkan pemahaman tujuan bersama jangka panjang untuk kebijakan iklim, membangun lembaga-lembaga yang efektif dalam kerjasama, serta menunjukkan tanggung jawab untuk membangun rasa kepercayaan. Tindakan harus menyertakan mitigasi, inovasi dan adaptasi. Ada banyak kesempatan untuk mulai sekarang, termasuk mendapatkan manfaat langsung dan program skala besar memberikan pengalaman yang berharga. 14

Tantangan saat ini adalah memperluas dan memperdalam partisipasi disemua dimensi tindakan relevan, termasuk kerjasama untuk membuat harga karbon di pasar, mempercepat inovasi dan penyebaran teknologi karbon rendah, mengurangi emisi dari perubahan penggunaan lahan dan membantu negara-negara miskin beradaptasi terhadap dampak terburuk perubahan iklim. Masih ada waktu untuk menghindari dampak teburuk perubahan iklim jika tindakan kolektif dimulai dari sekarang. Tinjauan Stern ini berfokus pada resiko dalam ekonomi dan ketidakpastian, menggunakan beberapa alat ekonomi untuk mengatasi tantangan masalah global yang memiliki implikasi jangka panjang yang besar. Diperlukan kerja yang lebih keras untuk para ilmuwan dan ekonom untuk mengatasi tantangan analitis dan menyelesaikan beberapa ketidakpastian di cakupan luas. Tetapi, secara keseluruhan terlihat jelas bahwa resiko ekonomi tidak bertindak dalam menghadapi perubahan iklim. Ada cara lain untuk mengurangi resiko perubahan iklim, yaitu dengan cara memberikan insentif yang tepat. Dengan insentif yang tepat, sektor swasta akan merespon dan memberikan solusi. Alat-alat kebijakan yang ada dapat menciptakan insentif yang diperlukan untuk mengubah pola investasi ekonomi ke arah low-carbon. Hal ini membutuhkan suatu kemitraan antara publik-swasta, bekerja dengan masyarakat sipil dan individu. Masih ada kesempatan untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim yaitu dengan melakukan tindakan awal yang kuat melalui aksi kolektif. Penundaan tindakan tentunya akan berdampak pada biaya yang semakin mahal dan kondisi alam yang semakin berbahaya bagi kehidupan. 15

2.2 Analisis Perhitungan Emisi CO2 Perhitungan efisiensi emisi menggunakan persamaan perhitungan emisi CO2 yang berasal dari Greenhouse Gas Protocol 8, yaitu Calculation Tool for Direct Emission from Stationary Combustion, Version 3.0. Proses pembakaran adalah pengoksidasian secara cepat terhadap suatu zat yaitu bahan bakar dengan cara pelepasan energi panas. Oleh karena itu jumlah panas yang dibebaskan dari proses pembakaran maupun jumlah CO2 yang dihasilkan adalah fungsi dari jumlah karbon dalam bahan bakar. Sebagian kecil karbon dalam bahan bakar kemungkinan dapat tidak teroksidasi dan tetap sebagai padatan setelah proses pembakaran, yaitu dalam bentuk jelaga atau abu. Akhir-akhir ini, berkembang penggunaan biomas dan limbah sebagai bahan bakar alternatif. Komposisi kimia akhir dari proses pembakaran untuk bahan bakar biomasa sangat mirip dengan bahan bakar fosil. Namun, asal-usul karbon dari dua jenis bahan bakar tersebut berbeda. Karbon yang terkandung dalam biomasa ini berasal dari biogenic origin, yaitu baru-baru ini karbon dihasilkan dari jaringan pernapasan makhluk hidup, sedangkan karbon yang terkandung dalam bahan bakar fosil telah terperangkap dalam formulasi geologi selama ribuan tahun. Pada proses pembakaran, biomasa juga menghasilkan CO2, namun karbon dioksida yang dihasilkan akan distabilisasi dengan diserap kembali oleh tumbuhan sehingga tidak ada penimbunan karbon dioksida dalam atmosfer dan keberadaannya seimbang. Maka dari itu, perhitungan untuk emisi CO2 yang berasal dari biomasa dihitung secara terpisah dari emisi CO2 bahan bakar fosil. 8 Greenhouse Gas Protocol adalah sebuah kemitraan selama satu dekade antara World Resources Institute dan WBCSD, mereka bekerja sama dengan beberapa pihak yang terkait, yaitu dengan industri, pemerintah dan kelompok lingkungan diseluruh dunia untuk membangun program yang efektif untuk mengatasi perubahan iklim. 16

Penggunaan perhitungan menggunakan metode kalkulasi untuk emisi CO2. Perhitungan ini memerlukan nilai volume bahan bakar yang dikonsumsi, konten karbon pada bahan bakar, dan faktor oksidasi untuk menghitung sebagian kecil karbon yang tersisa sebagai jelaga atau abu. Hasil dari oksidasi sempurna bahan bakar biasanya dalam bentuk gas (baik gas CO2 atau CH4) dan bagian yang tidak teroksidasi menjadi abu atau partikel padatan lainnya. Penetapan nilai karbon konten ini bisa dilakukan pada uji laboratorium atau menggunakan analog data yang sudah tersedia, seperti nilai karbon konten yang telah ditetapkan oleh IPCC. 2.3 Analisis Kelayakan Finansial Analisis finansial merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanamkan modal dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Sedangkan analisis ekonomi merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Alatalat analisis kelayakan finansial diantaranya yaitu Net Present Value (NPV). NPV atau keuntungan bersih suatu proyek adalah nilai sekarang dari arus tambahan manfaat bagi pelaksanaan proyek, dihitung berdasarkan tingkat diskonto. Jika nilai NPV lebih besar dari nol maka proyek dapat dikatakan layak. Apabila nilai NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal, sebaliknya jika NPV lebih kecil dari nol, berarti proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan proyek tidak layak dilakukan (Kadariah et.al. 1999). Cara perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek itu menguntungkan atau tidak. Namun, cara ini 17

tidak terlepas dari kelemahan-kelamahan, kelemahan ini terletak pada keharusan menentukan suku bunga yang tepat dan benar sebelum metode digunakan (Soekartawi et.al. 1986). 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian terkait Alternative Fuel and Raw Material (AFR) ini diteliti oleh Rahmawati (2011). Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui cara meganalisis awal limbah B3 yang akan digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam produksi semen untuk menentukan pengelompokkan jenis limbah untuk nantinya dianalisis lebih lanjut sehingga tidak berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Objek yang diteliti adalah limbah B3 dari suatu industri, yaitu dust grinding, WWT sludge, used catalyst, copper slag, dan limbah cake. Hasil dari laporan ini semua limbah B3 dari analisa mengandung gas ammonium, tetapi belum bisa dikatakan berbahaya karena belum dianalisis lebih lanjut kandungannya dalam kosentrasi tinggi atau rendah dan semua limbah B3 dari analisis berupa limbah padat tetapi mempunyai bentuk warna yang berbeda-beda. Penelitian lainnya yang terkait penggunaan AFR di industri semen diteliti oleh Pramesthi (2009). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat keberlanjutan bahan bakar alternatif, menganalisis pengaruh penggunaan bahan bakar alternatif terhadap proses pembakaran, dan mengetahui pengaruh penggunaan biaya pengelolaan limbah pada produksi. Pengaruh penggunaan bahan bakar alternatif terhadap pengurangan emisi proses pembakaran mencapai 7,49% dan penghematan biaya terhadap pengelolaan produksi mencapai 8,95%. 18