BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung. (Suatu Fenomenologi Tentang Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung)

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pakaian yang ketinggalan zaman, bahkan saat ini hijab sudah layak

BAB I PENDAHULUAN. tren hidup masyarakat modern. Di Indonesia, budaya samen leven dianggap

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

LAMPIRAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. umumnya memiliki pola pikir yang dikotomis, seperti hitam-putih, kayamiskin,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya yang bertandatangan di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

Berpisah... mudah kau bilang begitu. Kau bilang ini hanya sementara, dan bukan selamanya. Tapi aku tetap tidak rela kau pergi. Di gerbang kampus itu

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

PEDOMAN WAWANCARA. Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung. (Suatu Fenomenologi Tentang Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

Aku dan adik kelasku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. saling berbagi serta menemukan kecocokan di dalamnya. untuk menjalani pernikahan, mereka akan mendambakan sebuah pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin

PEDOMAN WAWANCARA. No. Isu Sub Isu Pertanyaan 1. Apakah anda selalu. Pola Keseimbangan. 2. Apakah anda selalu jujur dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam kehidupannya. Salah satu tahapan yang harus dilewati adalah masa dewasa awal. Masa dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 18 sampai dengan 40 tahun (Hurlock dalam Lestari, 2016). Tahapan usia dewasa awal merupakan tahap yang dimana seorang individu memilih seorang pasangan untuk ke jenjang hubungan yang lebih intim yaitu pernikahan (Lestari, 2016). Pada masa tersebut salah satu tugas yang harus diselesaikan adalah dapat menjalin suatu hubungan yang bertujuan agar dapat memasuki pernikahan yang merupakan tahapan untuk dapat memiliki anak/keluarga. Pernikahan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga (Undang-undang pernikahan). Fenomena yang terjadi pada saat ini, pernikahan yang terjadi bukan hanya antara seorang pria dengan seorang wanita namun antar sesama jenis atau yang sering kita dengar sebagai hubungan homoseksual. Homoseksual adalah orientasi seksual yang dianggap benar dan dapat diterima oleh sebagian besar orang (Greene & Croom, 2000). Homoseksual dapat diartikan sebagai ketertarikan fisik, emosi dan afeksi yang ditujukan pada orang yang berasal dari jenis kelamin yang sama (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). 1

2 Pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat sudah dilegalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 26 Juni 2015 (Ericssen, 2015). Keputusan melegalkan penikahan sesama jenis yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat, sejalan dengan dihapusnya homoseksual dari daftar gangguan jiwa di dalam diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM) V. DSM ini merupakan pedoman yang digunakan dalam dunia psikologi untuk mengklasifikasikan perilaku-perilaku abrnormal yang dibuat oleh American Psychiatric Association (Lestari, 2016). Berbeda dengan kondisi sosial budaya Amerika yang cenderung individualis karena berasal dari masyarakat yang multikultural, mereka tidak terlalu mempermasalahkan hubungan sesama jenis. Di dalam masyarakat Indonesia, hubungan antar individu masih sangat terikat dengan nilai agama yang kuat dan nilainilai budaya timur. Hal tersebut menjadi penyebab utama hubungan sesama jenis belum dapat diterima oleh masyarakat Indoneia. Masyarakat Indonesia sulit untuk menerima, bahkan cenderung menolak keberadaan kaum homoseksual (Jawa Pos dalam Karangora, 2012). Pada tanggal 3 Maret 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa hukum mati untuk pelaku homoseksual. Kota Palembang dan Provinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam) dengan alasan agama telah mengeluarkan peraturan mengkriminalisasi tindakan homoseksual (MUI keluarkan fatwa hukum mati bagi kaum homoseksual dalam Yudiyanto, 2016). Keberadaan kaum homoseksual di Indonesia sebenarnya sudah lama ada dan diketahui oleh masyarakat luas. Namun sampai dengan saat ini sebagian besar

3 masyarakat Indonesia masih menolak keberadaan dari kaum homoseksual. Salah satu studi tentang Pembagian Global Mengenai Homoseksualitas menemukan bahwa Indonesia sangat menolak homoseksualitas dengan 93 persen mengatakan bahwa gay/lesbian tidak seharusnya diterima (voaindonesia.com, 2013). Reaksi penolakan dari masyarakat Indonesia terhadap kaum homoseksual juga ditunjukkan dengan perilaku seperti kekerasan fisik. Dari hasil survei yang dilakukan oleh salah satu komunitas LGBT, yaitu Arus Pelangi, diketahui bahwa di Jakarta telah terjadi kekesaran fisik terhadap kelompok gay sebanyak 265 orang dan 71 kelompok lesbian (Laazulva, 2013). Kekerasan fisik dan psikis yang diterima oleh kaum homoseksual dapat mempengaruhi kualitas hidup kelompok homoseksual. Persepsi negatif masyarakat dan juga perilaku diskriminatif yang diterima kaum homoseksual menambah buruk kondisi psikologis kaum homoseksual (Pandu, 2006). Selain itu kaum homoseksual juga menilai ada banyak peraturan pemerintah pusat dan daerah yang merugikan mereka. Mereka berpandangan bahwa peraturan pemerintah tersebut telah menimbulkan diskriminasi untuk kelompok LGBT. Diantaranya UU Pornografi pasal 4 ayat 1 (a) menerangkan bahwa lesbian dan homoseksual dalam kategori tidak normal. Dalam aksi itu, ketua aksi menyatakan bahwa mereka meminta agar diadakannya diskusi untuk menuntut hak mereka. Dalam tuntutan yang diajukan, sebenarnya mereka hanya meminta agar kekerasan

4 kepada kaum LGBT dapat dihentikan, dan bukan untuk meminta dilegalkannya pernikahan sesama jenis. Karena pada kenyataannya homoseksual di Indonesia masih mendapatkan kekerasan dan diskriminasi di tengah-tengah masyarakat (Salim, 2015). Di Indonesia sendiri memang belum ada data statistik yang pasti tentang jumlah LGBT, dikarenakan tidak semua kalangan LGBT terbuka dengan mudah mengakui orientasinya. Di Jakarta diperkirakan terdapat sekitar 5.000 gay pada tahun 2012, perkembangan jumlah tersebut juga diiringi dengan semakin banyaknya organisasi-organisasi yang terkait dengan komunitas tersebut. Sedangkan PBB menyebutkan adanya peningkatan jumlah gay dari tahun 2010 diperkirakan 800.000 menjadi 3.000.000 pada tahun 2012 (Yudiyanto, 2016). Sedangkan jumlah dari kaum lesbian belum dapat dipastikan jumlahnya, diperkirakan kurang lebih sebesar 3% dari jumlah penduduk Indonesia (Ariefana, 2015). Walaupun banyak penolakan di masyarakat Indonesia dalam bentuk verbal maupun non verbal, namun tidak membuat individu dengan orientasi homoseksual, khususnya lesbian menjadi berubah. Seperti hasil wawancara peneliti dengan beberapa kaum lesbian, berikut : A (30 tahun) Sampai sekarang sih saya masih suka sama cewe. Hmmmm saya jadi lesbian sudah dari sekolah SMA dan sampai sekarang. Kita-kita yang lesbian sering banget mendapat perlakuan negatif dari lingkungan. Kita yang lesbian masih sering dibilang gila sama orang yang menurut mereka ga normal karena kita suka sama sesama jenis. Saya juga pernah lihat, salah seorang

5 teman saya yang juga lesbian, setelah ngaku kalo dia lesbian malah dikatakatain terus digebukin sama orang tuanya. Walau saya merasa saya ga didukung sama lingkungan, tapi gak bisa dibohongin saya juga suka sama cewe. Jujur, saya lebih nyaman dan memilih menjadi lesbian, walau masyarakat akan menolak saya. (Wawancara pribadi, 4 April 2016). B (33 tahun) Cici jadi lesbian udah dari waktu remaja wan. Hehehe, sekarang aja cici udah sering bawa pacar cici ke rumah terus pacar cici juga nginep di rumah, di rumah kan sekarang cuma cici sama si mama aja, mama sekarang lagi sakit stroke juga, jadi ga ada lagi yang ngomel-ngomelin dan larang-larang cici wan. Kayanya sodara kandung cici udah bodo amat sama cici dah wan, udah cape kali. Awal-awalnya pas ketauan cici lesbian wan, cici diomelin sama keluarga terus pembimbing agama juga, hmmm tapi cici merasa cici ga lagi diterima sama mereka sampe akhirnya cici milih buat ninggalin komunitas keagamaan dan tetep jadi lesbian. Sekarang cici ga peduli dah orang ngomongin apa tentang cici. (Wawancara pribadi, 4 April 2016). C (24 tahun) Hmmmm yang sampe sekarang tau gue lesbian ya cuma teman-teman lesbian gue aja. Gue memilih jadi lesbian karena cewe itu lebih buat gue nyaman dan ngertiin gue. Orang tua gue sempet tau kalo gue lesbian, waktu itu nyokap gue liat chat-an gue sama temen lesbian gue, dari situ gue diomelinlah abis-abisan, sampe-sampe beberapa minggu gue gak boleh keluar rumah sama sekali dan HP juga disita. Nah dari situ gue jadi takut ketauan sama bokap nyokap gue, sekarang paling anti dah chat sama tementemen lesbian gue, mending gue ketemu langsung kan jadinya lebih bebas. Gue sih tetep milih jadi lesbian, walau gue pernah digebukin dan diomelin sama bokap nyokap gue. Malahan kakak-kakak gue semua jadi mata-matanya nyokap dan bokap gue, itu tuh nyusahin gue banget. Tapi gimana yah? Orang gue nyaman sama keadaan gue sekarang, mungkin sekarang gue belom bisa jujur lagi kalo gue lesbian dan bokap nyokap gue belom bisa terima. Ya inilah resiko yang harus gue tanggung karena memilih jadi lesbian, bersembunyi dari pantauan bokap nyokap. (Wawancara pribadi, 5 April 2016). Dari hasil wawancara di atas, subjek A, B, & C bertahan memilih menjadi lesbian walaupun mereka menerima penolakan yang tidak menyenangkan dari

6 lingkungan. Hal yang membuat subjek A, B, & C bertahan menjadi seorang lesbian adalah karena mereka menyadari bahwa menjadi seorang lesbian merupakan pilihan hidup mereka. Hal tersebut membuat mereka merasa bahwa penolakan yang mereka terima tidak mengganggu kehidupan yang mereka miliki atau kualitas hidup (Renwick & Brown, 1996). Kualitas hidup adalah persepsi individu tentang kemampuannya untuk dapat tetap mengontrol kehidupannya sendiri dalam segala kondisi yang menjadi pilihannya dengan segala konsekuensi yang harus diterimanya (Renwick & Brown, 1996). Dengan demikian, kaum lesbian diharapkan mampu menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat, seperti dikucilkan, diejek, bahkan mendapat kekerasan fisik. Hal tersebut membuat kaum lesbian tetap berusaha mengontrol pikiran dan perasaannya sekalipun mereka harus menghadapi perlakuan yang tidak menyenangkan, sebagai konsekuensi yang harus diterima. Dengan alasan tersebut, mereka tetap mempertahankan perilaku mereka berdasarkan tujuan dan kebutuhan hidup mereka. Walaupun pada kenyataannya, penolakan dan perilaku yang tidak menyenangkan dari masyarakat sekitar cenderung membuat hidup dari kaum lesbian menjadi tidak berkualitas. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dari seorang individu atau dalam hal ini adalah kaum lesbian yaitu support system (Raebrun dan Rootman, dalam Renwick & Brown, 1996). Support system atau sistem dukungan, adalah dukungan yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sarana-

7 sarana fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehingga dapat menunjang kehidupan menjadi berkualitas. Dengan adanya dukungan sosial yang bersumber dari lingkungan keluarga dan masyarakat, maka diharapkan kaum lesbian dapat mencapai kualitas hidup yang diinginkan. Seperti petikan wawancara peneliti dengan seorang kaum lesbian, berikut : D (23 tahun) Kehidupan saya sebelum menjadi seperti ini, normal. Normal dalam artian bergaul dengan semua dan tidak ada masalah apapun. Dulu waktu saya SMP, beberapa teman laki-laki mencoba mendekati saya tapi entah mengapa feel yang dirasa berbeda jika saya berdekatan dengan perempuan. Pada saat itu, ya namanya masih SMP saya pikir itu adalah hal yang wajar. Tapi setelah saya memasuki SMA semua berubah drastis, baik dari pergaulan, lingkungan dan teman. Disitulah saya baru menyadari bahwa saya adalah seorang lesbian. Dulu waktu awal saya menjalani sebagai seorang lesbian itu tidak mudah karena banyak orang yang mengejek saya karena berpikir saya aneh. Tapi sekarang hal itu menjadi umum dan biasa saja. Teman dan beberapa keluarga saya mengetahui saya seperti ini dan tidak mempermasalahkan dan malah mendukung saya karena ini adalah keputusan dan jalan hidup saya. Untuk saat ini saya nyaman dengan kehidupan dan keadaan saya sebagai lesbian. Dukungan teman dan beberapa keluarga juga pasangan saya saat ini yang membuat saya nyaman menjadi seorang lesbian (hehe.. tertawa). Menurut saya, dukungan dari keluarga, teman dan lingkungan sangat, sangat berpengaruh dengan keputusan yang saya ambil, walau sejauh ini orangtua saya belum mengetahui bahwa saya seorang lesbian. Namanya orangtua kan pasti mau anaknya normal. Normal dalam artian menyukai lawan jenis tidak seperti saya. (Wawancara pribadi, 1 Mei 2016). Dari hasil wawancara di atas, subjek D pada awalnya ragu mengungkapkan identitasnya sebagai lesbian dikarenakan cemoohan dari lingkungan dan rasa takut untuk ditolak. Namun dengan adanya dukungan sosial dari anggota keluarga, teman

8 dan lingkungan tempat tinggalnya, akhirnya D merasa nyaman dengan pilihannya dan berani memutuskan untuk mengungkapkan identitasnya kepada lingkungannya. Fenomena di atas menggambarkan bahwa saat kaum lesbian memperoleh dukungan sosial yang mendukung keputusannya untuk menjadi lesbian hal tersebut dapat berpengaruh kepada kualitas hidup kaum lesbian, walaupun kaum lesbian memerima penolakan, ejekan atau cemoohan, bahkan kekerasan fisik dari masyarakat. Dukungan sosial yang merupakan suatu hubungan interaksi sosial yang di dalamnya terdapat perasaan dikasihi, disayangi, diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercaya oleh orang lain atau kelompok, diduga berdampak terhadap kualitas hidup kaum lesbian. Dukungan sosial dapat melindungi individu dari efek-efek negatif yang disebabkan oleh stress yang tinggi serta memberikan efek positif bagi kesehatan fisik dan psikologis individu (Sarafino, 2002). Penelitian mengenai dukungan sosial dan kualitas hidup pernah dilakukan sebelumnya oleh Karangora (2012) dengan judul penelitian Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kualitas Hidup Pada Lesbian Di Surabaya, yang menghasilkan ada hubungan antara dukungan sosial dan kualitas hidup pada kaum lesbian di Surabaya. Oleh sebab itu, peneliti ingin mencoba membuktikan kembali apakah masih terdapat hubungan antara dukungan sosial dan kualitas hidup pada kaum lesbian dengan kondisi dan situasi lingkungan sosial yang sekarang ini. Tetapi

9 peneliti meyakini bahwa masih terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dan kualitas hidup, dengan demikian peneliti ingin mencoba menjawab apakah ada Pengaruh Antara Dukungan Sosial Terhadap Kualitas Hidup Pada Lesbian Di Jakarta. B. Identifikasi Masalah Sebagian dari masyarakat Indonesia sudah mulai membuka diri terhadap keberadaan kaum lesbian, dan sisanya masih banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa homoseksual masih menjadi penyakit atau gangguan yang harus dijauhi. Perlakuan masyarakat terhadap kaum lesbian pun masih penuh dengan penolakan baik berupa penghinaan, kekerasan fisik, diskriminasi, dan lain sebagainya. Hal ini dapat berdampak pada kehidupan psikologis dan fisiologis dari kaum lesbian tersebut. Namun demikian, masih ada kaum lesbian yang tetap bertahan dengan pilihannya sebagai lesbian untuk mencapai kualitas hidup yang sesuai dengan keinginannya. Kelompok kaum lesbian yang mendapatkan dukungan sosial merasa bahwa dirinya tetap dicintai, disayangi, dan diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya. Sehingga kondisi yang tidak nyaman yang diperolehnya dari ketidaksetujuan masyarakat sekitar tidak berdampak pada kualitas hidup dari kaum lesbian tersebut. Kaum lesbian yang memperoleh dukungan sosial akan memiliki

10 kualitas hidup yang tinggi, karena mereka merasa nyaman dan mampu menerima diri sendiri. Berbeda dengan kaum lesbian yang tidak memperoleh dukungan sosial. Mereka akan merasa tidak nyaman, berdosa, dibenci, ditolak kehadirannya, dan dijauhi. Hal ini, akan membuat kehidupan kaum lesbian tersebut menjadi tidak berkualitas, karena mereka merasa ditolak dan dijauhi oleh masyarakat. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada pengaruh antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup pada kaum lesbian. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang psikologi khususnya psikologi sosial, perkembangan, dan klinis terkait dengan kualitas hidup kaum lesbian. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para kaum lesbian, sebagai informasi bagi para kaum lesbian dan berguna dalam memaknai hidupnya dan diri orang-orang disekitarnya.

11 E. Kerangka Berpikir Lesbian adalah bagian dari kelompok homoseksual yang memiliki kecenderungan menyukai sesama jenis. Sebagai kelompok minoritas yang berada ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih belum dapat menerima keberadaan lesbian, membuat kelompok lesbian sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan karena dianggap aneh, berdosa bahkan dianggap seperti penyakit menular yang harus dijauhi. Keadaan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup yang dimiliki oleh kaum lesbian. Kaum lesbian cenderung merasa tidak nyaman dengan pilihannya sebagai seorang lesbian yang dianggap salah oleh lingkungan, walaupun ada juga kelompok yang tetap merasa nyaman dengan kondisi tersebut. Keberanian kaum lesbian menghadapi penolakan dari masyarakat akan mempengaruhi kebahagiaan atau kualitas hidup kaum lesbian tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup kaum lesbian adalah dukungan sosial, seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial. Semakin tinggi pengaruh dukungan sosial yang mereka terima maka seorang lesbian akan merasa dicintai, merasa diperhatikan, merasa dihargai dan merasa diterima oleh lingkungan sekitar, sehingga secara psikologis seorang lesbian merasa kuat, merasa memiliki ikatan yang kuat dengan pemberi dukungan yang pada akhirnya membuat mereka mampu menjalani hidup dengan nyaman, bahagia, sejahtera ditengah kuatnya penolakan dari masyarakat Indonesia. Sebaliknya, pada saat lesbian menerima

12 dukungan sosial yang rendah maka seorang lesbian akan merasa sendiri, dipojokan, tidak diperdulikan dan ditolak, sehingga tidak ada ikatan antara mereka dengan lingkungan sekitarnya yang akan membuat seorang lesbian menjalani hidup yang dengan merasa sendirian, dijauhi, tidak nyaman, dikucilkan, dinilai negatif dan tertekan dengan penolakan karena tidak memiliki lingkungan yang memberikan dukungan kepada lesbian tersebut. Semakin tinggi dukungan sosial yang mereka terima membuat kualitas hidup yang mereka miliki menjadi tinggi. Saat lesbian memiliki kualitas hidup yang tinggi akan membuat mereka sejahtera dalam menjalani hidupnya sebagai seorang lesbian, tanpa ada beban dan tekanan. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diterima membuat kualitas hidup dari pada lesbian menjadi rendah pula. Hal itu akan berdampak kepada kehidupan para lesbian yang akan membuat mereka merasa tidak nyaman dalam menjalani kehidupannya, dan selalu dalam kondisi terstigma.

13 Pada gambar berikut akan dijelaskan lebih lanjut hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup lesbian di Jakarta. Lesbian Dukungan Sosial Kualitas Hidup Gambar 1.1 Kerangka Berpikir F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup pada lesbian di Jakarta.