28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data Rataan Total Protein Darah Ayam KUB yang diberi Ransum dengan Tingkat Energi Dan Protein yang Berbeda P1 P2 P3 P4 P5 Ulangan ---------------------------------------g/dl---------------------------------------- 1 5,67 5,04 4,29 4,62 3,78 2 5,57 4,76 5,35 4,21 5,27 3 4,58 4,19 5,31 4,37 4,54 4 3,34 4,88 4,84 4,96 5,21 Rataan 4,79 ± 1,08 4,72 ± 0,37 4,95 ± 0,50 4,54 ± 0,33 4,70 ± 0,70 Keterangan : 1) P1 = Protein 15% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 2) P2 = Protein 17% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 3) P3 = Protein 19% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 4) P4 = Protein 15% dan energi metabolis (EM) 2950 kkal/kg 5) P5 = Protein 17% dan energi metabolis (EM) 2950 kkal/kg Rataan total protein darah pada Tabel 5. berkisar antara 4,54 4,95 g/dl, nilai total protein darah terendah yaitu sebesar 4,54 g/dl pada ayam yang diberi ransum dengan kandungan energi 2950 kkl/kg dan protein 15% (P4), dan total protein darah tertinggi yaitu sebesar 4,95 g/dl pada ayam yang diberi ransum dengan kandungan energi 2750 kkl/kg dan protein 19% (P3). Dilihat dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan kandungan protein yang tinggi menghasilkan nilai total protein darah yang tinggi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Ilustrasi 1.
29 Ilustrasi 1. Rataan Total Protein Darah Ayam KUB Total protein darah tidak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah energi dalam ransum yang diberikan, terlihat pada Tabel 5. walaupun kandungan energi yang diberikan sama (tinggi atau rendah) dan kandungan protein yang diberikan berbeda, menghasilkan nilai total protein darah yang berbeda pula tergantung dari jumlah protein yang diberikan. Jumlah protein yang diberikan tinggi menghasilkan nilai total protein darah yang tinggi pula. Sejalan dengan pendapat Nieto., dkk (1995) bahwa tingkat konsumsi protein yang tinggi akan diikuti dengan retensi protein yang tinggi pula. Rataan total protein darah dari setiap perlakuan berada pada kisaran normal. Menurut Swenson, (1984) kisaran total protein darah yang normal adalah antara 4,0 5,2 g/dl sesuai dengan pendapat Kaneko dkk, (1997) bahwa total protein darah ayam yang normal adalah sekitar 4,83 g/dl. Protein total merupakan senyawa organik yang sangat penting. Protein total merupakan bagian utama plasma darah yang terdiri dari campuran yang sangat kompleks yaitu protein sederhana dan protein konjugasi seperti
30 glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra, 1989). Hati mensintesis dan melepaskan lebih dari 90% protein plasma (Martini dkk. 1992). Menurut Kaneko dkk. (1997) terdapat tiga fraksi utama protein dalam darah, yaitu albumin, globulin dan fibrinogen. Albumin, fibrinogen, dan globulin (50-80% globulin) disintesis di organ hati, sedangkan sisa globulin lainnya dibentuk di jaringan limfoid. Protein plasma menyebabkan darah menjadi agak kental sehingga dapat mempertahankan tekanan darah yang penting untuk mengefisiensikan kerja jantung. Protein plasma turut membantu mengatur keseimbangan asam basa (ph) darah. Protein plasma merupakan cadangan protein dan dapat digunakan jika protein dalam makanan berkurang (Swenson, 1970). Kecepatan pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) diatur sedemikian rupa sehingga jumlah sel darah merah yang terdapat dalam peredaran darah kurang lebih konstan. Kecepatan pembentukan sel darah merah dirangsang oleh suatu substansi yang termasuk golongan glikoprotein yang disebut eritropoietin. Eritropoietin berpengaruh terhadap kecepatan pendewasaan sel darah merah dan pelepasann sel darah merah dari sumsum tulang ke peredaran darah. Bila konsentrasi protein dalam sel darah tidak normal maka akan memperlambat proses pendewasaan sel darah merah sehingga dapat menyebabkan produksi sel darah merah kurang optimal (Swenson, 1970). Konsentrasi protein serum dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, kebuntingan, laktasi, nutrisi, stres dan kehilangan cairan (Kaneko, 1997). Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum dengan kandungan protein yang berbeda terhadap total protein darah dilakukan analisis sidik ragam pada Lampiran 2. Hasil analisis memperlihatkan bahwa, kelima ransum perlakuan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda tidak
31 memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap total protein darah. Artinya, pemberian energi 2750 kkal/kg sampai 2950 kkal/kg dan protein 15% sampai 19% dalam ransum tidak mempengaruhi total protein darah ayam KUB selama penelitian, atau dapat juga diartikan bahwa protein yang masuk kedalam tubuh dan protein yang tercerna pada setiap perlakuan memiliki pengaruh yang sama. Protein dalam ransum salah satunya berperan sebagai penentu kualitas produksi, hidup pokok, aktivitas dan kebutuhannya sesuai dengan kemampuan ternak tersebut dalam mengkonsumsi protein. Total protein darah dapat menggambarkan status gizi dari hewan. Apabila tubuh kekurangan protein dalam darah maka dapat menyebabkan gangguan dan produksi ternak menurun. Kandungan protein yang berasal dari ransum akan melengkapi kebutuhan protein hewan tersebut, maka pemberian ransum dengan kandungan protein dan energi yang seimbang akan dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun produksi ternak. Beberapa fungsi dari protein plasma yaitu sebagai fungsi angkutan, fungsi imunitas, fungsi bufer dan dapat mempertahankan tekanan osmotik (Frandson, 1992). Protein total sangat dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dalam darah karena akan didistribusikan ke seluruh organ. Kelebihan protein dalam ransum untuk ternak unggas dengan kandungan asam-asam amino essensial yang seimbang akan meningkatkan produktifitas dari ternak ayam, karena protein mempunyai fungsi untuk hidup pokok, pertumbuhan bulu dan pertumbuhan jaringan (Scott dkk., 1982).
4.2. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Kerapuhan Sel Darah Merah Ayam KUB Rataan kerapuhan sel darah merah ayam KUB pada berbagai konsentrasi NaCl pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Kerapuhan Sel Darah Merah Ayam KUB yang diberi Ransum dengan Kandungan Energi dan Protein yang Berbeda Konsentrasi NaCl P1 P2 P3 P4 P5 ----------------------------Hemolisis (%)--------------------------- 0.10-0.30 92.65 92.42 98.63 94.21 94.58 0.40-0.50 22.36 16.36 15.47 13.98 16.91 0.55-0.70 4.48 2.88 3.95 4.22 2.84 0.75-0.90 4.13 3.23 4.09 4.30 3.60 Keterangan : 1) P1 = Protein 15% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 2) P2 = Protein 17% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 3) P3 = Protein 19% dan energi metabolis (EM) 2750 kkal/kg 4) P4 = Protein 15% dan energi metabolis (EM) 2950 kkal/kg 5) P5 = Protein 17% dan energi metabolis (EM) 2950 kkal/kg Rataan kerapuhan sel darah merah pada Tabel 6. Menunjukan bahwa pada konsentrasi 0,10% - 0,30% NaCl pada semua perlakuan, sel darah merah mengalami hemolisis berada diatas 90% dengan kisaran 92,42% - 98,63%. Tingkat hemolisis mulai mengalami penurunan yang cukup tinggi pada konsentrasi 0,40% - 0,50% NaCl, yang berada pada kisaran 13,98% sampai 22,36% yang menunjukan bahwa membrane sel darah merah sudah mulai mempertahankan kekuatannya. Pada konsentrasi 0,55% - 0,90% NaCl, hemolisis yang terjadi semakin menurun dengan kisaran antara 2,84% sampai 4,48% dan pada saat ini sudah mulai terlihat kestabilan dari hemolisis tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Ilustrasi 2. 32
33 Ilustrasi 2. Rataan Kerapuhan Sel Darah Merah Ayam KUB Hemolisis total terjadi pada konsentrasi 0,10% 0,30% NaCl, hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Mafudvadze dan Erlwanger (2007) yang menyatakan bahwa hemolisis maksimum sel darah merah pada unggas berkisar antara 0,20% - 0,40% larutan NaCl. Sel darah merah mulai mempertahankan keutuhannya pada konsentrasi 0,40% - 0,50% NaCl dilihat dari semakin menurunnya tingkat hemolisis yang terjadi pada Ilustrasi 2. Konsentrasi 0,55% - 0,70% larutan NaCl membran sel darah merah semakin kuat mempertahankan bentuknya yang ditandai dengan semakin sedikit tingkat hemolisis hingga sel tidak mengalami hemolisis pada konsentrasi 0,75% - 0,90%. Hal tersebut disebabkan oleh peranan protein ransum yang dapat memperkuat membran sel darah merah sehingga lebih elastis atau lebih kuat terhadap konsentrasi cairan disekelilingnya. Menurut strukturnya sel darah merah terdiri atas membran sel yang merupakan dinding sel, substansi seperti spons yang disebut stroma dan
34 hemoglobin yang menempati ruang-ruang kosong dari stroma. Dinding sel darah merah terdiri terutama dari 2 macam substansi yaitu protein dan lipida. Lapisan lipidnya merupakan penghalang atau barrier bagi substansi-substansi yang akan menembus membran, sedangkan lapisan proteinnya menyediakan jalan bagi transfer substansi. Protein disini juga merupakan tempat pengikat dan merupakan enzim yang berkaitan dengan membran sel ( Tortora, 1984). Protein darah terdiri dari tiga fraksi utama yaitu albumin, fibrinogen dan globulin. Ketiga fraksi tersebut penting dalam mempertahankan tekanan osmosa darah (Swenson, 1970). Tekanan osmosa yang ditimbulkan dari ketiga macam protein plasma tersebut berkisar antara 25 30 mmhg. Tekanan osmosa yang relative tinggi ini menyebabkan adanya perpindahan cairan dari cairan yang mempunyai perbedaan konsentrasi diruang antara sel. Besarnya tekanan osmosa yang ditimbulkan oleh masing-masing protein plasma berbanding lurus dengan kadarnya dan berbanding terbalik dengan besarnya molekul (Wilson, 1972). Jika dilihat dari Tabel 6. dan Ilustrasi 2. pemberian ransum dengan kandungan energi metabolis 2750 kl/kg atau 2950 kkl/kg pada protein 17% pada konsentrasi larutan NaCl 0,55% - 0,70% menghasilkan tingkat hemolisis yang lebih rendah dari perlakuan yang lain. Maka dapat dikatakan bahwa dengan pemberian ransum pada kandungan protein dan energi pada tingkat tersebut sudah dapat mempertahankan dinding membran sel darah merah lebih kuat. Semakin tinggi kandungan protein dalam ransum yang diberikan maka hemolisis akan semakin menurun, hal ini terjadi karena protein yang diserap lebih banyak untuk memperkuat membran sel darah merah tersebut (Mafudvadze dan Erlwanger, 2007). Kerapuhan sel atau fragilitas adalah kekuatan maksimum yang terjadi
35 pada membran eritrosit dalam menahan tekanan dari luar sampai terjadinya hemolisis (Swenson, 2005). Hemolisis merupakan peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah merah menuju cairan disekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan oleh pecahnya membran sel darah merah. Secara umum tekanan osmosa sel darah merah sama dengan osmosa larutan NaCl 0,90% sehingga pada konsentrasi tersebut sel darah merah tidak mengalami hemolisis. Akan tetapi pada penelitian ini, memperlihatkan dengan adanya penambahan tingkat protein pada setiap perlakuan menyebabkan membran sel darah menjadi lebih kuat sehingga pada konsentrasi 0,60% NaCl sel darah merah sudah tidak mengalami hemolisisi. Hal ini ditunjukan oleh salah satu peranan protein ransum yang dapat memperkuat membran sel darah merah. Adanya pengaruh pemberian energi dan protein berbeda pada setiap perlakuan dilakuakan analisis sidik ragam pada Lampiran 3. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0.05) terhadap kerapuhan/fagilitas sel darah merah. Artinya, pemberian ransum dengan kandungan tingkat energi dan protein yang berbeda pada setiap ransum perlakuan tersebut tidak mempengaruhi kerapuhan sel darah merah ayam KUB atau menghasilkan tingkat kerapuhan sel darah merah yang sama pada setiap perlakuan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerapuhan/fragilitas eritrosit secara fisiologis yaitu status nutrisi, temperatur lingkungan, dan genetik (Swenson, 2005 dan Adenkola dkk. 2011). Status nutrisi mempengaruhi komposisi penyusun membran eritrosit, penyusun eritrosit terdiri dari komponen fosfolipid, glikolipid, kolesterol, dan protein (glikoprotein), yang sangat
36 tergantung pada status nutrisi yang dikonsumsi oleh ternak. Kandungan nutrisi dalam ransum termasuk energi protein dapat memengaruhi kerapuhan sel darah merah, terutama pada ransum dengan kandungan yang tepat dan seimbang yang dapat mempertahankan keutuhan sel darah merah (tidak cepat mengalami hemolisis). Membran sel mudah pecah karena kurangnya kandungan protein dalam ransum. Sedangkan sel darah merah yang muda membran selnya masih kuat dan bila dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,30% akan mengalami hemolisa sempurna (Wulangi, 1993). Ransum dengan kadar protein yang tinggi dapat meningkatkan ketahanan sel darah merah tersebut agar tidak pecah. Menurut beberapa penelitian, biasanya sel darah merah sudah tidak akan mengalami hemolisis pada konsentrasi 0,80-0,90% NaCl tetapi pada penelitian ini persentase hemolisis darah sudah menurun mulai dari 0,55% - 0,70%, hal ini menunjukan bahwa pemberian protein ransum dapat menghambat terjadinya hemolisis.