BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan insfratruktur menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia, juga tidak terlepas dari polemik kemiskinan yang setiap saat melanda. Untuk itu, solusi untuk meminimalisasi tingkat kemiskinan menjadi tantangan bagi seluruh elemen masyarakat. Pembelajaran dari negara maju sebagai salah satu dari solusi pengentasan kemiskinan ialah adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana peran pemerintah dalam menjamin adanya pendidikan yang layak serta pelayanan kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat. Pada saat era reformasi bergulir, terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pemerintahan Indonesia, yaitu perubahan sistem pemerintahan yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Sistem desentralisasi tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 dan diperbaharui Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Implementasi Undang-Undang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan otonomi bagi pemerintah daerah dan dukungan sistem keuangan pada pelaksanaan otonomi tersebut. Dana perimbangan merupakan dukungan

dana dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Pengeluaran pemerintah dapat dijadikan cerminan kebijakan yang diambil oleh pemerintah melaksanakan suatu program mencerminkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai sektor-sektor yang dianggap penting atau yang menjadi prioritas utama dalam suatu wilayah. Di antara kesemua sektor publik saat ini, yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya yang tercermin dari indeks pembangunan manusia adalah sektor pendidikan dan kesehatan. Peningkatan kualitas pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Pembangunan pendidikan dan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan dan pendidikan adalah salah satu komponen utama selain pendapatan. Kesehatan dan pendidikan juga merupakan suatu investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peranan yang penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan membutuhkan manusia yang berkualitas sebagai modal dasar dari pembangunan. Manusia dalam peranannya merupakan subjek dan objek pembangunan yang berarti manusia selain sebagai pelaku pembangunan juga sebagai sasaran pembangunan. Dalam hal ini

dibutuhkan berbagai macam sarana dan prasarana untuk mendorong peran manusia dalam pembangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan investasi untuk dapat menciptakan pembentukan sumber daya manusia yang produktif. Investasi pada modal manusia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap kinerja perkonomian yang salah satunya dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Investasi modal manusia ini yang mencakup pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dalam peningkatan kualitas SDM. Menurut Mankiw (2008) dalam Usmaliadanti (2011), pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia. Dalam hal ini, modal manusia dapat mengacu pada pendidikan dan juga kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar dalam suatu wilayah. Menurut Meier dan Rauch dalam Brata (2005), pendidikan, atau lebih luas lagi adalah modal manusia, dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena pendidikan pada dasarnya adalah bentuk tabungan, menyebabkan akumulasi modal manusia dan pertumbuhan output agregat jika modal manusia merupakan input dalam fungsi produksi agregat. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan merupakan hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006). Selain itu rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam

pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti : makanan, pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk kebutuhan makanan dibandingkan penduduk yang kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Disinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin (Ginting, 2008). Menurut Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Tujuan DAK adalah membantu daerah-daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, dan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Dua dari 19 bidang yang menjadi target bantuan DAK ialah pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini, penulis membatasi konteks pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan ke dalam DAK bidang pendidikan dan kesehatan. DAK bidang pendidikan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang transparan, profesional, dan bertanggung gugat; melibatkan masyarakat secara aktif; mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi kegiatan pendidikan secara langsung; dan menggerakkan perekonomian masyarakat bawah.

Sedangkan DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk usaha peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatannya diarahkan untuk peningkatan, rehabilitasi, perluasan, pengadaan, dan pembangunan berbagai jenis unit pelayanan kesehatan serta pengadaan peralatan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar. DAK ini apabila dikelola dengan baik, dapat memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Hal ini sangat penting untuk menanggulangi kemiskinan dan membangun perekonomian nasional yang lebih berdaya saing. Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk yang besar serta memiliki potensial yang besar memiliki data kemiskinan yang cenderung menurun dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2008, jumlah penduduk miskin adalah 1.613.800. jiwa ( 12,55 % dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara menjadi 1.499.700. jiwa ( 11,51% dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara menjadi 1.490.900. jiwa ( 11,31% dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Rangkumannya sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini. Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara Tahun Jlh Penduduk Miskin (000) % Penduduk Miskin 2008 1.613,8 12,55% 2009 1.499,7 11,51% 2010 1.490,9 11,31% Sumber: BPS, diolah oleh penulis (2012)

Sedangkan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan yang dialokasikan ke dalam bentuk DAK bidang pendidikan dan kesehatan seperti terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.2 Alokasi Anggaran DAK Bidang Pendidikan dan Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara Tahun DAK(dalam ribuan) Pendidikan Kesehatan 2008 452.898 228.656 2009 635.113 216.616 2010 703.993 173.601 Sumber: BPS, diolah oleh penulis (2012) Dari data di atas dapat diketahui bahwa DAK bidang pendidikan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sedangkan, DAK bidang kesehatan mengalami penurunan pada tahun 2010. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis ingin meneliti pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan yang merupakan salah satu bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terhadap kemiskinan di provinsi Sumatera Utara, dengan judul penelitian Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah: Apakah DAK bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan baik secara parsial maupun simultan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi Penulis Penelitian ini kiranya dapat diharapkan menambah wawasan maupun pengertian terhadap pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kemiskinan di provinsi Sumatera Utara. 2. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengelolaan DAK pada umumnya dan terkhusus pada bidang pendidikan dan kesehatan. 3. Bagi Pemerintah Pusat Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengelolaan dan pengalokasian DAK secara umum dan DAK bidang pendidikan dan kesehatan secara khusus dalam upaya pemerintah pusat menekan angka kemiskinan di provinsi Sumatera Utara. 4. Bagi Calon Peneliti berikutnya Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian sejenis di masa depan.