KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI TERHADAP ULAT GRAYAK DAN PENGGEREK POLONG

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PADI KEDUA DI SULAWESI SELATAN

ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LEBAK, BANTEN

UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SL-PTT DI SULAWESI SELATAN. Ir. Abdul Fattah, MP, dkk. Ringkasan

POTENSI HASIL ENAM VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI KABUPATEN SUMEDANG

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA LAHAN KERING PODZOLIK MERAH KUNING DI KABUPATEN KONAWE SELATAN

DEJA 1 DAN DEJA 2 : VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI TOLERAN JENUH AIR

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

DAYA HASIL GALUR HARAPAN KEDELAI TOLERAN HAMA ULAT GRAYAK

Agrivet (2015) 19: 30-35

Siklus Hidup Ulat Grayak (Spodoptera litura, F) dan Tingkat Serangan pada Beberapa Varietas Unggul Kedelai di Sulawesi Selatan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK N DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN BEKAS PADI

Agros Vol. 15 No.1, Januari 2013: ISSN

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI ACEH BESAR

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL BARU KACANG TANAH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

POTENSI PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU KACANG TANAH PADA WILAYAH PENGEMBANGAN DI KABUPATEN NABIRE

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PERSEPSI PETANI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA TERHADAP VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN PENERAPAN PTT

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI MELALUI PENDEKATAN PTT MENDUKUNG SL-PTT KEDELAI DI SULAWESI TENGAH

KARAKTER AGRONOMIS GALUR-GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN TANGGAMUS, BURANGRANG, DAN ANJASMORO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENGARUH INOKULASI Rhizobium japonicum TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KULTIVAR KEDELAI DI LAHAN PASIR PANTAI

III. KEDELAI. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 5

DAYA HASIL GALUR-GALUR KEDELAI TOLERAN LAHAN KERING MASAM DI LAMPUNG SELATAN

Pedoman Umum. PTT Kedelai

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

Pedoman Umum. PTT Kedelai. Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU KACANG HIJAU SETELAH PADI SAWAH PADA LAHAN KERING DI NTT

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

PENGAIRAN DAN PEMUPUKAN NPK PADA KACANG HIJAU SETELAH PADI SAWAH DI TANAH VERTISOL

Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kedelai di Lahan Kering Kalimantan Timur pada Berbagai Perlakuan Mulsa Organik dan Dosis Pupuk Organik

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

Introduksi Varietas Kedelai Mendukung Program Peningkatan Produksi Menuju Swasembada Kedelai di Jawa Tengah

HASIL VARIETAS UNGGUL KEDELAI MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI JAWA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL KEDELAI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING GUNUNGKIDUL

AgroinovasI. Edisi 3-9 Januari 2012 No.3476 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

KACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK

KAJIAN SISTEM TANAM JAGUNG UMUR GENJAH MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI

TEKNOLOGI BUDIDAYA DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT

TINGKAT SERANGAN PENGGEREK POLONG PADA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN ULAT GRAYAK

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

Pengaruh Waktu Aplikasi Pupuk NPK Phonska terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai

Uji Daya Hasil Lanjutan Galur Kedelai Biji Besar, Daya Hasil Tinggi, dan Umur Genjah

Kelayakan Usahatani Varietas Unggul Kedelai di Kabupaten Sleman

DAYA HASIL DAN TINGKAT PENERIMAAN PETANI TERHADAP LIMA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DI BUTON UTARA SULAWESI TENGGARA

PENGADAAN DAN PENYALURAN BENIH KEDELAI DENGAN SISTEM JABALSIM DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN. Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo

PENGUJIAN EMPAT VARIETAS UNGGUL KEDELAI DALAM POLA SL-PTT PADA LAHAN KERING MASAM SITIUNG, SUMATERA BARAT

DAYA HASIL GALUR-GALUR KEDELAI TOLERAN KUTU KEBUL (Bemisia tabaci)

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR PADI TAHAN TUNGRO DI KABUPATEN BANJAR

ADAPTASI BERBAGAI VARIETAS TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) TERHADAP PENGAPURAN DAN PEMBERIAN N, P DAN K DI LAHAN GAMBUT

Nurhayati, Ahmad Nirwan, dan Umar

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

SELEKSI KETAHANAN GALUR

DOMINASI VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI NANGROE ACEH DARUSSALAM: Kajian Penyebaran Varietas dan Preferensi Petani

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potential Rhizobium and Urea Fertilizer to Soybean Production (Glycine max L.) on The Former Rice Field

Deskripsi kedelai varietas Burangrang

HASIL DAN PEMBAHASAN

ADAPTASI TIGA VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN INOVASI PTT DI LAHAN KERING BUMI NABUNG, LAMPUNG TENGAH

Teknologi Budidaya Kedelai

POPULASI DAN INTENSITAS KERUSAKAN AKIBAT HAMA PENGGEREK POLONG DAN HAMA PENGHISAP POLONG PADA DUA BELAS GENOTIPE KEDELAI S K R I P S I

Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merill) PADA INOKULASI Rhizobium

KERAGAAN GALUR HARAPAN KEDELAI UMUR GENJAH DAN BIJI BESAR

Lampiran 1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN JAGUNG TOLERAN KEKERINGAN DI PAPUA. Fadjry Djufry dan Arifuddin Kasim Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

KEMAMPUAN BERTAHAN HIDUP GENOTIPE KEDELAI PADA KONDISI TANPA CAHAYA

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

THE EFFECT OF WEED CONTROL AND SOIL TILLAGE SYSTEM ON GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN (Glycine max L.)

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DI PROVINSI ACEH

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

Komponen Hasil dan Karakter Morfologi Penentu Hasil Kedelai pada Lahan Sawah Tadah Hujan

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

Transkripsi:

KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI TERHADAP ULAT GRAYAK DAN PENGGEREK POLONG Abdul Rahman dan Abdul Fattah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan; Jl. Perintis Kemerdekaan km 17,5 Makassar; e-mail: abdulfattah911@ymail.com ABSTRAK Sulawesi Selatan salah lumbung pangan di Indonesia dengan luas sawah irigasi sekitar 296.587 ha. Lahan tersebut umumnya ditanami padi dua kali dan setelah itu bero. Kedelai potensial ditanam sebagai tanaman ketiga. Kajian ini bertujuan mengetahui ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap ulat grayak dan penggerek polong pada lahan sawah irigasi setelah padi. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 12 perlakuan (varietas), tiga ulangan. Varietas yang dikaji meliputi Grobogan, Gema, Detam-1, Detam-2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Rajabasa, Mutiara, Ijen, dan Willis. Setiap varietas ditanam pada plot berukuran 3 m x 5 m dengan 2 biji per lubang dan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Tanaman dipupuk NPK dengan dosis 250 kg/ha, diaplikasikan pada 7 hari setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan hama ulat grayak terendah pada varietas Detam-1 (9,87%) dan Gepak Ijo (10,19%). Tingkat serangan penggerek polong terendah pada varietas yang mempunyai biji kecil seperti Ijen (3,98%), Wilis (3,22%), Gepak Ijo (3,58%), dan Gepak Kuning (4,40%). Produksi tertinggi dicapai varietas Gepak Ijo (2,42 t/ha), sehingga varietas tersebut dianggap paling adaptif terhadap lingkungan dan iklim di Sulawesi Selatan. Namun dari segi sosial dan ekonomi, varietas tersebut kurang disenangi oleh petani dan pedagang karena bijinya kecil. Varietas yang dianggap paling cocok untuk dikembangkan di lahan irigasi setelah padi-ii adalah Grobogan dan Anjasmoro yang mempunyai biji besar. Kata kunci: kedelai, Glycine max, ulat grayak, penggerek polong ABSTRACT Resistance of several soybean varieties to armyworm and pod borer. South Sulawesi is one of central production areas for foods in Indonesia. The total areas of irrigated lowland are 296,587 ha, where rice is generally grown twice following the cropping pattern of rice-rice-fallow. This study aimed to determine the adaptation level of several soybean varieties grown after the second rice where the land is usually left fallow. A randomized block design with 12 treatments and three replications was applied. Twelve varieties were as treatments namely Grobogan, Gema, Detam-1, Detam-2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Rajabasa, Mutiara, Ijen, and Wilis. Each variety is planted in a 3 m x 5 m plot size with 2 plants per hole and 40 cm x 15 cm spacing. A NPK compound fertilizer with 250 kg/ha dosage was applied on 7 days after sowing. Dry condition during the growing season resulted in relatively severe of pest infestation. The lowest rate of army worm attack belonged to Detam-1 (9.87%) and Gepak Ijo (10.19%). Whilst the lowest pod borer attack was found in varieties with small seeds like Ijen (3.98%), Willis (3.22%), Gepak Ijo (3.58%), and Gepak Kuning (4.40%). The highest seed production was achieved by Gepak Ijo (2.42 t/ha), and therefore this variety was considered the most adaptive under the dry environmental condition of South Sulawesi. However, from social and economic point of views, this variety was less favored by farmers and traders in the province because of its small seed size. They prefer to grow Grobogan and Anjasmoro varieties with large seed size in irrigated lowland after the dry season rice. Keywords: soybean, Glycine max, army worm, pod borer 110

PENDAHULUAN Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung pangan nasional dengan luas lahan sawah irigasi 296.587 ha (Distan Provinsi Sulawesi Selatan 2014). Lahan tersebut umumnya ditanami padi dua kali dan setelah itu ditanami kacang-kacangan atau bera. Pada lahan sawah, setelah padi ke-2, ada waktu kosong tanpa tanaman sekitar 2,5 3,0 bulan. Untuk memanfaatkan lahan tersebut perlu mencari komoditas yang mempunyai umur pendek seperti kedelai dan kacang hijau. Pemanfaatan lahan sawah irigasi setelah padi ke-2 dengan penanaman kedelai di samping dapat menambah pendapatan petani juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan adanya tambahan hara dari sisa-sisa tanaman kedelai. Varietas yang cocok dikembangkan pada lahan sawah irigasi setelah padi II adalah varietas yang mempunyai umur genjah seperti Grobogan, Argomulyo, Gepak Kuning, dan Gema (Balitkabi 2008). Pengembangan varietas unggul baru kedelai pada lahan sawah irigasi tidak hanya ditekankan pada aspek produksi, tetapi juga perlu diperhatikan aspek sosial-ekonominya. Petani kedelai di Sulawesi Selatan lebih menyenangi kedelai yang mempunyai biji besar karena harganya mahal. Dalam memilih varietas kedelai untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan, dua hal penting yang menjadi perhatian yaitu mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga produksinya tinggi dan berbiji besar. Kedelai biji besar mempunyai harga lebih tinggi dibanding biji sedang dan biji kecil. Hama yang paling banyak menyerang pertanaman kedelai di Sulawesi Selatan adalah ulat grayak (Spodoptera litura) dan penggerek polong (Etiella zinkenella). Rata-rata luas serangan ulat grayak pada pertanaman kedelai sekitar 171 ha per tahun (BPTPH Maros 2014). Hasil penelitian BPTP (2014), intensitas serangan hama ulat grayak pada kedelai di sekitar wilayah Danau Tempe berkisar 35 50%. Hama kedua yang banyak menyerang pertanaman kedelai adalah penggerek polong. Hama ini umumnya muncul dan menyerang pertanaman kedelai selama periode Agustus November. Menurut laporan BPTPH (2014), luas serangan penggerek polong pada tanaman kedelai di Sulawesi Selatan ratarata 30,8 ha per tahun. Pengkajian di Kabupaten Bantaeng, menunjukkan bahwa intensitas serangan penggerek polong pada kedelai mencapai 45% (BPTP Sulsel 2015). Varietas yang mempunyai biji besar antara lain Grobogan, umur 76 hari dan ukuran biji 18 g/100 biji, Argomulyo (80 hari; 16 g/100 biji), Rajabasa (82 hari; 15 g/100 biji), Anjasmoro (83 hari; 15,3 g/100 biji), dan Argopuro (84 hari; 17,80 g/100 biji) (Balitkabi 2008). Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap ulat grayak dan penggerek polong pada lahan sawah irigasi setelah padi. BAHAN DAN METODE Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Maros pada bulan Juli tahun 2014 (MK II), di lahan sawah irigasi. Kajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 perlakuan (varietas) dan 3 ulangan. Varietas yang dikaji: Grobogan, Gema, Detam-1, Detam- 2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Rajabasa, Mutiara, Ijen, dan Willis. Setiap varietas ditanam pada plot berukuran 3 m x 5 m dengan 2 biji per lubang dan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Pupuk yang digunakan adalah NPK dengan dosis 250 kg/ha, diaplikasikan pada 7 hari setelah tanam (HST). Rahman dan Fattah: Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai terhadap Ulat Grayak dan Penggerek Polong 111

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot 100 biji, tingkat serangan penggerek polong, tingkat serangan pengisap polong, tingkat serangan ulat grayak, dan hasil biji/ha. Tingkat serangan penggerek polong dihitung berdasarkan rumus:... (1) I = Intensitas serangan (%); a = Jumlah polong terserang; dan b = Jumlah polong sehat. Tingkat serangan ulat grayak dihitung berdasarkan rumus:... (2) I = Intensitas serangan; n1 = Jumlah tanaman contoh dengan skala v1; v1 = Nilai skala kerusakan contoh ke- i; N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati; dan Z = Nilai skala kerusakan tertinggi. Nilai Skala : 0 = tidak ada kerusakan pada daun; 1 = Kerusakan daun >0 20%; 3 = Kerusakan daun >20 40%; 5 = Kerusakan daun >40 60%; 7 = Kerusakan daun >60 80%; dan 9 = Kerusakan daun >80 100%. Pengamatan terhadap tingkat serangan penggerek polong dan ulat grayak dilakukan secara sistem diagonal dengan mengambil 15 sampel tanaman per plot. Pengamatan tingkat serangan penggerek polong dilakukan pada umur tanaman 75 hst, sedangkan pengamatan tingkat serangan ulat grayak pada daun dilakukan pada umur 55 hst. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji DMRT pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman tertinggi adalah varietas Gepak Ijo dan terendah adalah varietas Detam-1. Tinggi tanaman varietas Gepak Ijo 62,20 cm tidak jauh berbeda dengan deskripsi varietas tersebut yaitu 65 cm (Balitkabi 2008). Hal ini membuktikan bahwa varietas Gepak Ijo lebih adaptif terhadap lahan sawah irigasi bila ditinjau dari segi parameter tinggi tanaman. Jumlah cabang per tanaman tertinggi pada varietas Gepak Ijo (3,50) dan terendah pada Kaba (2,5). Pengaruh jumlah cabang terhadap produktivitas akan mempengaruhi terbentuknya jumlah polong yang lebih banyak. Semakin banyak cabang terbentuk per rumpun, semakin besar peluang terbentuknya jumlah polong per rumpun. Hal ini sesuai Kuswantoro et al. (2012), jumlah cabang berhubungan erat dengan jumlah polong isi. Selanjutnya dikatakan bahwa galur-galur yang memiliki tanaman lebih tinggi juga mampu membentuk cabang yang lebih banyak dan kemudian membentuk polong yang lebih banyak pula. 112

Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah cabang per rumpun pada beberapa varietas kedelai, Jenetaesa, Maros. Musim tanam Juli September, 2014. Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang/rumpun (cbg) Gema 58,80 fg 3,40 bc Grobogan 54,40 de 3,30 bc Anjasmoro 56,10 efg 2,70 ab Kaba 50,80 bc 2,50 a Gepak Ijo 62,20 h 3,50 c Gepak Kuning 47,40 a 2,90 abc Rajabasa 52,70 cd 2,70 ab Mutiara 53,20 bcd 3,30 bc Detam-1 46,90 a 2,80 abc Detam-2 49,00 ab 3,00 abc Ijen 58,60 fg 3,10 abc Wilis 59,60 g 3,20 abc Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Tingkat serangan ulat grayak terendah ditemukan pada varietas Detam-1 9,87% dan Gepak Ijo 10,19%, sedangkan tertinggi pada varietas Mutiara (18,26%). Wilis merupakan varietas yang sudah lama dikembangkan oleh petani di Sulawesi Selatan dan memiliki tingkat serangan yang tinggi (15,21%). Tingkat serangan tersebut masih jauh lebih rendah dibanding tingkat serangan yang dicapai hasil penelitian Adie et al. (2012) yang berkisar 64,10% pada umur tanaman 20 HST. Tabel 2. Rata-rata tingkat serangan ulat grayak dan penggerek polong pada beberapa varietas kedelai, Jenetaesa, Maros. Musim tanam Juli September, 2014. Varietas Tingkat serangan ulat grayak (%) Tingkat serangan penggerek polong (%) Gema 11,12 ab 4,15 abc Grobogan 12,53 b 5,47 de Anjasmoro 11,24 ab 4,59 bcd Kaba 11,37 ab 7,64 gh Gepak Ijo 10,19 a 3,58 ab Gepak Kuning 15,95 c 4,40 abcd Rajabasa 14,57 c 6,42 ef Mutiara 18,26 d 8,41 h Detam-1 9,87 a 5,14 cd Detam-2 12,22 b 7,09 fg Ijen 15,64 c 3,98 abc Wilis 15,21 c 3,22 a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Tingkat serangan hama penggerek polong terendah ditemukan pada varietas Wilis (3,22%) dan tertinggi ditemukan pada varietas Mutiara (8,41%). Salah satu faktor fisik yang mempengaruhi tinggi-rendahnya serangan penggerek polong adalah jumlah dan ukuran (panjang-pendeknya) trikoma. Lebih lanjut Shanower (1996) dalam Susanto Rahman dan Fattah: Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai terhadap Ulat Grayak dan Penggerek Polong 113

(2008) mengemukakan bahwa kerapatan trikoma dapat mempengaruhi perilaku oviposisi khususnya serangga golongan Lepidoptera. Panjang trikoma efektif sebagai penghalang fisik dari polong terhadap serangga herbivora. Galur G100H lebih tahan terhadap ulat grayak dibanding varietas Wilis. Hal ini disebabkan galur G100H memliki trikoma yang lebih rapat (25,0/4 mm 2 pada daun atas) dibanding Wilis hanya 16,0. Begitu juga panjang trikoma, galur G100H mempunyai trikoma yang lebih panjang 1,1 mm dibanding Wilis 0,5 mm (Adie et al. 2012). Pada polong kedelai yang mempunyai trikoma yang banyak dan pendek, jumlah telur yang diletakkan penggerek polong lebih banyak (59 butir) dibanding polong yang mempunyai trikoma sedikit dan berukuran pendek, jumlah telur yang diletakkan lebih sedikit (4 butir) (Susanto dan Adie 2008). Faktor fisik lain dari tanaman yang ikut mempengaruhi tingkat serangan penggerek polong adalah luas permukaan polong. Polong yang memiliki permukaan lebih luas cenderung memiliki trikoma yang lebih banyak. Apabila dikaitkan dengan jumlah telur, maka telur lebih banyak diletakkan pada permukaan yang lebih luas (Susanto dan Adie 2008). Selain sifat fisik polong, ukuran biji kedelai juga mempengaruhi tingkat serangan penggerek polong. Menurut Susanto dan Adie (2008), kedelai berbiji besar lebih rentan terhadap penggerek polong dan mampu menyediakan makanan lebih banyak sehingga mampu mendukung kehidupan larva. Jumlah polong isi per rumpun tertinggi ditemukan pada varietas Wilis (91,30), disusul varietas Kaba (76,90). Sedangkan terendah ditemukan pada varietas Gema (43,35), kemudian disusul Mutiara (45,60) (Tabel 3). Namun kalau jumlah polong yang dicapai Wilis dikaitkan dengan hasil biji tidak berkorelasi positif. Hal ini disebabkan adanya faktor lain seperti bobot 100 biji, varietas Wilis mempunyai ukuran biji sangat kecil 10,37 g. Tabel 3. Jumlah polong isi dan polong hampa pada beberapa varietas kedelai. Jenetaesa, Maros. Musim tanam Juli September, 2014. Varietas Jumlah polong isi/rumpun Jumlah polong hampa/rumpun Gema 43,35 a 2,10 abc Grobogan 67,50 e 2,00 ab Anjasmoro 67,20 e 2,20 abc Kaba 76,90 g 2,20 abc Gepak Ijo 84,90 h 2,90 c Gepak Kuning 53,90 c 2,90 c Rajabasa 58,80 d 1,60 a Mutiara 45,60 b 1,60 a Detam-1 69,50 f 2,70 bc Detam-2 59,60 d 2,60 bc Ijen 67,00 e 2,50 bc Wilis 91,30 i 2,40 bc Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%. Bobot 100 biji tertinggi ditemukan pada varietas Grobogan dan terendah pada varietas Gepak Ijo. Sedangkan ukuran sedang seperti Wilis, Ijen, Gepak Kuning, dan Gema merupakan ukuran biji yang dominan pada kegiatan pengkajian varietas yang dilakukan di Maros 2014. Pada kegiatan pengkajian tersebut, ukuran yang dicapai pada Wilis lebih tinggi 10,37 g dibanding yang tercantum pada deskripsi varietas kedelai (Balitkabi 2008), namun 114

hampir sama dengan hasil penelitian Kuswantoro et al. (2013) yang dilakukan pada lahan kering masam sekitar 11,1 g. Tabel 4. Bobot 100 biji dan hasil biji pada beberapa varietas kedelai, Jenetaesa, Maros. Musim tanam 2014. Varietas Bobot 100 biji (g) Hasil biji (t/ha) Gema 11,56 b 1,69 a Grobogan 18,57 c 1,75 a Anjasmoro 15,55 c 2,21 b Kaba 10,24 b 2,23 b Gepak Ijo 7,06 a 2,42 c Gepak Kuning 10,18 b 2,21 b Rajabasa 10,95 b 2,27 bc Mutiara 12,16 b 2,34 bc Detam-1 14,21 c 2,34 bc Detam-2 11,02 b 2,35 bc Ijen 11,35 b 1,98 b Wilis 10,37 b 1,78 a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Produksi tertinggi dicapai varietas Gepak Ijo 2,42 t/ha, sedangkan terendah pada varietas Gema (1,69 t/ha), Grobogan (1,75 t/ha), dan Wilis 1,78 t/ha. Produksi biji pada penelitian lebih tinggi dibanding yang dicapai di Sumatera Selatan 1,40 t/ha (Arsyad et al. 2007). Varietas Anjasmoro merupakan varietas dominan yang ditanam petani di Sulawesi Selatan. Hasil yang dicapai pada varietas tersebut 2,21 t/ha dan hampir sama dengan potensi hasil yang tercantum dalam buku Deskripsi Varietas Unggul Kedelai (2013) yaitu 2,03 2,25 t/ha. Kegiatan ini mempunyai produksi biji yang lebih tinggi (2,21 t/ha) dibanding hasil biji ketika varietas tersebut ditanam di lahan masam dengan hasil 1,96 t/ha (Taufiq et al. 2007). KESIMPULAN 1. Tingkat serangan hama ulat grayak terendah ditemukan pada varietas Detam-1 dan Gepak Ijo. Sedangkan untuk penggerek polong, tingkat serangan terendah ditemukan pada varietas yang mempunyai ukuran biji kecil seperti Ijen, Wilis, Gepak Ijo, dan Gepak Kuning. 2. Hasil biji tertinggi dicapai oleh varietas Gepak Ijo, sehingga varietas tersebut dianggap paling adaptif terhadap lingkungan dan iklim di Sulawesi Selatan. Namun dari segi sosial-ekonomi, varietas tersebut kurang disenangi oleh petani di Sulsel karena bijinya kecil. Sehingga varietas yang dianggap paling cocok untuk dikembangkan di lahan irigasi setelah padi ke-2 adalah Grobogan dan Anjasmoro. DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M., A. Krisnawati, dan A.Z. Mufidah. 2012. Derajad ketahanan genotype kedelai terhadap hama ulat grayak. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Aneka Kacang dan Umbi. Badan Litbang Pertanian: 29 36. Rahman dan Fattah: Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai terhadap Ulat Grayak dan Penggerek Polong 115

Arsyad, D.M., H. Kuswantoro, dan Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian 26(1):26 31. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. 2015. Laporan Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. Laporan Tahunan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2014. Laporan Tahunan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Deskripsi Varietas Unggul. 2008. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deskripsi Varietas Unggul. 2013. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kuswantoro, H., Sutrisno, Supeno. 2012. Daya hasil galur-galur kedelai toleran hama penggerek polong. Peningkatan Daya Saing dan Implementasi Pengembangan Komoditas Kacang dan Umbi Mendukung Pencapaian Empat Sukses Pembangunan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian:48 57 Kuswantoro, H., D.M. Arsyad, dan Purwantoro. 2013. Karakteristik kedelai toleran lahan kering masam. Palawija. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:1 10. Susanto, G.W. dan M. M. Adie. 2008. Penciri ketahanan morfologi genotype kedelai terhadap hama penggerek polong. Jurnal Penelitian Pertanian 27(2):95 100. Taufiq, A., Marwoto, Darman M.A., S. Hardaningsih. 2007. Perbaikan budidaya kedelai di lahan kering masam Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian, 26(1):38 45. 116