BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C 18 H 36 O 2 dan asam

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

A. Sifat Fisik Kimia Produk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

4 Pembahasan Degumming

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan )

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Studi Penggunaan Katalis Padat Pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Dari Metil Ester Berbasis Minyak Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUANPUSTAKA. dan ubi kayu.tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI SAFONIFIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Labu leher tiga Pyrex - Termometer C

Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terhadap Tegangan Permukaan Larutan Sabun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jarak Duri Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang hidup di daerah tropik maupun sub tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. Tanaman jarak duri telah lama dikenal di Indonesia, tanaman ini berkembang sangat cepat, tidak bergantung pada musim, serta dapat memperbanyak diri dengan cepat melalui biji-bijinya yang tanggal dan tersebar dengan sendirinya (Ketaren, 1986). Tanaman jarak duri memiliki banyak sebutan di masyarakat Indonesia, antara lain jarak kaliki (Sunda), jarak atau kepyar (Jawa), kaleke (Madura), gloah atau nawaih nawas (Aceh Gayo), lulang (Karo), dan dulang (Tapanuli) (Prihandana dan Hendroko, 2006). Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan komposisi 54% minyak, 13% karbohidrat, 12,5% serat, 2,5% abu dan 18% protein (Ketaren, 1986). 2.2 Lemak dan Minyak Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol dan disebut trigliserida. Perbedaan lemak dan minyak adalah pada temperatur kamar lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair, karena minyak mengandung persentase asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lemak. Umumnya, lemak berasal dari sumber hewani dan minyak dari sumber nabati. Asam lemak ialah

asam yang diperoleh dari penyabunan lemak dan minyak (Fessenden dan Fessenden, 1984; Hart, 2003). 2.3 Minyak Kastor Minyak kastor diperoleh dari biji tanaman jarak duri duri. Minyak kastor mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi 89,5% asam risinoleat, 4,2% asam linoleat, 3% asam oleat, 1 % asam stearat,1% asam palmitat, 0,7% asam dihidroksi stearat, 0,3% asam eikasanoat dan 0,3% asam linolenat. Asam risinoleat merupakan penyusun utama minyak kastor. Asam risinoleat adalah asam lemak tak jenuh yang tersusun dari 18 atom karbon dengan struktur seperti asam oleat namun memiliki gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom C ke-12 (Naughton, 1973). Minyak kastor dapat dibedakan dengan trigliserida lain karena memiliki kekentalan dan kelarutan dalam pelarut organik yang polar seperti alkohol yang relatif tinggi. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak kastor tidak digunakan sebagai bahan pangan. Kulit biji jarak duri mengandung risin yang merupakan protein yang bersifat racun (Ketaren, 1986). Orang Mesir kuno sudah menggunakan minyak kastor untuk minyak lampu sejak lebih dari 4000 tahun lalu. Pada masa sekarang, minyak kastor dapat diproses menjadi minyak pelumas dan minyak rem. Minyak kastor dan turunannya banyak digunakan dalam pembuatan obat-obatan, industri sabun, parfum dan kosmetik lain. Juga digunakan dalam pembutan lilin dan cat, pembuatan tinta printer dan transparansi, plastik, dan surfaktan (Widodo dan Sumarsih, 2006).

2.4 Metode untuk Medapatkan Minyak Ada beberapa cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak, antara lain: 2.4.1 Rendering Rendering adalah cara mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada rendering dilakukan pemanasan dengan tujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau bahan yang terkandung di dalamnya (Ketaren, 1986). 2.4.1.1 Dry Rendering Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air, dipanaskan (pada temperatur 105-110 o C) dan diaduk. Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel (Ketaren, 1986). 2.4.1.2 Wet Rendering Wet rendering adalah cara rendering dengan penambahan air selama proses berlangsung. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian ditambahkan air, dipanaskan pelahanlahan sampai suhu 50 o C sambil diaduk (Ketaren, 1986). 2.4.2 Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak, terutama untuk

bahan berupa biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30%-70%). Pemanasan sebelum pengepresan bertujuan untuk memudahkan proses pengepresan dengan mengurangi kekentalan minyak dan menggumpalkan protein (Ketaren, 1986). 2.4.2.1 Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing) Besarnya tekanan dan lama pengepresan akan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Umumnya, jumlah minyak yang diperoleh pada pengepresan hidraulik mencapai 80% dari kadar minyak yang terdapat pada daging biji (Ketaren, 1986). 2.4.2.2 Pengepresan Berulir (Expeller Pressing) Biji dipres dengan pengepresan berulir yang berjalan secara kontinu. Biji dapat dimasukkan ke dalam alat pengepres secara kontinu sehingga jumlah bahan yang dapat dipres dan minyak yang dihasilkan lebih banyak (Ketaren, 1986; Widodo dan Sumarsih, 2006). 2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut (Slvent Extraction) Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak atau lemak dalam pelarut minyak atau lemak. Pada cara ini diperoleh kadar minyak yang lebih tinggi, namun sebagian fraksi yang bukan minyak juga akan ikut terekstraksi (Ketaren, 1986). 2.5 Ester Asam Lemak Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus COOR, R dapat berupa alkil maupun aril. Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol yang disebut reaksi esterifikasi (Fessenden dan Fessenden, 1984).

Transesterifikasi adalah pembentukan ester dengan mereaksikan: ester asam lemak dengan asam lemak yang disebut asidolisis; ester asam lemak dengan alkohol atau gliserol yang disebut alkoholisis atau gliserolisis; ester dengan ester atau pertukaran ester yang disebut sebagai interesterifikasi (Davideck, et al. 1990). Transesterifikasi trigliserida terdiri dari tiga tahap reaksi dan bersifat reversibel, secara berturut trigliserida diubah menjadi digliserida, monogliserida dan akhirnya menjadi gliserol dan membebaskan satu molekul ester di setiap langkahnya. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah memisahkan gliserol dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya metanol) menjadi metil ester asam lemak (MEAL) atau dikenal dengan biodisel. Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester baru. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat (Meher, 2004). Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut: trigliserida metanol ester gliserol Gambar 1. Reaksi transesterifikasi

2.6 Metil Ester Sulfonat Surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi terjadi dengan mereaksikan pereaksi yang mengandung sulfat atau sulfit dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol lemak. Disebut sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfon pada senyawa organik (Nightingale, 1987; Schwuger and Lewandowski, 1995). Surfaktan digunakan dalam jumlah besar pada berbagai produk kebutuhan rumah tangga, kosmetik dan farmasi, detergen dan produk-produk pembersih lainnya. Biasanya setelah digunakan, prduk yang mengandung surfaktan tersebut dibuang sebagai limbah yang pada akhirnya akan dibebaskan ke permukaan air. Bidegradasi dan mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah dan konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penggunaan surfaktan adalah memperluas peggunaan surfaktan alami. Metil ester sulfonat merupakan turunan ester asam lemak yang dibuat secara sintesis adalah surfaktan alami (Brown, 1995). Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati. Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi (petroleum) adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena mudah didegradasi oleh bakteri, memiliki ketahanan terhadap kesadahan dan

temperatur tinggi, dan memiliki pembusaan yang rendah (Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995). Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO 3, atau gas SO 3 dengan ester asam lemak. Pereaksi kimia yang banyak digunakan adalah gas SO 3 yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa senyawa organik (Schwuger and Lewandowski, 1995). Reaksi sulfonasi dengan gas SO 3 terjadi sebagai berikut: metil ester metil ester sulfonat Gambar 2. Reaksi sulfonasi MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produkproduk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan proses pemurnian. Menurut Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995), proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO 3 dalam failing film reactor pada suhu 80-90 o C. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H 2 O 2 atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH), setelah melewati tahap netralisasi, produk dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk pasta, serbuk, atau granula.

Foster (1996) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus dikendalikan. Faktor lainnya adalah suhu reaksi, konsentrasi reaktan (gas SO 3 ), ph netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan. 2.7 Sabun dan Detergen Sabun adalah garam dari asam lemak berantai panjang, biasanya merupakan garam natrium, contohnya natrium stearat. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan mengandung suatu ujung ion yang bersifat hidrofilik, sehingga sabun adalah surfaktan yang mampu mengemulsi kotoran berminyak. Kekurangan dari sabun ialah membentuk garam yang tidak larut dengan Ca 2+, Mg 2+ dan ion-ion lain yang terdapat dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden, 1984). Detergen meupakan garam sulfat atau sulfonat dari asam lemak lemak berantai panjang, contohnya natrium lauril sulfat. Sama seperti sabun, detergen adalah surfaktan, dengan rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan ujung ion sulfat atau sulfonat yang bersifat hidrofilik. Adanya gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan detergen dapat digunakan dalam air sadah karena detergen membentuk garam yang dapat larut dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden, 1984). 2.8 Surfaktan Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka. Surfaktan disebut juga amfifil, dimana molekul atau ion tersebut mempunyai afinitas tertentu, baik terhadap pelarut polar maupun non polar, bisa hidrofilik, lipofilik atau berada tepat diantara kedua ekstrem. Dalam

satu molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus yang berbeda polaritasnya yaitu gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar biasa disebut hidrofobik atau lipofilik yang berasal dari bahasa Yunani phobos (takut) dan lipos (lipid) (Martin, dkk. 1993). Gugus hidrofil antara lain adalah gugus hidroksil (-OH), gugus karbksilat (-COOH), gugus sulfat (-SO 2 -OH), gugus sulfonat (-SO 2 -OH), gugus amino (-NH 2 ), atau gugus amino tersubstitusi: -NHR 1, -NR 1 R 2. Gugus lipofil Berdasarkan muatan gugus hidrofilnya, surfaktan dibagi atas surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik. Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan, seperti gugus karboksilat (RCOO - M + ), sulfonat (RSO - 3 M + ) atau posfat (ROPO - 3 M + ). Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan positif pada bagian aktif permukaan, contoh ammonium halida kwarterner (R 4 N + X - ). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada ph, pada ph tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada ph rendah dapat menunjukkan sifat kationik (Rieger, 1985). Tegangan permukaan turun dengan tajam apabila konsentrasi zat aktif permukaan dinaikkan sampai mencapai suatu harga yang tetap. Sifat-sifat larutan yang mengandung zat aktif permukaan berubah dengan tajam pada suatu kisaran knsentrasi yang sempit. Konsentrasi ini yang disebut konsentrasi misel kritis. Zat aktif permukaan tidak mempunyai efek lebih lanjut pada tegangan permukaan

pada konsentrasi di atas knsentrasi misel kritis, tetapi bergabung (50-150 molekul surfaktan) membentuk agregat berukuran koloid yang disebut misel dimana rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Martin, dkk. 1993). a b Gambar 3. Molekul surfaktan membentuk misel (a. Gugus hidrofilik dan hidrofobik surfaktan; b. Agregat surfaktan atau misel) Karena adanya rantai hidrokarbon, molekul surfaktan secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, namun teremulsi dalam air karena membentuk misel. 2.8.1 Tegangan Permukaan Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang harus diberikan sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam, dengan satuan dyne/cm dalam system cgs (Martin, 1993). Pengukuran tegangan permukaan dapat dilakukan dengan beberapa metode, tetapi yang sering digunakan adalah metode kenaikan kapiler dan Du Nouy. Prinsip dari tensimeter Du Nouy adalah bahwa gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina-iridium yang dicelupkan pada permukaan atau antarmuka adalah sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan

antarmuka. Gaya yang diperlukan untuk melepaskan cincin dengan cara ini diberikan oleh suatu kawat spiral dan dicatat dalam satuan dyne pada suatu penunjuk yang dikalibrasi (Martin, dkk. 1993). 2.8.2 Keseimbangan Hidrofilik Lipofilik Sifat aktivitas permukaan terutama tergantung dari perbandinganhidrofilik dan lipofilik dari surfaktan. Perbandingan ini harus dalam batas tertentu supaya zat tersebut dapat bekerja sebagai surfaktan. Besarnya bagian hidrofilik dan lipofilik menentukan potensi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu zat, semakin hidrofilik zat tersebut. Jika bagian hidrofilik terlalu dominant maka zat tersebut tidak akan melekat ada permukaan tetapi akan melarut dalam air. Jika bagian lipofilik terlalu dominant maka zat tersebut akan melarut sempurna dalam minyak dan tidak lagi berfungsi sebagai surfaktan (Martin, dkk. 1993). Davies telah menghitung nilai Keseimbangan Hidrofilik dan Lipofilik (KHL) untuk zat aktif permukaan dengan memecah berbagai molekul surfaktan ke dalam gugus-gugus penyusunnya, yang masing-masing diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB nya menurut persamaan: HLB = (angka -angka gugus hidrofilik) + (angka -angka gugus lipfilik) + 7 (Martin, dkk. 1993). 2.9 Spektroskopi Inframerah Spektrofotometri inframerah banyak digunakan dalam identifikasi analisa kimia organik untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa. Frekuensi inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter. Daerah

pengukuran radiasi inframerah yang umumnya digunakan untuk menyelidiki senyawa-senyawa organik adalah 700-4000 cm -1, dimana pada daerah 1500-4000 cm -1 merupakan daerah gugus fungsi, dan pada daerah 700-1500 cm -1 adalah daerah sidik jari (fingerprint region) yang memberikan spektrum yang khas untuk setiap senyawa (Hart, dkk. 2003; Silverstein, 1986). Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam beberapa menit. Sedikit sampel senyawa diletakkan dalam instrumen dengan sumber radiasi inframerah. Spektrofotometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh molekul muncul sebagai pita pada spektrum (Hart, dkk. 2003). Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena cepat dan relatif murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dan jenis ikatan yag ada dalam molekul, selain itu inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas karena dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Silverstein, 1986).