BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PAD DAN DAU TERHADAP BELANJA DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

Jawa Timur Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BABl PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dengan adanya desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantu, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokratis, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indoensia. Dalam pelaksanaanya, kebijakan otonomi daerah juga didukung dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Dimana yang dimaksusd pusat adalah Pemerintah Pusat (Pempus) dan daerah adalah Pemerintah Daerah (Pemda). Yang menjelaskan mengenai suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisiensi dalam rangka pendanaan penyelenggran desentralisasi, 1

2 dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantu. Wujud dari perimbangan keuangan antar pusat dan daerah diwujudkan melalui dana perimbangan yang bersumber dari APBN yang memang dialokasikan khusus kepada daerah untuk menyelenggarakan tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentarlisasi yang dibiayai atas beban APBD dimana Dana Perimbanga terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak dari sumber daya alam. Ketiga jenis pendapatan tersebut dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendanaan utama yang digunakan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahannya sendiri. Dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antar pusat dan daerah dari pajak yang dibagi. DAU berperan sebagai pemerata fiskal antar daerah (fiscal equilization) di Indonesia dan DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat (Saragih, 2003 dalam Kusumadewi, 2007). Tentunya penggunaan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah yakni pemerintah kabupaten/kota yang diharapakan dapat menggunakan dana tersebut secara efektif dan seefisien mungkin guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta mempertanggungjawabkannya atas penggunaan dana tersebut. Transfer pastinya harus dilaksanakan dalam pelasaknaan desentralisasi karena pemerintah pusat melimpahkan wewenangnya kepada daerah dalam rangka menyelesaikan berbagai urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada pemda. Namun hal ini akan mengakibatkan adanya peningkatan pengeluran

3 daerah dalam melaksanakan wewenangnya lebih banyak dibandingkan sebelum diberlakukannya otonomi daerah. Namun pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan dana utama yang digunakan pemerintah daerah dalam pembiyaan utamanya sehari-hari, yang dilaporkan oleh pemda melalui perhitungan APBD. Ini dapat disebabkan oleh perbedaan penafsiran mengenai DAU oleh daerah-daerah. Menurut Saragih (2003) dalam Kusumadewi (2007), hal tersebut disebakan: (a) DAU merupakan hibah yang diberikan pemerintah pusat tanpa ada pengembalian, (b) DAU tidak perlu dipertanggungjawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintah daerah, (c) DAU harus dipertanggungjawabkan baik ke masyarakat lokal maupun ke pusat, karena DAU berasal dari dana APBN. Tabel 1.1 Daftar Alokasi Transfer APBN Ke Daerah Provinsi Kalimantan TimurTahun 2010-2014 (dalam juta rupiah) No. Jenis Transfer 2010 2011 2012 2013 2014 1 DANA PERIMBANGAN 4.308.299,86 5.295.875,92 5.396.169,89 5.335.759,15 6.186.052,36 A B C II Dana Bagi Hasil 653.810,50 5.206.241 5.984.332,19 5.272.171,97 6.127.355,95 Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) DANA OTSUS DAN PENYESUAIAN 0 51.446,85 52.637,76 55.539,34 57.312,52 3.811,00 33.643,20 38.188,10 8.047,84 1.037,93 33.643,2 38.188,1 15.292,13 394.630,73 1.383,9 JUMLAH 4.995.918 10.594.855 5.411.462,02 11.066.149 12.780.723 Sumber: Kemendagri, Perda, 2016

4 Dana transfer ialah dana yang diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Berdasarkan Tabel 1.1 diindikasikan bahwa secara umum dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah setiap tahunnya mengalami kenaikan namun tidak dalam jumlah besar hanya kecil saja. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur tidak mengalami ketergantungan. Hamdani (2014) menjelaskan bahwa meskipun tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemrintah namun Provinsi Kalimantan Timur memiliki kemampuan PAD yang tinggi, semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai sendiri belanja serta kebutuhannya sendiri, ini menunjukkan kinerja keuangan yang positif dan diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah. Namun jika pemerintah merespon dana DAU lebih banyak digunakan daripada PAD maka daerah tersebut mengalami flypaper effect. Tingkat PAD yang tinggi membuat Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan porsi DAU yang sangat kecil.

5 16000000,00 14000000,00 12000000,00 10000000,00 8000000,00 6000000,00 4000000,00 2000000,00 0,00 2010 2011 2012 2013 2014 PAD DAU BD Sumber : kemendagri, Perda 2016 Gambar 1.1 Grafik Kemampuan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2010-2014 (dalam juta rupiah) Gambar 1.1 membuktikan bahwa tujuan dari transfer adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah daerah, menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh daerah, yang belum tercapai dan kekurangan dananya dapat digali melalui pengelolaan potensi daerah masingmasing. Dari Gambar1.2 membuktikan bahwa Provinsi Kalimantan Timur secara umum memperoleh DAU yang lebih sedikit namun penerimaan DAU setiap tahunnya selalu meningkat. Dari gambar tersebut juga tampak bahwa belanja daerah provinsi Kaliman Timur setiap tahun, anggarannya cenderung meningkat. Namun, kemandirian daerah yang dilihat dari indikator kontribusi PAD terhadap belanja daerah di pronvinsi Kalimantan Timur mengalami perkembangan yang siginifikan bahkan cenderung naik disetiap tahunnya.

6 Hal ini dibuktikan dengan kontribusi PAD terhadap belanja daerah di Provinsi Kalimantan Timur pada grafik di atas mengalami perubahan yang terus menerus semakin meningkat setiap tahunnya dan tentunya dapat disimpulkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur sudah termasuk daerah yang mandiri dan tidak mengalami ketergantungan terhadap pemerintah pusat dikarenakan dari kontribusi PAD terhadap belanja daerah yang sangat berpengaruh. Provinsi Kaliman Timur mendapatkan penerimaan DAU yang sedikit namun Provinsi Kalimantan Timur dapat menggunakan DAU dengan maksimal serta dapat menggunakan serta mengelola sumber dananya dengan sangat baik dan dapat meningkatkan PAD. Namun jika pemerintah merespon dana DAU lebih banyak digunakan daripada PAD maka daerah tersebut mengalami flypaper effect. 15.000.000 10.000.000 5.000.000 - PAD 2010 A 2013 A 2011 B 2014 B 2012 C 2010 D 2013 D 2011 E 2014 E 2012 F 2010 G 2013 G 2011 H 2014 H 2012 I 2010 J 2013 J Sumber: Kemendagri, Perda, 2016 PAD DAU BELANJA Gambar 1.2 Grafik Kemampuan Daerah Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2010-2014 (dalam juta rupiah)

7 Keterangan: A = Kota Balikpapan B = Kota Samarinda C = Kota Bontang D = Kab. Kutai Timur E = Kab. Kutai Kartanegara F = Kab. Kutai Barat G = Kab. Paser H = Kab. Penajam Paser Utara I = Kab. Berau J = Provinsi Kalimantan Timur Pada Gambar 1.2 yang mana menggambarkan kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Timur. Bila melihat gambar di atas bahwa secara keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur memperoleh DAU yang setiap tahunnya terus bertambah. Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa belanja daerah kabupaten/kota di Kalimantan Timur setiap tahun anggarannya semakin cenderung meningkat namun masih mengalami fluktuasi pada daerah-daerah tertentu. Namun di sisi lain, kemandirian daerah yang dilihat dari segi indikator kontribusi PAD pada kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur cenderung meningkat pula di setiap kabupaten/kotanya. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan DAU di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur membawa perubahan yang signifikan pada kemandirian daerah. Ini dibuktikan dari kontribusi PAD terhadap belanja daerah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Timur pada grafik mengalani perubahan yang berarti. Tentunya bagi setiap daerah dalam menetapkan atau menargetkan APBD daerah pastinya berdasarkan target serta realisasi pada tahun sebelumnya, hal ini disebakan karena penargetan pos-pos yang berada dalam APBD seperti PAD, DAU, belanja daerah dll. pada tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penetapan

8 atau penargetan pada tahun selanjutnya yang tentunya untuk meningkatkan nilai tambah daerah itu sendiri di tahun yang selanjutnya, seperti dalam peningkatan perekonomian, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Prakosa (2004) menuliskan bahwa Indonesia pada dekade 1990-an, persentase mencapai 72% pengeluran provinsi dan 86% pengeluaran kabupaten/kota. Di Amerika Serikat, persentase transfer dari seluruh pendapatan mencapai 50% utnuk pemerintah federal dan 60% untuk pemerintah daerah Fisher (1996) dalam Prakosa (2004). Khusus di negara bagian Wisconsin di AS, sebesar 47% pendapatan pemda berasal dari transfer Pemerintah Pusat (Deller et al, 2002 dalam Prakosa, 2004). Di negara-negara lain, persentase transfer atas pengeluaran pemda adalah 85% di Afrika Selatan, 67% - 95% di Nigeria, dan 70% - 90% di Meksiko. Beberapa kajian mengenai pelaksanaan desentralisasi di Indonesia sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain; Prakosa (2004), Masdjojo (2009), Diah (2007) dan Maimunah (2006). Para peneliti tersebut mengakaji pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Daerah dengan mengambil sempel kabupaten/kota di Jawa Tengah, DIY, se-indoensia dan Sumatera. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak semua PAD berpengaruh terhadap Belanja Daerah dan tidak semua PAD memiliki pengaruh terhadap Belanja Daerah dan tidak semua DAU mengalami flypaper effect. Provinsi Kalimantan Timur adalah provinsi yang berbeda dari yang diteliti peneliti sebelumnya yang memiliki karakteristik ekonomi dan geografi yang berbeda dengan pulau Jawa dan Sumatera. Keadaan yang berbeda inilah yang membuat peneliti ingin meneliti

9 mengenai Analisis Flypaper Effect PAD Dan DAU Terhadap Belanja Daerah Di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010 2014. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibuat sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja daerah di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010-2014? 2. Apakah terjadi flypaper effect di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010-2014? C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini dapat tercapai serta pembahasan masalah tidak melebar dari latar belakang maka peneliti hanya membatasi tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Daerah. Wilayah penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur dengan sembilan kota/kabupaten yang terdiri dari Kota Balikapapan, Kota Samarinda, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Berau, sedangkan untuk waktu dalam penelitian menggunakan tahun 2010-2014.

10 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010-2014. b. Untuk mengetahui terjadinya flypaper effect di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010-2014. 2. Kegunaan Penelitian a. Untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Penelitian ini diharapakan dapat memberikan wawasan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur serta dapat memberikan gambaran dan informasi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan startegi yang berkaitan dengan PAD, DAU dan belanja daerah. b. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharpakan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian lebih lanjut mengenai PAD, DAU dan belanja daerah serta analisis flypaper effect.