DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

III. TINJAUAN PUSTAKA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI RIZKI GEMALA BUSYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Transkripsi:

DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah menyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Agustus 2011 Liston Siringo ringo NRP. H353080081

ABSTRACT LISTON SIRINGORINGO. The Impact of Economic Policy on Palm Oil and Rubber Industries in Indonesia (NUNUNG KUSNADI as Chairman and NUNUNG NURYARTONO as Member of the Advisory Committee) During the period 1968-2008 oil palm plantations area in Indonesia had increased with the growth rate higher than rubber plantations area, that had been 11 percent compare to one percent per year. It is assumed that economic policy has significant impact for the development Indonesian palm oil and rubber industries. The general aim of the research is to analyze the impact of various economic policies on palm oil and rubber industries. This study was conducted by formulating dynamic simultaneous equations model of palm oil and rubber industries with consisting of 44 behavioral and 18 identity equations. The Two Stage Least Squares (2SLS) method was used to estimate the parameters of the behavioral equations in the model. The results of research showed that there is competition in the between oil palm and natural rubber commodities in terms utilization of available natural resources. While sub-block domestic market and international market do not have a linkage between crude palm oil and natural rubber because they have different market. The historical simulation in the period of 1994 2008 showed that: (1) decreasing interest rates gave a positive impact on oil palm and rubber mature area, (2) increasing in farm input prices such as wage rate and fertilizer prices gave a negative impact on oil palm and natural rubber mature area, (3) exchange rate depreciation gave a positive impact on export price of palm oil and natural rubber, increases producer surplus and result in largest foreign earning, and (4) decreasing palm oil export tax gave a positive impact on palm oil export price. Keywords: economic policy, palm oil, natural rubber, 2SLS method

RINGKASAN LISTON SIRINGORINGO. Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua, dan NUNUNG NURYARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Subsektor perkebunan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan, pemenuhan kebutuhan pangan pokok dan untuk kesempatan kerja. Bagi subsektor ini kelapa sawit dan karet merupakan komoditi penting. Komoditi kelapa sawit dan karet mampu menyumbang sekitar 62 persen dari total devisa yang dihasilkan oleh subsektor perkebunan. Penyerapan tenaga kerja pada usaha pengembangan komoditi ini mencapai 4.1 juta KK (Ditjenbun, 2007). Selama periode tahun 1968-2008 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dengan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan luas areal perkebunan karet. Secara rata-rata pertumbuhan luas areal kelapa sawit 11 persen per tahun sementara luas areal perkebunan karet hanya tumbuh 1 persen per tahun. Pada tahun1968 luas areal perkebunan karet mencapai 2.20 juta ha dan luas perkebunan karet hanya 0.11 juta ha namun pada tahun 1999 luas areal perkebunan kelapa sawit melebihi luas areal perkebunan karet. Pertumbuhan luas areal kelapa sawit yang sangat cepat diduga karena adanya pengalihan komoditi karet atau komoditi lainnya menjadi komoditi kelapa sawit dan adanya pembukaan lahan baru. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit ini tidak terlepas dari adanya dukungan kebijakan pemerintah. Prospek pasar dari komoditi kelapa sawit dan karet cukup cerah baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Konsumsi Crude Palm Oil (CPO) dan karet alam terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi CPO pada tahun 2025 diprediksi akan mencapai 44.55 juta ton (Susila, 2001) dan komsumsi karet alam tahun 2020 diprediksikan oleh IRSG mencapai 10.9 juta ton. Untuk menangkap peluang pasar tersebut perlu kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan komoditi ini. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal, produktivitas, dan konsumsi serta harga di pasar domestik dari komoditi kelapa sawit dan karet Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor Indonesia, permintaan impor, konsumsi negara importir utama, dan harga di pasar internasional dari komoditi kelapa sawit dan karet, (3) menganalisis dampak perubahan kebijakan ekonomi terhadap perkembangan industri komoditi kelapa sawit serta kaitannya dengan perkembangan industri komoditi lainnya (karet) di Indonesia, dan (4) menganalisis dampak perubahan kebijakan ekonomi terhadap distribusi kesejahteraan produsen, konsumen dan pemerimaan devisa dari industri komoditi kelapa sawit dan karet. Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistem dengan merumuskan model ekonometrika industri kelapa sawit dan karet berupa persamaan simultan yang terdiri dari 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Identifikasi model dilakukan dengan metode order condition sedangkan metoda estimasi yang digunakan kuadrat terkecil dua tahap (two stage least squares, 2SLS). Keragaan hasil pendugaan model dievaluasi

dengan kriteria ekonomi dengan idikator tanda dan besaran dari parameter dan kriteria statistik dengan indikator koefisien determinasi (R 2 ), F hitung, t hitung, dan koefisien Durbin-Watson (DW). Dan untuk mengevalusi berbagai alternatif dampak kebijakan ekonomi dilakukan simulasi historis. (1994-2008) dengan metode solusi Newton. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa pada subblok produksi terdapat persaingan antara komoditi kelapa sawit dan karet dalam menggunakan sumberdaya lahan yang tersedia. Sedangkan subblok pasar domestik dan pasar internasional tidak memiliki keterkaitan antara komoditi CPO dan karet alam karena memiliki pasar yang berbeda. Secara umum hasil pendugaan model cukup valid dan mampu menangkap fenomena ekonomi dari industri kelapa sawit dan karet dan perdagangan di pasar domestik dan pasar internasional. Dengan demikian model yang diperoleh dapat digunakan untuk simulasi model dalam mencapai tujuan penelitian. Selain itu model dapat digunakan untuk landasan penyusunan kebijakan pemerintah dalam mendukung pengembangan industri kelapa sawit dan karet. Dari hasil simulasi historis mengenai dampak kebijakan ekonomi terlihat bahwa pada masing-masing skenario trade off antara surplus produsen dengan surplus konsumen dan penerimaan devisa. Kebijakan penurunan suku bunga memberikan insentif bagi petani untuk mengembangkan usahanya yaitu berupa keringanan memperoleh tambahan modal melalui kredit di bank. Dengan penurunan tingkat suku bunga memberikan dampak pada peningkatan luas areal tanaman menghasilkan pada semua bentuk pengusahaan baik perkebunan kelapa sawit dan karet Indonesia, kecuali luas areal tanaman menghasilkan karet perkebunan besar negara turun. Sejalan dengan peningkatan luas areal tanaman menghasilan total produksi CPO Indonesia juga meningkat tetapi total produksi karet alam menurun hal ini disebabkan penurunan produktivitas. Kebijakan peningkatan harga input perkebunan seperti menaikkan upah tenaga kerja dan harga pupuk, berdampak pada penurunan luas areal tanaman menghasilkan sehingga total produksi juga akan menurun. Penurunan total produksi CPO dan karet alam berimbas pada pasokan bahan baku untuk industri domestik semakin berkurang akibatnya harga domestik CPO dan karet alam mengalami kenaikan. Dampak selanjutnya dari penurunan produksi CPO dan karet alam akan menurunkan jumlah ekspor sehingga penerimaan devisa menjadi berkurang. Depresiasi rupiah berdampak pada peningkatan harga ekspor CPO dan karet alam. Hal ini akan memacu peningkatan ekspor dari CPO dan karet alam. Sebaliknya pasokan bahan baku untuk industri domestik akan berkurang sebagai akibatnya harga CPO dan karet alam domestik akan meningkat. Penurunan pajak ekspor CPO akan menyebabkan harga ekspor CPO meningkat. Kondisi ini memacu peningkatan jumlah ekspor CPO. Dengan peningkatan jumlah yang diekspor, alokasi produksi untuk pasokan untuk industri domestik berkurang sehingga mendorong peningkatan harga domestik CPO. Kenaikan harga ini merupakan insentif bagi petani kelapa sawit untuk meningkatkan produksinya melalui perluasan areal.

Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS (Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Mayor : Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia : Liston Siringo-ringo : H353080081 : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. Ketua Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Anggota Mengetahui, 2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 31 Mei 2011 Tanggal Lulus

KATA PENGANTAR Terpujilah Allah Bapa di Surga yang senantiasa memberikan kekuatan, kesehatan, hikmat, penyertaan dan penjagaan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan Judul Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan pengembangan industri kelapa sawit dan karet di Indonesia. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S dan Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si, selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis yang telah memberikan masukan bagi perbaikan tesis ini. 3. Teman-teman mahasiswa di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2008 (Adrew, Gonang, Ida, Kory, Nurul, Retno, Roeskani, Thato, Trees). Temanteman satu kos Dewi Sartika (Sabam Situmorang dan Saud RJ) terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama kuliah di IPB.

4. Seluruh staf di sekretariat Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (Mba Rubi, Mba Yani, Angga, Ibu Kokom dan Pak Husein) yang membantu penulis selama perkuliahan sampai akhir penulis menyelesaikan studi. 5. Keluarga Besar Perkantas Bogor atas dukungan doa, kasih, perhatian dan kebersamaan selama penulis studi di Bogor. Teman-teman yang studi pascasarjana di IPB (Bang Surya, Bang Barto, Danner, Dedi, Desma, Nelly, Tience) 6. Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Secara khusus dengan penuh rasa hormat dan cinta penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan doa dari Ibunda Pesti Paulina br Hutabarat, Abangku Robin Siringoringo, Adekku Donal Siringoringo dan Sari Agustina Saragih. Penulis sungguh bersyukur kepada Tuhan buat dukungan yang mereka berikan. Tesis ini masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Terlepas dari segala keterbatasan yang ada Penulis berharap penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pendidikan dan sektor pertanian khususnya pengembangan perkebunan kelapa sawit dan karet di Indonesia. Bogor, Agustus 2011 Liston Siringoringo

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kisaran, 26 Juni 1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Julius Siringoringo (Alm) dan Pesti Paulina Hutabarat. Pada Tahun 2000 Penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Agrobisnis) Fakultas Pertanian Universitas Riau melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan menamatkannya pada tahun 2004. Setelah tamat kuliah penulis pernah bekerja di perusahaan PT. Sumatera Niaga Sejahtera Pekanbaru member of Garuda Food Group sampai Agustus 2008. Tahun 2008, Penulis melanjutkan studi ke jenjang master pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sebagai tugas akhir, Penulis melakukan penelitian tentang Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa sawit dan Karet di Indonesia.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxii DAFTAR GAMBAR... xxv DAFTAR LAMPIRAN... xxvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 10 1.4 Kegunaan Penelitian... 11 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 11 II. TINJAUAN PUSTAKA... 13 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Menghasilkan Tanaman Perkebunan... 13 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan... 15 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tanaman Perkebunan... 16 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Domestik dan Harga Dunia Komoditi Tanaman Perkebunan... 19 2.5 Dampak Kebijakan Ekonomi... 20 2.6 Metoda Analisis Model Dampak Kebijakan Ekonomi... 21 III. KERANGKA TEORITIS... 23 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet... 23 3.2 Fungsi Produksi... 26 3.3 Respon Areal Tanam... 29 3.4 Fungsi Produktivitas... 30

3.5 Respon Produksi Total... 31 3.6 Fungsi Permintaan Industri Domestik... 32 3.7 Konsep Perdagangan Internasional... 36 3.7.1 Penawaran Ekspor... 36 3.7.2 Permintaan Impor... 37 3.7.3 Perdagangan antar Negara... 38 3.8 Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet... 41 3.8.1 Tingkat Suku Bunga... 41 3.8.2 Upah Tenaga Kerja... 44 3.8.3 Nilai Tukar... 46 3.8.4 Pajak Ekspor... 49 IV. METODA PENELITIAN... 53 4.1 Perumusan Model... 54 4.1.1 Blok Indonesia... 54 4.1.1.1 Luas Areal Tanaman Menghasilkan... 54 4.1.1.2 Produktivitas... 57 4.1.1.3 Produksi... 58 4.1.1.4 Ekspor Crude Palm Oil dan Karet Alam... 58 4.1.1.5 Permintaan Domestik... 59 4.1.1.6 Harga Domestik... 61 4.1.1.7 Harga Ekspor... 62 4.1.2 Blok Importir Utama Indonesia... 63 4.1.3 Blok Dunia... 64 4.1.4 Blok Sisa Dunia... 67 4.2 Data dan Sumber Data... 69 4.3 Analisis Data... 54 4.3.1 Identifikasi Model... 70 4.3.2 Metoda Pendugaan Model... 72 4.3.3 Validasi Model... 73 4.3.4 Simulasi Kebijakan Ekonomi... 74 4.4 Analisis Perubahan Kesejahteraan... 76

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA... 77 5.1 Perkembangan Luas Areal Perkebunan... 77 5.2 Perkembangan Produksi dan Produktivitas... 81 5.3 Perkembangan Ekspor dan Impor... 84 5.4 Perkembangan Konsumsi Domestik... 87 5.5 Perkembangan Harga Crude Palm Oil dan Karet Alam... 89 5.6 Kebijakan Ekonomi pada Subsektor Tanaman Perkebuna Indonesia... 92 5.6.1 Kebijakan Ekonomi pada Komoditas Kelapa Sawit... 92 5.6.2 Kebijakan Ekonomi pada Komoditas Karet... 94 VI. KERAGAAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA... 97 6.1 Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model... 97 6.2 Keragaan Blok Indonesia... 98 6.2.1 Luas Areal Tanaman Menghasilkan... 98 6.2.1.1 Luas Areal Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit... 99 6.2.1.2 Luas Areal Tanaman Menghasilkan Karet... 102 6.2.2 Respon Produktivitas... 104 6.2.2.1 Produktivitas Kelapa Sawit... 104 6.2.2.2 Produktivitas Karet... 106 6.2.3 Ekspor Indonesia... 108 6.2.3.1 Ekspor Crude Palm Oil Indonesia... 109 6.2.3.2 Ekspor Karet Alam Indonesia... 111 6.2.4 Permintaan Domestik... 113 6.2.4.1 Permintaan Crude Palm Oil Oleh Industri Minyak Goreng... 113 6.2.4.2 Permintaan Karet Alam Oleh Industri Ban... 115 6.2.5. Harga Domestik... 117 6.2.5.1 Harga Domestik Crude Palm Oil... 117 6.2.5.2 Harga Domestik Karet Alam... 119

6.2.6 Harga Ekspor... 120 6.2.6.1 Harga Ekspor Crude Palm Oil Indonesia... 120 6.2.6.2 Harga Ekspor Karet Alam Indonesia... 121 6.3 Keragaan Blok Importir Utama Indonesia... 122 6.3.1 Blok Importir Utama Crude Palm Oil Indonesia... 122 6.3.1.1 India... 122 6.3.1.2 Belanda... 125 6.3.1.3 China... 127 6.3.2 Blok Importir Utama Karet Alam Indonesia... 128 6.3.2.1 Amerika Serikat... 128 6.3.2.2 Jepang... 131 6.3.2.3 China... 133 6.4 Keragaan Blok Dunia... 135 6.4.1 Blok Crude Palm Oil Dunia... 135 6.4.1.1 Harga Crude Palm Oil Dunia... 135 6.4.1.2 Stok Crude Palm Oil Dunia... 137 6.4.2 Blok Karet Alam Dunia... 138 6.4.2.1 Harga Karet Alam Dunia... 138 6.4.2.2 Stok Karet Alam Dunia... 139 6.5 Keragaan Blok Sisa Dunia... 141 6.5.1 Blok Crude Palm Oil Sisa Dunia... 141 6.5.1.1 Produksi Crude Palm Oil Sisa Dunia... 141 6.5.1.2 Konsumsi Crude Palm Oil Sisa Dunia... 142 6.5.1.3 Ekspor Crude Palm Oil Sisa Dunia... 143 6.5.1.4 Impor Crude Palm Oil Sisa Dunia... 144 6.5.2 Blok Karet Alam Sisa Dunia... 145 6.5.2.1 Produksi Karet Alam Sisa Dunia... 145 6.5.2.2 Konsumsi Karet Alam Sisa Dunia... 147 6.5.2.3 Ekspor Karet Alam Sisa Dunia... 148 6.5.2.4 Impor Karet Alam Sisa Dunia... 149

VII. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN... 151 7.1 Validasi Model Ekonometrika Industri Kelapa Sawit dan Karet.. 151 7.2 Evaluasi Dampak Berbagai Alternatif Kebijakan Ekonomi... 152 7.2.1 Kebijakan Menurunkan Suku Bunga 15 Persen... 153 7.2.2 Kebijakan Menaikkan Harga Pupuk 20 Persen... 156 7.2.3 Kebijakan Menaikkan Upah Sektor Perkebunan 20 Persen... 157 7.2.4 Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 40 Persen... 158 7.2.5 Kebijakan Menurunkan Pajak Ekspor 40 Persen... 159 7.2.6 Kebijakan Menurunkan Suku Bunga 15 Persen dan Menaikkan Harga Pupuk 20 Persen... 160 7.3 Analisis Perubahan Kesejateraan Masyarakat... 161 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 163 8.1 Kesimpulan... 163 8.2 Saran... 166 DAFTAR PUSTAKA... 167 LAMPIRAN... 173

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Neraca Ekspor Impor Sektor Pertanian Indonesia... 4 2 Dampak Pemberlakuan Pajak Ekspor terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen di Negara Eksportir dan Importir... 52 3 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun 1999-2008... 78 4 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Karet Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun 1999-2008... 80 5 Perkembangan Produksi Crude Palm Oil Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun 1999-2008... 81 6 Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun 1999-2008... 82 7 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil Indonesia Tahun 1999-2008... 85 8 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Karet Alam Indonesia Tahun 1999-2008... 86 9 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Luas Areal Tanaman Menghasilkan Kelapa Sawit Indonesia (LATMWIT)... 100 10 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Luas Areal Tanaman Menghasilkan Karet Indonesia (LATMRET)... 103 11 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia (YWIT)... 105 12 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produktivitas Karet Indonesia (YRET)... 107 13 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Ekspor Crude Palm Oil Indonesia (XCPO)... 109 14 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Ekspor Karet Alam Indonesia (XRET)... 112 15 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Permintaan Crude Palm Oil Industri Minyak Goreng Domestik (DCPOMG)... 115

16 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Permintaan Karet Alam Industri Ban Domestik (DDRETIB)... 116 17 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Domestik Crude Palm Oil (HCPOR)... 117 18 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Domestik Karet Alam (HRETR)... 119 19 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Ekspor Crude Palm Oil Indonesia (PCPOR)... 121 20 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia (PRETR)... 122 21 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Crude Palm Oil India (CPOMIND)... 123 22 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Crude Palm Oil India (CPOCIND)... 124 23 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Crude Palm Oil Belanda (CPOMBLD)... 125 24 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Crude Palm Oil Belanda (CPOCBLD)... 126 25 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Crude Palm Oil China (CPOMCHN)... 127 26 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Crude Palm Oil China (CPOCCHN)... 128 27 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Karet Alam Amerika Serikat (RETMUSA)... 129 28 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Karet Alam Amerika Serikat (RETCUS)... 130 29 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Karet Alam Jepang (RETMJPG)... 131 30 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Karet Alam Jepang (RETCJPG)... 132 31 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Karet Alam China (RETMCHN)... 133

32 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Karet Alam China (RETCCHN)... 134 33 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Crude Palm Oil Dunia (WCPOPR)... 136 34 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Stok Crude Palm Oil Dunia (WCPOS)... 137 35 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Karet Alam Dunia (WRETPR)... 139 36 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Stok Karet Alam Dunia (WRETS)... 140 37 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Crude Palm Oil Sisa Dunia (RWCPOQ)... 141 38 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Crude Palm Oil Sisa Dunia (RWCPOC)... 143 39 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Ekspor Crude Palm Oil Sisa Dunia (RWCPOX)... 144 40 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Crude Palm Oil Sisa Dunia (RWCPOM)... 145 41 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Karet Alam Sisa Dunia (RWRETQ)... 146 42 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Konsumsi Karet Alam Sisa Dunia (RWRETC)... 147 43 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Ekspor Karet Alam Sisa Dunia (RWRETX)... 149 44 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Impor Karet Alam Sisa Dunia (RWRETM)... 150 45 Validasi Model Industri Kelapa Sawit dan Karet Indonesia... 152 46 Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi terhadap Keragaan Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia... 155 47 Dampak Berbagai Alternatif Kebijakan terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Industri Kelapa Sawit dan Karet Indonesia... 162

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Data dan Sumber Data Penelitian... 175 2 Program Komputer Pendugaan Model dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur Syslin dengan Metoda 2SLS... 183 3 Hasil Pendugaan Model dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur Syslin dengan Metoda 2SLS... 190 4 Program Komputer Validasi Model dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur Symnlin dengan Metoda Newton... 234 5 Hasil Validasi Model dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur Symnlin dengan Metoda Newton... 240 6 Program Komputer Simulasi Model Penurunan Suku Bunga sebesar 15 Persen... 248 7 Hasil Simulasi Model Penurunan Suku Bunga sebesar 15 Persen... 252 8 Hasil Simulasi Historis Berbagai Alternatif Kebijakan Ekonomi... 255

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet Indonesia Tahun 1968-2009... 5 2 Kerangka Keterkaitan antar Variabel Ekonomi dari Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet... 25 3 Penurunan Kurva Penawaran Ekspor... 37 4 Penurunan Kurva Permintaan Impor... 39 5 Proses Perdagangan Dua Negara... 40 6 Kurva Investasi... 42 7 Dampak Penurunan Suku Bunga dalam Perdagangan Internasional... 43 8 Hubungan Upah Tenaga Kerja dan Produksi... 44 9 Dampak Penurunan Upah Tenaga Kerja dalam Perdagangan Internasional... 46 10 Hubungan Ekspor Netto dengan Nilai Tukar Riil... 48 11 Dampak Suatu Pajak Ekspor terhadap Perdagangan Internasional... 50 12 Model Perdagangan Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia... 55 13 Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun 1994-2008... 88 14 Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Karet Alam Domestik Tahun 1994-2008... 89 15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Domestik dan Pasar Dunia Tahun 1994-2008... 90 16 Perkembangan Harga Karet Alam di Pasar Domestik dan Pasar Dunia Tahun 1994-2008... 91

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia memasuki masa krisis awal tahun 1998, sektor pertanian lebih tangguh bertahan dan mampu pulih lebih cepat dibanding sektorsektor lain. Dengan pertumbuhan yang terus positif secara konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu sektor pertanian memiliki peranan dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan (Deptan, 2006). Kinerja sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari berbagai indikator antara lain Produk Domestik Bruto (PDB), produksi komoditas, ekspor impor, dan kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil evaluasi pembangunan pertanian yang dilakukan oleh Deptan (2005, 2009) selama periode tahun 2000-2003 rata-rata laju pertumbuhan tahunan PDB sektor pertanian mencapai 1.83 persen, jauh lebih tinggi dibanding periode krisis ekonomi (1998-1999) yang hanya mencapai 0.88 persen, bahkan dibanding periode tahun 1993-1997 (sebelum krisis ekonomi) yang mencapai 1.57 persen. Untuk periode tahun 2005-2009, pertumbuhan PDB pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) memperlihatkan kenaikan setiap tahunnya yaitu rata-rata 3.30 persen. Pada periode tahun 2000-2003, kinerja komoditas perkebunan seluruhnya membaik, jauh lebih baik dibanding pada periode 1993-1997, kecuali untuk teh. Selanjutnya produksi komoditas pertanian selama tahun 2005-2008 mengalami

2 peningkatan antara lain tebu (3.82 persen), kelapa sawit (8.88 persen), jambu mete (7.80 persen), mangga (14.22 persen), anggrek (28.79 persen), sapi potong (5.53 persen), ayam ras pedaging (6.52 persen), dan telur (10.17 persen). Kinerja neraca perdagangan (balance of trade) komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan (tidak termasuk perikanan dan kehutanan) selama periode 1995-2004 untuk produk segar dan olahan mengalami peningkatan secara konsisten. Pada periode sebelum krisis (1995-1997) surplus neraca perdangan 0.5 juta dollar AS, pada masa krisis (1998-1999) neraca perdagangan mengalami surplus 1.4 miliar dollar AS selanjutnya pada periode pasca krisis (2000-2004) ekspor meningkat pesat dan neraca perdagangan meningkat dua kali lipat menjadi 2.2 miliar dollar AS. Neraca perdagangan pertanian, selama periode 2005-2009, tumbuh sangat mengesankan. Pada tahun 2005 terjadi surplus neraca perdagangan baru US$ 6 447.51 juta, namun tiga tahun kemudian telah naik tiga kali lipat menjadi US$ 17 971.57 juta pada tahun 2008. Sementara komoditas andalan ekspor masih tetap dari subsektor tanaman perkebunan terutama komoditi kelapa sawit dan karet. Salah satu indikator kesejahteraan petani ialah indeks nilai tukar petani (NTP), yakni indeks rasio harga yang diterima dengan harga yang dibayar rumah tangga tani. Nilai tukar petani secara nasional menunjukkan perbaikan signifikan pada tahun 2001 dan terus meningkat hingga tahun 2003. Nilai tukar petani pada tahun 2003 telah jauh melampaui titik tertinggi pada masa Orde Baru tahun 1995. Selama tahun 2005-2009, rata-rata NTP mencatat angka mendekati 100 yang menunjukkan bahwa yang dibelanjakan petani masih lebih besar dari yang didapatkan.

3 Perkebunan sebagai bagian integral dari sektor pertanian merupakan salah satu subsektor yang mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional (Deptan, 2007). Kontribusi subsektor tanaman perkebunan dalam pembentukan devisa negara dapat dilihat dari kontribusi subsektor tersebut dalam perdagangan internasional dimana subsektor tanaman perkebunan mengalami surplus neraca perdagangan (BPS, 2009). Kelapa sawit dan karet merupakan komoditi tanaman perkebunan yang memiliki potensi pengembangan dan berpeluang untuk dikembangkan lebih luas lagi menjadi kegiatan industri yang dapat menopang perekonomian nasional. Pada masa mendatang diperkirakan konsumsi kelapa sawit dan karet dunia akan terus meningkat. Peningkatan ini bisa disebabkan beberapa faktor antara lain perkembangan teknologi, pertambahan jumlah penduduk, dan pertambahan pendapatan. Permintaan kelapa sawit dunia (CPO) sampai dengan tahun 2010, konsumsi CPO diperkirakan akan berkisar antara 31.73 32.97 juta ton. Selanjutnya tahun 2017, konsumsi akan berkisar antara 36.80 39.28 juta ton dan pada tahun 2025, konsumsi CPO dunia diperkirakan akan berkisar antara 41.45 44.45 juta ton (Susila, 2001). Sedangkan menurut perkiraan International Rubber Study Group (IRSG), pada tahun 2020 dengan proyeksi permintaan karet dunia mencapai 10.9 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi per tahun sebesar sembilan persen, akan terjadi kekurangan pasokan karet bila produksi karet tidak mengalami pertumbuhan yang tinggi (di atas sembilan persen). Dengan demikian pengembagan kedua komoditi ini memiliki masa depan yang cerah. Perdagangan hasil produksi komoditi kelapa sawit dan karet dapat diserap oleh pasar baik domestik maupun internasional. Dengan perdagangan

4 internasional dapat meningkatkan pemberdayaan sumberdaya domestik di suatu negara, sebagai sarana pelepasan atau penyaluran surplus bagi komoditi pertanian dan sebagai sumber devisa utama yang pada akhirnya diharapkan memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi (Prabowo, 2006). Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor komoditas pertanian tahun 2005, 2006, dan 2007 secara berurutan adalah sebesar 3.69 persen, 18.25 persen, dan 22.21 persen (BPS, 2008). Tabel 1. Neraca Ekspor Impor Sektor Pertanian Indonesia No 2006 2007 2008 Subsektor Nilai (USD) Nilai (USD) Nilai (USD) 1 Tanaman Pangan Ekspor 264 154 289 049 231 690 Impor 2 568 454 2 729 147 2 455 255 Neraca (2 304 300) (2 440 098) (2 223 565) 2 Tanaman Hortikultura Ekspor 238 064 254 765 294 134 Impor 527 414 795 121 693 792 Neraca (289 350) (540 356) (399 658) 3 Tanaman Perkebunan Ekspor 13 972 064 19 964 870 18 968 369 Impor 1 675 067 2 731 627 3 113 710 Neraca 12 296 997 17 233 243 15 854 659 4 Peternakan Ekspor 388 939 748 531 782 992 Impor 1 190 396 1 695 459 1 653 914 Neraca (801 457) (946 928) (870 922) 5 Pertanian Ekspor 14 863 221 21 257 215 20 277 185 Impor 5 961 331 7 951 354 7 916 671 Neraca 8 901 890 13 305 861 12 360 514 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan devisa dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data departemen pertanian pada kurun waktu 2006-2008 ekspor komoditi pertanian yang terbagi dalam empat subsektor yaitu: subsektor tanaman pangan, hortikultura,

5 perkebunan, dan peternakan mengalami kecendrungan semakin meningkat. Dari keempat subsektor, subsektor tanaman perkebunan memberikan kontribusi terbesar dalam ekspor komoditi pertanian. Neraca ekspor dan impor sektor pertanian pada Tabel 1, selama kurun waktu 2006-2008 mengalami surplus neraca perdagangan. Hal ini menunjukan bahwa kinerja sektor pertanian benar-benar tumbuh dan mampu memberikan kontribusi dalam perbaikan neraca perdagangan non migas. Dari keempat subsektor, hanya subsektor tanaman perkebunan yang menyandang status net exporter dimana nilai ekspor melebihi nilai impor. Ini tidak terlepas dari peranan komoditi kelapa sawit dan karet dimana jumlah ekspornya mencapai 62 persen dari total ekspor subsektor tanaman perkebunan. 1.2 Perumusan Masalah Pengembangan industri komoditi kelapa sawit dan karet ini memiliki arti yang sangat penting bagi Indonesia dilihat dari besarnya devisa yang dihasilkan, jumlah tenaga kerja yang terserap secara langsung dan tidak langsung dan banyaknya penduduk yang mata pencahariaannya bergantung pada komoditi ini. Menurut Ditjenbun (2007), pengembangan tanaman kelapa sawit pada tahun 2005 mampu menyerap tenaga kerja 2.7 juta Kepala Keluarga (KK) dan pengembangan tanaman karet mampu menyerap tenaga kerja 1.4 juta KK. Di samping itu, dari total ekspor komoditi perkebunan yang memberikan nilai sebesar US$ 10.9 milyar, sekitar 62 persen berasal dari ekspor komoditas kelapa sawit dan karet. Dalam rangka memacu ekspor di sektor non migas termasuk sektor pertanian pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan. Untuk peningkatan produksi sektor pertanian, pemerintah menempuh berbagai usaha dan kebijakan di

6 bidang produksi antara lain melalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan pola Unit Pelaksana Proyek (UPP). Mengaitkan pelaksanaan transimigrasi dengan pembangunan perkebunan dengan pola PIR, memberikan bunga yang rendah bagi pengembangan perkebunan dan berbagai kemudahan serta fasilitas lainnya bagi petani, perusahaan swasta dan perkebunan BUMN. Kelapa Sawit Karet Ribuan 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1968 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2009 Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet Indonesia Tahun 1968-2009. Ditinjau dari perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dan karet Indonesia, pada tahun 1968 luas areal perkebunan karet mencapai 2.20 juta ha sedangkan luas perkebunan kelapa sawit hanya 0.11 juta ha. Luas perkebunan kelapa sawit terus menunjukkan pertumbuhan yang konsisten mencapai 10 persen per tahun sedangkan luas perkebunan karet cenderung stabil, sehingga pada tahun 1999 luas areal perkebunan kelapa sawit mampu melebihi luas perkebunan karet. Pertumbuhan luas areal kelapa sawit yang sangat cepat terjadi karena adanya pengalihan komoditi karet atau komoditi lainnya menjadi komoditi kelapa sawit dan adanya pembukaan lahan baru. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit ini tidak terlepas dari adanya dukungan kebijakan pemerintah.

7 Pengembangan areal perkebunan selama periode 2001-2006 secara nasional meningkat rata-rata 1.86 persen per tahun. Total luas sebesar 18.58 juta hektar, sekitar 2 juta ha di antaranya merupakan areal yang dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan perkebunan, sedangkan sebagian lainnya dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat. Peningkatan areal tahun 2006 untuk kelapa sawit 11.36 persen dan karet 0.91 persen (Ditjenbun, 2007). Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit dan karet Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga bentuk pengusahaan yaitu: Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR). Selama periode 1967-1988 pengembangan areal perkebunan kelapa sawit didominasi oleh PBN dan PBS. Pada tahun 1988 PBN memiiliki luas areal 373 409 ha dan PBS memiliki luas areal 293 171 ha, dan PR 196 276 ha. Kemudian pada periode 1989-1991 luas areal perkebunan kelapa sawit didominasi oleh PBS dengan luas areal 531 219 ha, kemudian disusul oleh PBN dengan luas areal 395 183 ha, dan PR dengan luas areal 384 594 ha. Selanjutnya untuk periode 1992-2009 pengembangan areal perkebunan kelapa sawit didominasi oleh PBS kemudian disusul oleh PR dan PBN. Pada tahun 2009 data sementara dari luas areal PBS sebesar 3.88 juta ha, PR sebesar 3.01 juta ha dan PBN sebesar 608 580 ha (Ditjenbun, 2009a). Pengembangan areal perkebunan karet periode 1968-1983 didominasi oleh PR dengan luas areal 2 117 876 ha, kemudian disusul oleh PBS dengan luas areal 236 544 ha dan PBN dengan luas areal 223 580 ha. Pada tahun 1984-1991, berbeda dari tahun sebelumnya posisi urutan kedua PBS diganti oleh PBN dimana pada tahun 1991 luas areal PR 2.66 juta ha, PBN 263 568 ha, dan PBS 242 440

8 ha. Selanjutnya pada periode 1992-2009, PBS kembali menempati urutan kedua setelah PR, adapun data sementara luas areal tahun 2009 PR sebesar 2.91 juta ha, PBS 275 860 ha dan PBN 238 161 ha (Ditjenbun, 2009b). Produksi komoditas perkebunan seperti kelapa sawit dan karet menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik pada periode 2005-2008. Kelapa sawit tumbuh 8.88 persen dan karet tumbuh 1.59 persen (Deptan, 2009). Pada periode sebelumnya tahun 2000-2003, komoditi kelapa sawit dan karet menunjukkan kinerja produksi yang sangat baik yaitu tumbuh positif masingmasing 14.12 dan 16.43 persen per tahun, suatu capaian tertinggi dalam sejarah. (Syafa at et al. 2004). Dilihat dari tingkat produktivitas dari masing-masing bentuk pengusahaan perkebunan, baik perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan karet produktivitas PR masih lebih rendah dibandingkan dengan PBS dan PBN. Menurut data Ditjenbun (2009a), untuk komoditas kelapa sawit pada tahun 2008 produktivitas PR 3.32 ton/ha, PBN 3.81 ton/ha, dan PBS 3.42 ton/ha. Sedangkan untuk komoditas karet pada tahun 2008 produktivitas PR 0.91 ton/ha, PBN 1.34 ton/ha, dan PBS 1.59 ton/ha (Ditjenbun, 2009b). Peluang pasar domestik dan luar negeri sangat besar bagi produk pertanian Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi produk pertanian. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 230.63 juta jiwa dengan pertumbuhan 1.25 persen per tahun. Era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas, produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional. Perkembangan jumlah ekspor Indonesia ke masing masing negara tujuan ekspor berfluktuasi dari tahun

9 ke tahun dan cenderung megalami peningkatan. Potensi Indonesia untuk meningkatkan ekspor komoditas pertanian dengan ketersediaan sumberdaya alam untuk meningkatkan produksi tidak cukup tanpa adanya kegiatan pemasaran dan kebijakan perdagangan yang mendukung. Di negara maju maupun negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, umumnya pemerintah melakukan intervensi baik dalam hal produksi maupun perdagangan komoditas pertanian yang pada akhirnya pasar komoditas pertanian terdistorsi. Harga komoditas pertanian di pasar internasional dan pasar domestik tidak hanya digerakkan oleh kekuatan permintan dan penawaran, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia maka usaha-usaha di bidang pertanian akan menghadapi lingkungan yang berbeda karena adanya perubahanperubahan secara internasional maupun domestik. Perubahan lingkungan internasional antara lain adanya liberalisasi ekonomi dan perdagangan, dengan disepakatinya perjanjian General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Dalam perjanjian tersebut kebijakan ekonomi yang terdistorsif seperti pengenaan pajak ekspor output, tarif impor input, subsidi input, pengaturan tataniaga, intervensi terhadap nilai tukar, dan penetapan suku bunga bank baik untuk kegiatan produksi maupun perdagangan komoditas pertanian. Negara-negara yang kebijakan menyebabkan pasar domestik sangat terdistorsi harus mengurangi dukungannya kepada komoditas yang bersangkutan secara bertahap (Hadi et al. 1999). Sebagai konsekuensi dari teratifikasinya perjanjian-perjanjian tersebut, maka negara-negara yang memiliki posisi ekspor kuat akan memperoleh manfaat yang besar (Stephenson dan Erwidodo, 1995).

10 Komoditi utama tanaman perkebunan Indonesia (kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao, lada cengkeh) banyak dikelola oleh perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta. Setiap petani atau pengusaha memiliki kebebasan dalam menentukan komoditi apa yang akan diproduksinya. Dengan demikian dalam melakukan usaha taninya ada keterkaitan antar komoditi dalam menggunakan sumberdaya lahan yang tersedia. Berdasarkan hal tersebut kebijakan terhadap suatu komoditi memiliki implikasi terhadap komoditi lainnya. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini memfokuskan kajian pada tiga permasalahan pokok yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas areal tanaman, produksi, produktivitas pada setiap bentuk pengusahaan dan konsumsi serta harga di pasar domestik untuk komoditi kelapa sawit (CPO) dan karet alam? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan penawaran ekspor Indonesia, permintaan impor negara importir utama, konsumsi dan harga di pasar internasional untuk komoditi kelapa sawit (CPO) dan karet alam? 3. Bagaimana dampak kebijakan ekonomi terhadap perkembangan industri komoditi kelapa sawit dan karet alam Indonesia dan distribusi kesejahteraan produsen, konsumen dan penerimaan devisa. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis berbagai dampak kebijakan ekonomi terhadap industri komoditi kelapa sawit dan karet di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

11 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal, produktivitas, dan konsumsi serta harga dipasar domestik dari komoditi kelapa sawit dan karet Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor Indonesia, permintaan impor dan konsumsi negara importir utama, dan harga di pasar internasional dari komoditi kelapa sawit dan karet 3. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap perkembangan industri komoditi kelapa sawit serta kaitannya dengan perkembangan industri komoditi karet di Indonesia. 4. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap distribusi kesejahteraan produsen dan konsumen, dan pemerimaan devisa dari industri komoditi kelapa sawit dan karet. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari hasil dari penelitian ini antara lain: 1. Menambah pengetahuan penulis tentang dampak kebijakan ekonomi terhadap pengembangan industri kelapa sawit dan karet Indonesia. 2. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen, dan peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjutan. 3. Bagi pemerintah dapat memberikan masukan dalam menetapkan kebijakan pengembangan produksi dan perdagangan perkebunan kelapa sawit dan karet. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap perkembangan industri komoditi kelapa sawit dan karet Indonesia. Pengertian

12 industri dalam penelitian ini suatu sistem keterkaitan tahapan produksi kelapa sawit dan karet hingga perdagangan komoditi kelapa sawit dan karet tersebut. Lingkup kajian industri kelapa sawit adalah industri perkebunan kelapa sawit, industri minyak sawit (CPO) dan industri minyak goreng. Berdasarkan proses produksinya terintegrasi secara vertikal dimana tandan buah segar kelapa sawit sebagai bahan baku untuk industri minyak sawit dan output minyak sawit sebagai bahan baku untuk industri minyak goreng. Sama halnya dengan industri karet terdiri atas industri perkebunan karet, industri karet alam, dan industri ban. Pada level industri perkebunan kelapa sawit dan karet, analisis yang dilakukan meliputi repon luas areal dan produktivitas yang didisagregasi berdasarkan bentuk pengusahaan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Di samping respon areal dan produktivitas juga dianalisis respon terhadap produkti total. Analisis pada industri minyak sawit dan karet alam meliputi permintaan, penawaran dan harga baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Permintaan di pasar domestik minyak sawit (CPO) didisagregasi atas permintaan industri minyak goreng dan permintaan industri lainnya. Sedangkan permintaan karet alam di pasar domestik didisagregasi atas permintaan industri ban dan industri lainnya. Pada pasar internasional penawaran ekspor sawit dan karet didisagregasi atas ekspor Indonesia dan ekspor dari negara lainnya. Disisi lain importir minyak sawit kasar didisagregasi atas negara India, Belanda, dan China. Importir karet alam didisagregasi atas negara Amerika Serikat, Jepang, dan China.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal dapat dilakukan dengan pembukaan lahan baru, peremajaan, dan rehabilitasi. Luas areal perkebunan dapat dibagi berdasarkan fase tanaman yaitu: Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM), dan Tanaman Tidak Menghasilkan (TTM). Penelitian yang dilakukan oleh Limbong (1994); Purwanto (2002); Arsyad (2004) memformulasikan persamaan luas areal perkebunan tanpa membedakan fase tanaman. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suharyono (1996); Lifianthi (1999); Zulkifli (2000); Lubis (2002); Drajat (2003); Ardana (2004); fokus pada persamaan luas areal tanaman menghasilkan. Studi terdahulu yang dilakukan Purwanto (2002) menghipotesiskan bahwa luas areal kelapa sawit Indonesia merupakan fungsi dari harga domestik CPO, harga ekspor CPO, tingkat suku bunga, dan pertumbuhan ekspor minyak sawit Indonesia. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa harga domestik CPO dan harga ekspor CPO memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertambahan luas areal kelapa sawit. Studi yang dilakukan Suharyono (1996) memformulasikan bahwa luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit dipengaruhi oleh harga domestik minyak sawit (CPO), harga domestik minyak kelapa, harga dunia minyak sawit, tingkat suku bunga, harga pupuk, tingkat upah tenaga kerja, trend waktu, dummy kebijakan, dan lag luas areal tanaman menghasilkan. Selanjutnya Ardana (2004)

14 menggunakan persamaan luas areal panen kelapa sawit sebagai fungsi dari rasio harga domestik CPO dengan harga domestik kopra, rasio harga domestik CPO terhadap tingkat upah, dan lag luas areal panen kelapa sawit. Zulkifli (2000) memformulasikan bahwa fungsi luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit merupakan fungsi dari lag 3 tahun dari harga domestik CPO, lag 3 tahun dari investasi pada perkebunan kelapa sawit, tingkat upah, tingkat suku bunga, dan peubah trend. Dalam studi yang dilakukan oleh Suharyono (1996); Ardana (2004) memasukkan variabel harga komoditi subsitusi yaitu harga kopra (harga minyak sawit kelapa) dalam persamaan luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit berbeda halnya dengan studi yang dilakukan oleh Zulkifli (2000) tidak memasukkan variabel tersebut. Perbedaannya lainnya dari penelitian Zulkifli (2000) adalah variabel harga domestik CPO dan investasi perkebunan kelapa sawit menggunakan lag 3 tahun. Studi terdahulu untuk komoditi karet dilakukan oleh Limbong (1994), luas areal tanaman komoditi karet diformulasikan sebagai fungsi dari harga domestik karet, harga pupuk, tingkat upah tenaga kerja, lag harga domestik CPO, dummy kebijakan, dan luas areal tanaman karet tahun sebelumnya. Berbeda dengan Drajat (2003) dalam penelitiannya memformulasikan bahwa luas areal menghasilkan karet dipengaruhi oleh lag 4 tahun luas areal tanaman belum menghasilkan, harga domestik karet setelah pajak pertambahan nilai, serapan tenaga kerja, trend waktu, dan luas areal tanaman menghasilkan karet tahun sebelumnya. Dari hasil penelitian tersebut luas areal tanaman menghasilkan memiliki hubungan yang

15 positif, dan pengaruhnya nyata dengan luas areal tanaman belum menghasilkan 4 tahun lalu, untuk semua bentuk pengusahaan perkebunan. Beberapa studi terdahulu yang mempelajari faktor yang mempengaruhi luas areal tanaman menghasilkan untuk komoditi lain yaitu: Lifianthi (1999); Lubis (2002) untuk komoditi kopi, Soemartoto (2004); Arsyad (2004) untuk komoditi kakao. Hasil studi yang dilakukan Lifianthi (1999); Lubis (2002), bahwa areal tanaman menghasilkan kopi dipengaruhi oleh harga kopi domestik, tingkat upah, harga pupuk, tingkat suku bunga, trend waktu, dan lag areal tanaman menghasilkan. Faktor faktor tersebut di atas mempengaruhi pengusaha untuk melakukan investasi melalui ekstensifikasi atau perluasan areal tanaman kopi. Dalam studi terdahulu yang dilakukan oleh Soemartoto (2004) memformulasikan luas areal tanaman menghasilkan kakao dipengaruhi oleh lag 4 tahun harga domestik, lag 4 tahun harga pupuk, lag 4 tahun tingkat suku bunga, lag luas areal menghasilkan kakao. Selanjutnya Arsyad (2004) memformulasikan bahwa luas areal kakao dipengaruhi harga domestik kakao, harga domestik kelapa, tingkat upah, tingkat suku bunga, trend waktu, dan lag luas areal kakao. 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Sejalan dengan semakin luasnya areal tanaman menghasilkan produksi juga akan mengalami meningkat. Secara umum studi terdahulu menunjukkan bahwa produksi CPO adalah luas areal tanaman menghasilkan dikalikan dengan produktivitas. Produksi merupakan persamaan indentitas namun ada beberapa studi yang memformulasikan persamaan produksi sebagai persamaan struktural. Zulkifli (2000) memformulasikan bahwa produktivitas CPO merupakan fungsi

16 dari harga domestik CPO, luas areal tanaman menghasilkan, harga pupuk, dan lag produktivitas. Selanjutnya dalam penelitian Purwanto (2002) menambahkan bahwa produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh harga domestik CPO, tingkat suku bunga, tingkat upah, areal tanaman menghasilkan, dan dummy iklim. Dalam studi yang dilakukan oleh Hendratno (1989), jumlah produksi karet suatu negara yang merupakan fungsi dari harga karet alam di pasar domestik, peubah trend, dan jumlah penawaran beda kala. Berbeda halnya dengan Teken (1970) dalam Limbong (1994) menghipostesiskan bahwa produksi karet alam merupakan fungsi dari harga karet di pasar domestik, harga beras domestik (harga komoditi lain) sebagai komoditi kompetitif dalam pemanfaatan lahan yang tersedia, dan peubah trend. Produktivitas kopi merupakan fungsi dari rasio harga kopi dengan pupuk, curah hujan, areal tanaman kopi menghasilkan, trend waktu, dan lag produktivitas (Lifianthi, 1999). Berbeda dengan Lubis (2002), memformulasikan persamaan produksi sebagai persamaan struktural, produksi kopi merupakan fungsi dari harga kopi domestik, penggunaan input (harga pupuk, tingkat upah tenaga kerja) luas areal tanaman menghasilkan, dan lag produksi sebelumnya. Produktivitas kakao diformulasikan sebagai fungsi dari harga pupuk, tingkat upah tenaga kerja, trend waktu, dan lag produktivitas (Soemartoto 2004). Berbeda dengan Arsyad (2004) variabel tingkat upah tenaga kerja diganti dengan jumlah tenaga kerja. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tanaman Perkebunan Produksi atau hasil tanaman perkebunan tidak hanya ditujukan untuk konsumsi domestik saja tetapi juga memiliki orientasi ekspor, bahkan sebagian