I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

PUTUSAN Nomor 131/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

PUTUSAN. Nomor 129/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Ringkasan Putusan.

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 99/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Larangan quick count pada pilpres

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 11/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penyelenggaraan Pemilu Independensi Bawaslu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 112 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. Kuasa Hukum: Ahmad Rosadi Harahap, S.H., beralamat di Jl. Bangka II No. 43, Jakarta Selatan. II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah : Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah; a. menjelaskan kualifikasinya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga 1

negara; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian Atas dasar ketentuan tersebut maka dengan ini Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kualifikasinya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut : Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Seluruh norma. B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2. Pasal 28I ayat (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 15/PUU-VII/2008 tanggal 10 Juli 2008 [BUKTI P- 12], Pasal 50 ayat (1), huruf g UU No. 10/2008 harus ditafsirkan sebagai konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), yaitu bahwa Pasal 50 ayat (1) huruf g UU No. 10/2008 dimaksud adalah konstitusional sepanjang tidak mencakup tindak pidana yang timbul karena kealpaan ringan (culpa levis) dan kejahatan politik dalam pengertian perbuatan yang sesungguhnya merupakan ekspresi pandangan atau sikap politik (politieke 2

overtuiging) yang dijamin dalam negara hukum yang demokratis namun oleh hukum positif yang berlaku pada saat itu dirumuskan sebagai tindak pidana semata-mata karena berbeda dengan pandangan politik yang dianut oleh rezim yang sedang berkuasa. 2. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 22-24/PUU-VII/2008 tanggal 23 Desember 2008 [BUKTI P-13], Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No. 10/2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, namun hal tersebut tidak akan menimbulkan kekosongan hukum, walaupun tanpa revisi undang-undang maupun pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Putusan Mahkamah demikian bersifat self-executing. KPU beserta seluruh jajarannya, berdasarkan kewenangan Pasal 213 UU 10/2008, dapat menetapkan calon terpilih berdasarkan Putusan Mahkamah dalam perkara ini. Sedangkan Pasal 205 ayat (4), (5) dan Pasal 208 UU No. 10/2008 dalam Putusan MK ini dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD. 3. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 3/PUU-VII/2009 tanggal 13 Februari 2009 [BUKTI P-14], Pasal 202 ayat (1) UU No. 10/2008 mengenai kebijakan PT yang tercantum dalam Pasal 202 ayat (1) UU 10/2008 sama konstitusionalnya dengan kebijakan ET yang tercantum dalam UU 3/1999 dan UU 12/2003, namun Mahkamah menilai pembentuk UU tidak konsisten dengan kebijakan-kebijakannya yang terkait Pemilu dan terkesan selalu bereksperimen dan belum mempunyai desain yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan sistem kepartaian sederhana yang hendak diciptakannya, sehingga setiap menjelang Pemilu selalu diikuti dengan pembentukan UU baru di bidang politik, yaitu Undang-Undang mengenai Partai Politik, Undang-Undang mengenai Pemilu, dan Undang-Undang mengenai Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 4. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 32/PUU-VII/2009 tanggal 24 Februari 2009 [BUKTI P-15], Pasal 98 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsipprinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 5. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009 [BUKTI P- 16], Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU No. 10/2008 harus ditafsirkan secara bersyarat (conditionally unconstitutional), yakni tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat: (i) tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials); (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5 3

(lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. 6. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 9/PUU-VII/2009 tanggal 30 Maret 2009 [BUKTI P- 17], Pasal 245 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 282 dan Pasal 307 UU No. 10/2008 yang melarang jajak pendapat atau survei maupun penghitungan cepat (quick count) hasil pemungutan suara dalam pemilihan umum legislatif (Pileg) dinyatakan tidak sejalan dengan jiwa Pasal 31 dan Pasal 28F UUD dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 7. Bahwa berdasarkan berdasarkan Putusan MK No. 74-94-80-59-67/PHPU.C-VII/2009 tanggal 11 Juni 2009 [BUKTI P-18], Pasal 205 ayat (5-7) UU No. 10/2008 dalam penghitungan dan pengalokasian kursi tahap ketiga partai politik peserta pemilu Anggota DPR-RI harus diterapkan sesuai angka 2 amar Putusan MK. 8. Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 110-111-112-113/PUU-VII/2009 tanggal 6 Agustus 2009 (lihat butir kedua amar putusan, hal. 109-110) [BUKTI P-19], Pasal 205 ayat (4) UU No. 10/2008 harus ditafsirkan secara konstitusional bersyarat, yakni sebagaimana dimaksud tafsir KPU lewat Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 tahun 2009 Tanggal 16 Maret 2009 tentang Pedoman Tekhnis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum, Tata Cara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provisinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 (selanjutnya disebut "Peraturan KPU No. 15/2009) [BUKTI P-20]. Sehingga penghitungan perolehan tahap kedua kursi partai politik peserta pemilu Anggota DPR-RI tidak lagi ditentukan oleh perolehan suara sebagaimana dimaksud secara jelas dan tegas dalam redaksionil UU No. 10/2008 a quo, namun hanya sisa suara saja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan KPU No. 15/2009 jo. Putusan MK No. 110-111-112-113/PUU-VII/2009 a quo. Padahal sebelumnya, berdasarkan Putusan MK No. 22-24/PUU-VII/2008 tanggal 23 Desember 2008 (lihat angka 4.2 konklusi pertimbangan hukum, hal. 107) [BUKTI P-13], MK telah menyatakan bahwa Pasal 205 ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) UU 10/2008 tidak bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD. Namun kemudian entah kenapa pada Putusan MK No. 110-111-112-113/PUU-VII/2009 tanggal 6 Agustus 2009 MK menyatakan hal yang sebaliknya bahwa Pasal 205 ayat (4) UU No. 10/2008 harus ditafsirkan sebagai konstitutional bersyarat (conditionally constitutional) dengan 4

merujuk tafsir sepihak KPU terhadap pasal a quo sebagaimana tercantum dalam Peratuan KPU No. 15/2009 tanggal 16 Maret 2009 di atas. 9. Bahwa akibat ketidakpastian hukum UU No. 10/2008 a quo, berdasarkan tabel Statistika Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Tahun 2009 (Kasus Perkara) Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia [BUKTI P-21], telah terjadi 622 (enam ratus dua puluh dua) perkara yang dimohonkan kepada MK akibat pelaksanaan UU No. 10/2008 a quo, dimana 13 (tiga belas) perkara diantaranya adalah perkara akibat ketidakpastian hukum Pasal 205 UU No. 10/2008 a quo, sehingga dapat dikatakan bahwa MK lebih banyak menetapkan perolehan hasil suara daripada KPU dimana terdapat 6 (enam) perkara dimana KPU dipaksa MK untuk melakukan perhitungan suara ulang dan 2 (dua) perkara untuk pemungutan suara ulang. 10. Bahwa sesungguhnya UU No. 10/2008 telah "dipreteli" oleh MK sedemikian rupa sehingga UU No. 10/2008 tidak lagi dapat dikatakan sebagai suatu undang-undang sebagaimana diamanatkan konstitusi dalam Pasal 28I ayat (5) UUD dan Pasal 28D ayat (1) vide Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) (selanjutnya disebut "UUUU"), karena ketidakpastian hukum yang nyata-nyata terkandung dalam UU No. 10/2008 a quo harus dijalankan Iewat putusan-putusan MK terkait UU No. 10/2008 ini, balk yang bersifat sengketa PUU, PHPU.A, PHPU.B, PHPU.C, maupun PHPU.D. 11. Bahwa sesungguhnya putusan-putusan MK terkait UU No. 10/2008 a quo adalah bersifat signifikan bagi keberlakuan suatu undang-undang, sebab, "jantung" (cf. dengan Putusan MK No. 001-021-022/PUU-l/2003 tanggal 15 Desember 2004 (Iihat pertimbangan hukum pada hat. 349) [BUKTI P-22]) dari pengundangan UU No. 10/2008 adalah untuk mengatur masalah penyelenggaran pemilihan anggota legislatif, mulai dari metode pencalonan, cara pemberian suara dan penghitungannya, hingga cara pengkonversian suara tersebut menjadi kursi pada individu caleg dan/atau partai peserta pemilu tersebut. Hubungan antara yang satu dengan yang lain sating terkait, sehingga membentuk satu sistem pemilu. Perubahan terhadap satu variabel akan berdampak pada variabel lain dan tentu saja berpengaruh terhadap hasil pemilu. UU No. 10/2008 telah mengatur itu semua, dengan segala implikasinya terhadap hasil pemilu. Namun, akibat ketidakpastian hukum yang inherent terkandung dalam UU No. 10/2008 a quo, Para Pemohon maupun para caleg dalam Pemilu Legislatif 2009 pada khususnya, dan masyarakat pemilih pada umumnya menjadi tidak jelas nasib keterpilihan dan nasib suaranya karena ternyata justru 5

putusan-putusan MK a quo memanfaatkan ketidakpastian hukum yang inherent terkandung dalam UU No. 10/2008 a quo untuk melakukan tindakan-tindakan administratif (TUN) yang bersifat self-executing dan bahkan bersifat self-regulating dengan memberikan putusan-putusan dalam bentuk ketetapan-ketetapan, putusan-putusan, dan peraturan-peraturan pemilu di luar norma-norma ketentuan (conditionally constitutional, unconditionally constitutional) yang sudah diatur sebelumnya oleh UU No. 10/2008 a quo tanpa dapat diantisipasi secara adil dan transparan sebelumya oleh Para Pemohon khususnya dalam menerapkan strategi kampaye yang efektif sesuai normanorma ketentuan aturan Pemilu 2009 yang dipahaminya sesuai dengan aturan main yang berlaku menurut UU No. 10/2008 pra-putusan-putusan MK a quo. 12. Bahwa kenyataan sebagaimana diuraikan di atas secara aktual telah dialami oleh Para Pemohon secara langsung dalam kapasitasnya sebagai Calon Anggota DPR RI dalam Pemilihan Umum Tahun 2009, dimana jika berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 P/HUM/2009 tanggal 18 Juni 2009 [BUKTI P-23] yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut seharusnya mendapat hak yang dijamin konstitusi untuk terpilih menjadi Anggota DPR RI Periode 2009-2014, kemudian hak tersebut dianulir oleh Putusan MK No. 110-111-112-113/PUU-VII/2009 a quo. Terlepas daripada itu, kedua putusan yang dibacakan di muka persidangan yang terbuka untuk umum dalam Iingkungan kekuasaan peradilan tersebut telah merugikan tidak hanya Para Pemohon pada khususnya namun semua Calon Anggota Legislatif Peserta Pemilu 2009, kerugian mana berupa adanya ketidakpastian hukum tentang nasib perolehan hak suara yang telah mereka dapatkan untuk dikonversi menjadi kursi di DPR RI apakah akan dihitung menurut hukum berdasarkan UU No. 10/2008 jo. Putusan MA a quo ataukah berdasarkan Putusan MK a quo. 13. Bahwa dengan demikian nyatalah adanya hubungan kausalitas (causal verband) antara kerugian yang diderita Para Pemohon di atas dengan diundangkannya UU No. 10/2008 a quo yang sama sekali tidak memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum (rechtszekerheid) sebagaimana diamanatkan konstitusi lewat Pasal 28D ayat (1) UUD, dan Pasal 28I ayat (5) UUD yang mengharuskan UU tertulis sebagai dasar dalam penegakan dan perlindungan hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum demokratis yang dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (rule of law) sebagaimana telah dimuat dalam UU No. 10/2008 a quo yang ternyata aturan-aturannya selalu berubah-ubah sesuai tafsir sepihak (conditionally constitutional, unconditionally constitutional) bahkan pengaturan sepihak (self regulating) oleh putusan-putusan MK a quo tanpa dapat diantisipasi sebelumya oleh Para Pemohon khususnya dalam menerapkan 6

strategi kampaye yang efektif sesuai norma-norma ketentuan aturan Pemilu 2009 yang dipahaminya sebelumnya sesuai aturan main yang berlaku menurut UU No. 10/2008 praputusan-putusan MK a quo. VI. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pencabutan pengundangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) dari Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia; 5. Menyatakan semua isi keputusan, peraturan dan atau putusan administratif maupun pengadilan yang tidak sesuai dengan putusan atas Permohonan ini menjadi tidak berlaku dengan sendirinya karena kehilangan dasar pijakannya serta menyatakan bahwa putusan atas Permohonan ini berlaku surut demi terwujudnya kepastian dan tertib hukum; 7