BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 5 juta pada tahun 2025 sebagai akibat dari peningkatan insidensi kasus obesitas (Diabetes UK, 2011). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi permasalahan yang sama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa jumlah kasus pada orang dewasa (20-79 tahun) diperkirakan akan meningkat dari 7 juta pada tahun 2000 menjadi 12 juta di tahun 2030. Untuk saat ini, Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Beberapa studi di Jakarta dan Makasar menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes dari 2% pada tahun 1980 menjadi 12,5% pada tahun 2000 (Sutanegara et al, 2000., Prodjosudjadi et al, 2006). Sebesar 15% dari penderita diabetes akan menjadi 1
penyakit diabetes dengan ulkus kaki selama hidup mereka (Palumbo BJ et al, 1995). Definisi secara umum dari diabetes dibutuhkan untuk memperkirakan secara akurat terjadinya ulkus kaki diabetik dan faktor resiko yang berhubungan dengan komplikasi diabetes (Apelqvist J. et al., 1999). The International Consensus on the Diabetic Foot mendefinisikan ulkus kaki diabetik sebagai luka tebal di bawah pergelangan kaki pada pasien dengan diabetes, dengan tidak memperhatikan durasinya. Ulkus kaki diabetik merupakan ulkus yang terdapat pada kulit kaki, inflamasi atau pembengkakan di kulit kaki dengan atau tanpa infeksi, fraktur atau disklokasi di kaki tanpa kejadian trauma sebelumnya(diabetes UK, 2010). Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 antara lain neuropati perifer, deformitas kaki, penyakit vascular, pergerakan sendi yang terbatas, trauma, dan riwayat ulkus sebelumnya. Keadaan hiperglikemia, neuropati, penyakit vascular dan gangguan respon imun merupakan faktor penyebab utama terjadinya infeksi pada ulkus kaki diabetik. Infeksi di kaki sering terjadi pada orang dengan Diabetes melitus. 2
Perkiraan kejadian infeksi kaki diabetik mempunyai resiko kejadian seumur hidup sekitar 4% pada orang dengan diabetes di suatu komunitas sampai 7% per tahun pada pasien diabetes yang diobati pada di tertiary diabetic foot center. Kebanyakan infeksi kaki diabetik terjadi pada luka di kaki, terutama ulkus neuropati, yang merupakan tempat masuk dari pathogen. Infeksi dapat menyebar hingga jaringan di bawahnya, termasuk tulang. Beberapa tingkatan dari penyakit arteri perifer sering ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan infeksi dan adanya iskemia dapat menyebabkan nekrosis dan hilangnya keutuhan jaringan sekitar. Dianosis dari infeksi kaki diabetik didasarkan pada temuan klinis, juga pada tanda tanda klasik dan gejala peradangan (yaitu kemerahan, kehangatan, indurasi, nyeri dan kehilangan fungsi). Jika terdapat neuropati atau iskemia dapat menyebabkan tanda inflamasi dan infeksi menjadi kurang jelas. Ada salah satu tes laboratorium yang dapat menjadi penanda adanya infeksi yaitu angka leukosit. Tetapi berdasarkan Infectious Diseases Society of America tidak semua pasien diabetes melitus tipe 2 dengan infeksi disertai dengan peningkatan angka leukosit (Peters et al.2013). 3
Komplikasi yang paling menakutkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan ulkus kaki adalah resiko amputasi. Tingkat kejadian amputasi non-traumatik pada orang dengan diabetes yaitu 10-20 kali lipat lebih tinggi daripada orang tanpa diabetes (Wrobel et al., 2001). Dengan menggunakan penelitian kohort yang dilakukan pada orang dengan diabetes, riwayat dengan ulkus kaki meningkatkan resiko amputasi berikutnya sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Lebih dari 80% dari kejadian amputasi ekstremitas bawah non-traumatik disebabkan oleh ulkus kaki (Boulton et al., 2006). Biaya yang tinggi dikeluarkan untuk diabetes dengan amputasi karena pasien menjalani rawat inap berkepanjangan dan adanya komorbiditas, serta resiko operasi ekstremitas di kemudian hari lebih besar dari pada individu non-diabetes dengan amputasi (37% vs 20%) (Morris et al., 1998). Biaya yang berhubungan dengan diabetes meningkat setiap tahun. The International Diabetes Federation pada tahun 2007 menyatakan bahwa dunia akan menghabiskan sekitar US $ 302.500.000.000 untuk pengobatan dan pencegahan diabetes dan komplikasinya. Diperkirakan pada tahun 2025 terjadi peningkatan pengeluaran melebihi US $ 302.500.000.000. 4
Untuk mencegah timbulnya komplikasi yang tidak diinginkan harus dilakukan upaya pencegahan antara lain dengan menjaga tingkat kadar gula darah pada rentang nilai normal, hal ini berguna juga untuk mencegah terjadinya komplikasi dalam jangka panjang. Beberapa kriteria yang menyatakan pengendalian yang baik meliputi tidak terdapat ketonuria, tidak terdapat glukosuria, tidak ada ketoasidosis, glukosa post prandial normal dan HbA1c normal. Dari pemeriksaan tersebut, pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan yang sangat akurat dibanding pemeriksaan lain. Presentase HbA1c merupakan cerminan pengendalian kadar gula darah dalam rentang waktu 3 bulan. Peningkatan kadar HbA1c lebih dari 7% mengindikasikan kadar gula darah yang tidak terkontrol dengan baik (Peters et al.2013). I. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Kejadian ulkus kaki diabetik saat ini cenderung meningkat. Ada beberapa indikator yang mempengaruhi kejadian ulkus kaki diabetik yaitu hasil laboratorium angka leukosit, HbA1c dan serum albumin. Tingkat keparahan ulkus kaki diabetik dipengaruhi oleh keparahan diabetes pasien. Komorbiditas dan resiko tinggi amputansi menyebabkan penurunan kualitas hidup, 5
sehingga diperlukan upaya untuk mengetahui pencegahan komplikasi dari ulkus kaki diabetik. Adakah hubungan antara hasil laboratorium angka leukosit, serum albumin, HbA1c terhadap derajat keparahan ulkus kaki diabetik? I. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mencegah komplikasi yang tidak diinginkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan ulkus kaki di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui hubungan antara angka leukosit, serum albumin dan HbA1c terhadap derajat keparahan ulkus kaki diabetik pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. I. D. Manfaat Penelitian Saya berharap dengan penelitian ini dapat mengetahui hubungan antara hasil laboratorium angka leukosit, serum albumin dan HbA1c terhadap tingkat keparahan ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. 6
Dengan demikian, manajemen yang lebih komprehensif dapat dilakukan dan disampaikan kepada pasien supaya dapat mencegah komplikasi-komplikasi dari ulkus kaki diabetik. Sehingga hasil yang lebih baik dapat dicapai dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatan. I. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, tetapi penelitian mengenai kejadian ulkus diabetik sudah banyak dilakukan di beberapa tempat Indonesia dan di dunia. Ada penelitian di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tentang hubungan kejadian ulkus diabetik dengan kadar HbA1c, dan hasilnya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kejadian ulkus diabetes melitus tipe 2. Tetapi pada penelitian ini hanya membahas tentang kejadian ulkus kaki diabetik, bukan berkaitan dengan tingkat keparahan ulkus kaki diabetik (Sukatemin 2013). Hasil nya adalah dengan uji statistik secara simultan dengan cox & snell dan nagelkerke R square keempat variabel berkontribusi 7
terhadap kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 62,2% dan 37,8% disebabkan oleh faktor yang tidak diteliti. Hasil uji statistik regresi logistic ganda dan odd rasio, dislipidemia adalah faktor yang paling signifikan dengan p-value 0,011( p <0,05) sedangkan HbA1C 0,041 (p < 0,05), status vaskuler 0,040 (p < 0,05) dan hiperglikemia 0,027 (p < 0,05). Nilai constant -14,226 dan odd ratio 16,338. Jika seluruh variabel memiliki nilai yang sama maka seluruh variabel memiliki kecenderungan terjadi ulkus 14,226 kali, sedangkan dislipidemia risikonya 16,338 kali dibandingkan variabel yang lain. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan yaitu ada hubungan antara HbA1C, hiperglikemia, dislipidemia dan status vaskuler (berdasarkan pemeriksaan ABI) dengan kejadian ulkus kaki diabetik, dislipidemia memiliki signifikansi paling kuat dibandingkan variabel lainnya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito karena belum pernah dilakukan sebelumnya, dan kejadian ulkus kaki dabetik di Yogyakarta tinggi. 8