TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu: endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). Peranan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman telah banyak dilaporkan dan dari hasil penelitian belakangan ini banyak laporan yang memuat aplikasi dan usaha produksi inokulan FMA yang diusahakan secara komersil (Dewi, 2007). Menurut Setiadi (2001) dalam Elfiati dan Delvian (2007) bahwa fungi mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan positif terhadap inokulasi FMA. Konsep ketergantungan tanaman akan FMA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan FMA untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada keberadaan FMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi FMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya asosiasi dengan FMA. Tanaman yang mempunyai mikoriza cenderung lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak mempunyai mikoriza. Rusaknya jaringan kortek akibat kekeringan dan matinya akar tidak permanen
pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa jamur mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyerapan hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil akan meningkat (Dewi, 2007). Organ-organ FMA Menurut Landecker (1982) bahwa cendawan FMA mempunyai organorgan khusus, yaitu: 1. Vesikel Vesikel adalah pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertantu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe FMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasasiasi dengan hampir 90% jenis tanaman. 2. Arbuskul Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan koloni yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang. 3. Spora Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis
cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat yang ada di dalam tanah. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Spora merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perkecambahan spora bergantung pada lingkungan seperti ph, temperatur, dan kelembaban tanah serta kadar bahan organik (Imas dkk; 1998). FMA mempunyai peran biologis yang cukup penting khususnya bagi tanaman, yaitu (1) meningkatkan penyerapan hara, (2) sebagai pelindung hayati (bioprotektor), (3) meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, dan (4) berperan sinergis dengan mikroorganisme lain. Mengingat sifat simbiotiknya yang obligat, produksi dalam skala besar dari inokulum FMA memerlukan kontrol dan optimisasi baik pada pertumbuhan inang dan perkembangan jamur. Ukuran mikroskopis dari FMA, bersama dengan proses identifikasi kompleks juga berkontribusi pada kesukaran propagasi inokulum (Dewi, 2007). Faktor Pembentuk Spora FMA Perbedaan ketinggian tempat dapat mempengaruhi kepadatan spora. Berdasarkan data perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut terlihat bahwa dengan bertambahnya ketinggian tempat maka terjadi penurunan suhu.
Dapat dikatakan dengan menurunnya suhu lingkungan dapat menurunkan tingkat kepadatan spora (Elfiati dan Delvian, 2007). Spora yang dihasilkan oleh FMA akan semakin banyak jika perkembangan kolonisasinya juga tinggi. Kolonisasi yang tinggi sangat ditentukan oleh keterbukaan lingkungan tajuk tanaman inang dan suhu lingkungan (Elfiati dan Delvian, 2007). Suhu maupun sinar menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap koloni dan perkembangan spora FMA. Peningkatan intensitas sinar biasanya meningkatkan kolonisasi akar (Suhardi,1989). Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Fungi mikoriza memasuki lapisan epidermis akar yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001). Inokulasi FMA pada tanaman sering kali dilakukan menggunakan campuran spora, hifa, dan akar terinfeksi. Walaupun memiliki beberapa kelebihan, inokulum campuran memiliki kelemahan dalam standarisasi dan sterilisasi. Spora adalah tipe inokulum yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan hifa ataupun akar terinfeksi, misal tahan terhadap pengaruh fisika dan kimia
karena ketebalan dindingnya, dapat disterilisasi untuk keperluan inokulasi aseptik, dan dapat distandarisasi. Namun, spora juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu memerlukan waktu untuk perkecambahan dan spora memiliki sifat dorman pada beberapa spesies (Widiastuti dkk; 2005). Asam Humik Asam humik atau asam humat merupakan hasil dari prosedur ekstraksi pelarut humus. Asam humat membentuk bagian terbesar dan kompleks humus dan dianggap sebagai polimer senyawa aromatik. Dapat diperoleh variasi yang cukup besar dari produk degradasi fenolik di dalam asam humat. Jamur dan bakteri diketahui melakukan dekomposisi asam humat. Beberapa jamur, terutama basidiomisetes dan askomisetes, yang mampu mendekomposisi lignin dan mendekomposisi asam humat (Rao, 1994). Asam humat menguntungkan bagi tanaman karena berperanan dalam transfer nutrien dari tanah ke tanaman, meningkatkan retensi air dan merangsang populasi dan aktivitas mikroorganisme dalam tanah (Bio Ag Technologies International, 1999 dalam Roni dkk; 2005). Asam humik juga dapat sebagai pembawa mikronutrien yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Chen dan Aviad, 1990). Asam humat diketahui mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanganbiakan mikroorganisme. Pertumbuhan Aspergillus niger, Pennecillum glaucum, Bacillus mycoides, dan Scenedesmus spp. dipercepat dengan penambahan bahan humus. Jumlah sel-sel Azotobacter dan jumlah
nitrogen yang difiksasi olehnya juga makin banyak dengan pembubuhan asam humat (Rao, 1994). Sifat asam humik (Humic Acid) adalah memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, mempunyai kemampuan membentuk ikatan kompleks dengan ion logam, relatif resisten terhadap degradasi mikroba, dan memiliki struktur yang kompleks dengan bobot molekul yang sangat tinggi (Humate Indonesia, 2009). Pengaruh Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Spora Pemberian asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman inang dan sporulasi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Berdasarkan penelitian, pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan Pueraria javanica dengan peningkatan 75,4%-105,9%. Terjadinya perbedaan respon pertumbuhan ini berhubungan dengan pengaruh asam humik terhadap peningkatan penyerapan hara, baik makro maupun mikro (Delvian, 2003). Pemberian asam humik ternyata mampu meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Banyaknya jumlah spora yang terbentuk ini tidak terlepas dari respon pertumbuhan tanaman inang yang lebih baik dengan pemberian asam humik. Pada kondisi yang demikian proses-proses metabolisme tanaman, seperti fotosintesis, akan berlangsung secara maksimal sehingga fotosintat yang dihasilkan menjamin proses pertumbuhan tanaman dan kelangsungan simbiosis antara tanaman dan mikoriza. Dengan terjaminnya suplai karbon dari tanaman bagi perkembangan mikoriza, maka sporulasi juga akan berlangsung dengan baik.
Sebaliknya, perkembangan mikoriza yang baik akan menjamin suplai air dan hara bagi pertumbuhan tanaman (Delvian, 2006).