1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi potong ataupun sapi perah jika dilihat dari periode produksinya, menjadi salah satu alasan banyaknya usaha peternakan domba. Populasi domba terbesar di Indonesia berada di wilayah Jawa Barat. Di Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu 16.509.330 ekor, dan populasi domba di Jawa Barat sebesar 10.826.494 ekor (Ditjenak, 2015). Pakan yang biasa diberikan pada ternak domba terdiri dari dua jenis, yaitu konsentrat dan hijauan. Konsentrat adalah pakan tambahan setelah pemberian hijauan pada ternak. Konsentrat ini memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kekurangan zat makanan dari hijauan yang diberikan, seperti kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan kandungan protein yang ada didalam hijauan. Hijauan yang biasa digunakan oleh peternak yaitu rumput lapang yang berada disekitar lingkungan peternakannya. Rumput lapang yang biasa diambil terdiri atas berbagai jenis termasuk jenis legum. Namun, kualitas zat makanan dalam rumput lapang yang digunakan oleh peternak berbeda untuk setiap pengambilan rumput.
2 Berbagai jenis bahan pakan lokal dapat digunakan oleh peternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan domba. Namun, dari berbagai jenis bahan pakan lokal tersebut kualitasnya sangat bervariasi. Apabila peternak menggunakan bahan pakan lokal seperti onggok saja maka, tidak akan memenuhi kebutuhan zat makanan pada domba sehingga produktifitas domba akan menurun. Selain itu, efisiensi dari penggunaan pakan juga akan rendah dan tujuan awal dari usaha peternakan tidak tercapai. Penggunaan ransum lengkap berbasis bahan pakan lokal diharapkan mampu meningkatkan produksi domba. Ransum lengkap ini didalamnya sudah termasuk hijauan yang merupakan bahan pakan sumber serat. Oleh karena itu, dalam pembuatan ransum lengkap perlu memperhatikan aspek kecernaan NDF dan ADF. NDF dan ADF ini merupakan bagian dari serat kasar yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika. Lignin dan silika merupakan bagian yang menyusun dinding sel tanaman yang sulit dicerna. Sehingga, untuk dapat mencerna NDF dan ADF dalam ransum diperlukan imbangan protein kasar dan TDN (Total Didestible Nutrient) yang sesuai. Informasi mengenai kebutuhan imbangan protein kasar dan TDN pada domba Garut jantan untuk meningkatkan kecernaan NDF dan ADF masih belum spesifik. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh imbangan protein dan TDN dalam ransum lengkap berbasis bahan pakan lokal terhadap kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF) pada domba Garut jantan.
3 1. 2 Identikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh pemberian ransum lengkap berbasis bahan pakan lokal dengan imbangan protein dan TDN berbeda terhadap kecernaan NDF dan ADF domba Garut jantan umur 8 bulan. 2. Bagaimana imbangan protein dan TDN dalam ransum yang menghasilkan kecernaan NDF dan ADF paling tinggi pada domba Garut jantan umur 8 bulan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian ransum lengkap berbasis bahan pakan lokal dengan imbangan protein dan TDN berbeda terhadap kecernaan NDF dan ADF pada domba Garut jantan umur 8 bulan. 2. Mengetahui imbangan protein dan TDN yang tepat dalam ransum yang menghasilkan kecernaan NDF dan ADF paling tinggi pada domba Garut jantan 8 bulan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat menjadi informasi ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan informasi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam meningkatkan kecernaan NDF dan ADF pada domba Garut jantan umur 8 bulan.
4 1.5 Kerangka Pemikiran Bahan pakan lokal adalah berbagai jenis bahan pakan yang ada untuk dimanfaatkan dan diolah sebagai pakan ternak. Bahan pakan lokal yang dapat ditemui terdiri dari berbagai jenis. Setiap jenis bahan pakan lokal ini memiliki kandungan zat makanan yang berbeda-beda. Sehingga, tidak memungkinkan apabila bahan pakan lokal digunakan dalam bentuk tunggal untuk memenuhi kebutuhan ternak. Zat makanan yang terdapat pada ransum yang diberikan dan kemudian dikonsumsi oleh ternak akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan akan zat makanan yang digunakan untuk mengganti jaringan yang rusak dan mati serta menyediakan energi untuk kegiatan metabolisme (Lubis, 1963). Sedangkan produksi merupakan kemampuan ternak untuk mengkonversi zat makanan yang dikonsumsi menjadi bulu, untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menyebabkan efek negatif dan pada batas tertentu akan menyebabkan tidak adanya pertumbuhan dan produksi ternak. Produktivitas domba dapat ditentukan melalui faktor bahan pakan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan zat makanan setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Zat makanan yang pada umumnya menjadi faktor pembatas utama adalah protein dan energi (Mathius, 1996).
5 Penyediaan protein dalam ransum sangat penting, menurut Anggorodi (1995), protein berperan dalam perbaikan jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme energi, metabolisme ke dalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh. Menurut Rajhan (1980), domba dengan bobot badan 15 kg, membutuhkan protein sebesar 12,50%. Sedangkan menurut Kearl (1982), domba dengan bobot hidup 20 kg dan taraf kenaikan bobot hidup harian 100 g membutuhkan 119 g protein kasar atau sebesar 95 g protein kasar tercerna. Penyediaan energi dalam ransum domba sangat penting, Anggorodi (1990) menyatakan bahwa energi adalah salah satu komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Jika konsumsi energi rendah, domba akan mengalami penurunan bobot badan. Penentuan jumlah energi adalah dalam bentuk energi bruto, energi dapat tercerna, energi metabolis, energi netto, dan jumlah zat makanan yang dapat dicerna atau TDN (Anggorodi, 1990). Kebutuhan energi domba yang sedang tumbuh (bobot hidup 20 kg) adalah 5,941 MJ energi metabolis per hari (Kearl, 1982). TDN yang dibutuhkan oleh domba dengan bobot badan 15 kg yaitu 55,00% (Rajhan, 1980). Konsumsi ransum pada domba dipengaruhi oleh umur, bobot badan, palatabilitas, dan kualitas ransum yang diberikan. Kualitas ransum yang baik yaitu ransum yang diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan ternak. Dalam pemberian pakan pada domba, biasanya pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Namun, hijauan sebagai sumber serat, memiliki kandungan yang sukar
6 dicerna yaitu hemiselulosa, selulosa, lignin dan silika atau yang dikenal dengan NDF dan ADF. Menurut Van Soest (1994), bahwa ada dua aspek yang mempengaruhi respon ternak dalam mengkonsumsi pakan yaitu jumlah dari bagian yang tidak dicerna yang mendorong pakan keluar dari saluran pencernaan dan jumlah penyerapan dari zat makanan yang tercerna dan termetabolisasi yang akan masuk dalam sistem metabolisme ternak. NDF adalah bagian dinding sel tanaman yang tidak larut dalam deterjen netral, sedangkan bagian yang larut dalam deterjen netral yaitu protein, karbohidrat non struktural, mineral, dan lemak. Berdasarkan kelarutannya dalam detergent asam, NDF dibedakan menjadi bagian yang terlarut dan yang tidak terlarut. Bagian yang terlarut dalam deterjen asam yaitu hemiselulosa dan protein dinding sel, sedangkan bagian yang tidak terlarut yaitu selulosa, lignin, dan silika atau yang lebih dikenal sebagai ADF (Van Soest, 1994). Kandungan NDF dalam ransum berpengaruh terhadap jumlah konsumsi ternak, sedangkan kandungan ADF berpengaruh terhadap kecernaan zat makanan. Menurut Abebe dkk (2004), pakan yang terdiri atas jerami gandum, jagung giling, molases, mineral, dan vitamin dengan kandungan protein 19,4% menghasilkan kecernaan NDF sebesar 54,70% pada kambing Spanyol jantan yang dikastrasi umur 1 tahun. Penelitian Anbarasu dkk. (2004) pada kambing lokal India yang berumur 9 bulan memiliki kecernaan ADF sebesar 45,20 % dari pakan yang diberikan yang terdiri atas bungkil kedelai, jagung giling, dedak gandum, mineral mix dan garam dengan kandungan protein 22%.
7 Hasil penelitian Sadeli (2011), melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan protein kasar 12,35% dengan kandungan TDN sebesar 64,48% menghasilkan kecernaan NDF sebesar 54,20% dan kecernaan ADF sebesar 53,60%. Sedangkan pakan dengan kandungan protein kasar 15,04% dan TDN 63,31% menghasilkan kecernaan NDF sebesar 44,62% dan kecernaan ADF sebesar 40,86. Dan penggunaan protein kasar sebesar 20,42% dan TDN 62,46% menghasilkan kecernaan NDF 47,79% dan kecernaan ADF sebesar 44,86%. Sedangkan pada penelitian Umbara (2009), domba Garut betina yang diberi ransum dengan kandungan protein kasar 13,50%, TDN 67,6%, NDF dan ADF dalam ransum masing-masing 66,74% dan 42,18% menghasilkan kecernaan NDF sebesar 58,9% dan kecernaan ADF sebesar 49,32%. Hasil penelitian Arsadi (2006), menunjukkan bahwa pemberian ransum yang terdiri atas jagung, bungkil kedelai, pollard, dedak, minyak kelapa sawit, rumput lapang, dan premix dengan kandungan protein kasar ransum 13,81% dan kandungan NDF dan ADF ransum 49,59% dan 25,89%, menghasilkan kecernaan NDF pada domba jantan sebesar 37,24% dan kecernaan ADF sebesar 30,41%. Imbangan protein kasar dan TDN di dalam ransum sangatlah penting dan akan berhubungan dengan kecernaan NDF dan ADF. Protein akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk membangun sel mikroba rumen, untuk reproduksi, pertahanan diri, dan untuk pertumbuhan. Sedangkan energi yang dapat diserap oleh ternak berdasarkan kecernaan zat makanannya akan dimanfaatkan dalam bentuk karbohidrat, apabila asupan karbohidrat yang dapat
8 difermentasi terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan ph rumen menurun dikarenakan meningkatnya produksi asam organik hasil fermentasi. Sedangkan bakteri selolitik memiliki kondisi kritis pada ph 5 (Soetanto, 2011). Sehingga diperlukan imbangan protein kasar dan TDN yang sesuai untuk mencerna NDF dan ADF dalam ransum. Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa protein kasar 12,35% dan TDN 64,48% menghasilkan kecernaan NDF dan ADF paling tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Cullison (1978), domba dengan bobot 20 kg 30 kg, memerlukan protein antara 11% sampai 12%. Berdasarkan uraian diatas dapat diajukan hipotesis bahwa ransum lengkap berbasis bahan pakan lokal dengan kandungan protein 12% dan TDN 65% menghasilkan kecernaan NDF dan ADF ransum domba Garut jantan paling tinggi. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 16 Januari 16 Februari 2017 selama satu bulan di BPPT Margawati, Garut. Periode persiapan dilaksanakan selama satu minggu, sedangkan periode pendahuluan dan periode pengumpulan data dilaksanakan selama tiga minggu. Pengujian kecernaan NDF dan ADF dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.