II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Kajian Biaya, Penerimaan & Keuntungan Usahatani

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Nilai Tukar Petani Kalimantan Barat Oktober 2017

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Nilai NTP (Nilai Tukar Petani) Provinsi Sulawesi Utara di bulan Desember sebesar 97.35

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel

IV. METODE PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

III KERANGKA PEMIKIRAN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN DESEMBER 2009 NAIK 0,41 PERSEN

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September 2013

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 juga menjelaskan bahwa hutan adat/marga adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan pada masyarakat hukum adat yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah. Warsito (2005) menyebutkan bahwa hutan adat tidak selalu berada dalam kawasan hutan negara, melainkan juga dimungkinkan berada di dalam hutan hak yang dimiliki dan dikelola secara kolektif oleh masyarakat hukum adat. 2. Hutan Rakyat Berdasarkan Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan rakyat dikategorikan sebagai hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Selain itu juga, menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999, pengembangan hutan rakyat diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi dan konservasi lahan di luar

8 kawasan hutan negara, penganekaragaman hasil pertanian yang diperlukan oleh masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, penyediaan kayu sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri, penyediaan kayu bakar, usaha perbaikan tata air dan lingkungan, serta sebagai kawasan penyangga bagi kawasan hutan negara. Hutan rakyat merupakan sumberdaya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah, baik berupa tanaman satu jenis maupun dengan pola tanaman campuran (agroforestri) (Awang, 2005). Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Purwanto (2004) membagi hutan rakyat dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur. 2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani

9 lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu. Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi. Hal tersebut menjadikan hutan rakyat sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif (Purwanto, 2004). Pada penelitian Darusman dan Hardjanto (2006) mengenai tinjauan ekonomi hutan rakyat, hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung berpengaruh pada perekonomian desa. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan (Darusman dan Hardjanto, 2006).

10 B. Kebutuhan Hidup Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan, keinginan dan keperluan yang semuanya menghendaki pemenuhan. Kebutuhan manusia selalu tidak terbatas baik dari segi jumlah (kuantitatif) maupun segi mutu dan ragam (kualitatif). Kebutuhan untuk memenuhi keperluan manusia sehingga manusia mampu untuk bertahan hidup disebut kebutuhan ekonomi (Chourmain, 1998). Menurut sifatnya kebutuhan manusia dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan pokok dan kebutuhan pelengkap. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi sehingga manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya secara wajar, seperti sandang (pakaian), pangan (makanan dan minuman), papan (tempat tinggal). Sedangkan kebutuhan pelengkap adalah kebutuhan yang sifatnya melengkapi kebutuhan pokok, misalnya kendaraan, pendidikan, perhiasan dan sebagainya (Chourmain, 1998). Menurut Hernanto (1988) untuk memenuhi kebutuhan hidup, petani dan keluarganya membutuhkan sejumlah biaya atau pendapatan. Biaya hidup itu diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: 1. Dari sumber usahatani sendiri 2. Dari sumber usaha lain di bidang pertanian seperti halnya upah tenaga kerja pada usahatani lain (buruh tani) 3. Pendapatan dari luar usahatani.

11 Menurut Hernanto (1988) alokasi pendapatan yang diperoleh tersebut antara lain digunakan untuk : 1. Kegiatan produktif antara lain untuk membiayai kegiatan usahataninya 2. Kegiatan konsumtif antara lain untuk pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan pajak-pajak 3. Pemeliharaan investasi 4. Investasi dan tabungan. Penelitian Achmad dan Okan (2008) menggambarkan kontribusi hasil hutan bukan kayu masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat hutan. Hal ini terlihat dari kondisi umum masyarakat hutan (Dusun Pampli) yang terletak di Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan yang nampak kurang sejahtera. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal masyarakat berkaitan dengan gaya hidup seperti jumlah tanggungan anak, kebutuhan rokok dan kebiasaan berjudi, rendahnya semangat kerja sedangkan faktor eksternal yang terkait dengan kebutuhan hidup mereka seperti peralatan/fasilitas kerja, mahalnya biaya transportasi. C. Penerimaan, Biaya Produksi, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga 1. Penerimaan Rumah Tangga Menurut Soekartawi (2002) penerimaan adalah perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Perhitungan total penerimaan dapat dilakukan melalui 2 macam analisis yaitu:

12 a) Analisis parsial, yaitu jika sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tanaman yang akan diteliti adalah salah satu macam tanaman saja. b) Analisis keseluruhan, yaitu jika sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monukultur (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tanaman yang akan diteliti adalah tanaman ketigatiganya. Menurut Hastuti dan Rahim (2007) dalam menghitung penerimaan usahatani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : a) Hati-hati dalam menghitung produksi pertanian karena tidak semua produksi pertanian dapat dipanen secara serentak b) Hati-hati dalam menghitung penerimaan karena produksi mungkin dijual beberapa kali sehingga diperlukan data frekuensi penjualan, selain itu produksi juga mungkin dijual dalam beberapa kali dengan harga jual yang berbeda-beda c) Jika penelitian usahatani menggunakan responden petani, diperlukan teknik wawancara dengan baik untuk membantu petani mengingat produksi dan hasil penjualan yang diperoleh selama setahun terakhir. Adapun Hernanto (1988), berpendapat bahwa penerimaan usahatani (farm receipts), yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi : a) Jumlah penambahan inventaris b) Nilai penjualan hasil c) Nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi.

13 Penjualan hasil tanaman ataupun hasil ternak harus mencapai harga yang paling menguntungkan. Karena dibalik penerimaan yang diperoleh dari penjualan tersebut, selalu ada kewajiban petani untuk mengeluarkan berbagai macam biaya, baik biaya usaha maupun biaya hidup keluarga (Adiwilaga, 1982). 2. Biaya Produksi Hernanto (1988), menyatakan bahwa biaya produksi dalam suatu usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi menjadi produk. Pengertian biaya menurut Soekartawi (2002) adalah satuan-satuan nilai dari alat-alat produksi yang telah dikorbankan untuk suatu proses produksi. Sedangkan Adiwilaga (1982) berpendapat bahwa biaya usaha adalah seluruh pengeluaran yang terjadi dalam perusahaan dalam jangka waktu tertentu (umumnya ditetapkan 12 bulan). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua (Soekartawi dkk, 1986) yaitu : 1. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain, sewa tanah, pajak, alat pertanian, penyusutan alat. 2. Biaya tidak tetap (variable cost), yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi, contohnya biaya untuk sarana

14 produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya. Menurut Hastuti dan Rahim (2007) biaya penyusutan merupakan bagian dari biaya tetap. Hal ini dikarenakan biaya penyusutan tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian. Salah satu cara perhitungan biaya penyusutan sebuah mesin atau alat produksi adalah dengan menggunakan metode penyusutan dengan persentase tetap dari harga beli, dan unsur-unsur yang harus diketahui adalah (Bambang dan Kartosapoetra, 1988) : 1. Harga beli alat produksi 2. Perkiraan umur ekonomis dari alat tersebut 3. Perkiraan nilai sisa atau alat itu setelah umur ekonomisnya berakhir Dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan. Dalam usaha peternakan antara lain untuk biaya penggembalaan, biaya pemeliharaan pakan, biaya pemeliharaan kandang, dan jenis upah kegiatan lainnya (Soekartawi, 2002).

15 3. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga merupakan hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga, baik rumah tangga petani ataupun bukan rumah tangga petani. Khusus rumah tangga petani yang biasanya hidup di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja. Besarnya pengeluaran dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi (pangan/non pangan) (Hastuti dan Rahim, 2007). Menurut Supardi (2002) pendapatan rumah tangga di pedesaan pinggiran hutan berasal dari lahan usahatani (sendiri, menyewa), memelihara ternak, menebang kayu, buruh tani maupun bekerja di luar sektor kehutanan. Kemudian ditinjau dari besar-kecilnya pendapatan rumah tangga dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun sosial/kependudukan dari anggota rumah tangga. Menurut Soekartawi (2002) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan kotor usaha tani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani (Soekartawi dkk, 1986).

16 Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Produk tersebut dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Perhitungan pendapatan kotor harus juga mencakup semua perubahan nilai tanaman di lapangan antara permulaan dan akhir tahun produksi. Perubahan semacam itu sangat penting terutama untuk tanaman tahunan. Meskipun demikian, maka pada umumnya perubahan ini diabaikan karena penilaiannya sangat sukar (Soekartawi dkk, 1986). Menurut Hernanto (1988), cara untuk menghitung pendapatan usahatani yaitu dengan menjumlahkan total pendapatan dari berbagai sumber, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah: a) Luas lahan usaha meliputi areal tanaman, dan luas pertanaman. Sedangkan pada peternakan dikenal jumlah ternak per usahatani dan jumlah ternak produktif per usahatani b) Tingkat produksi, ukuran-ukuran tingkat produktifitas per hektar dan indeks pertanaman c) Pilihan dan kombinasi cabang usaha d) Intensitas pengusahaan pertanaman e) Efisiensi tenaga kerja Pendapatan usahatani digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan diluar kebutuhan rumah tangga. Besarnya pengeluaran rumah tangga petani dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Menurut Supardi

17 (2002) pola pengeluaran rumah tangga untuk pangan dan non pangan bervariasi menurut kondisi lahan pertanian yang ada. D. Kontribusi Hasil Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kaskoyo (2009) di Desa Bumi Arum Kecamatan Pringsewu mengenai Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Masyarakat diketahui bahwa kontribusi pendapatan dari hutan rakyat di Desa Arum mencapai 23,39%. Kontribusi hutan rakyat relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan usaha tani tanaman pangan yang terdiri dari padi, kacang panjang, jagung, dan cabe yaitu sebesar 27,36 % (Kaskoyo, 2009). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari (2008) mengenai Kontribusi Repong Damar Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Hidup Petani Damar Di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat masyarakat di Desa Pahmungan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari repong damar. Rata-rata total pendapatan rumah tangga yang diperoleh di Desa Pahmungan sebesar Rp 11.978.548,17/thn dengan rata-rata luas lahan yang dikelola seluas 1,75 ha. Kontribusi yang diberikan repong damar terhadap pemenuhan kebutuhan hidup petani repong damar sebesar 51,64%. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widiarti (2006) pada lokasi yang sama, kontribusi yang diperoleh yaitu sebesar 57,28%.

18