II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Pola Budidaya Agroforestry merupakan suatu sistem pola budidaya atau pengelolaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama. Penanaman berbagai jenis. pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

Apa itu Agroforestri?

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (65 74)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRY DI DAERAH CIAMIS DENGAN TANAMAN POKOK GANITRI (Elaeocarpus ganitrus)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAGIAN LIMA. Analisa Ekonomi dalam Agroforestri. Panduan Praktis Agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

STUDI PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRY DI DESA AKE KOLANO KECAMATAN OBA UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN.

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

I. PENDAHULUAN. hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

Kasus Desa Sebadak Raya: Dapatkah Budidaya Kopi Mendukung Keberhasilan Hutan Desa?

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas biologi yang didominanasi oleh pohon-pohonan tanaman keras

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dengan tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu) yang ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian dan/atau atau dikombinasikan dengan pengusahaan/budidaya ternak hewan. Di dalam sistem agroforestri tersebut terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair, 1993 dalam Suharjito, dkk, 2003). Menurut De Foresta dan Michon (1997) dalam Hairiah, dkk (2003), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di berbagai tempat di Indonesia selama berabadabad, misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Sistem agroforestri sederhana adalah menanam pepohonan secara tumpang sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis-jenis pohon yang ditanam bisa

7 bernilai ekonomi tinggi misalnya Kelapa (Cocos nucifera), Karet (Hevea brasiliensis), Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Jati (Tectona grandis) atau bernilai ekonomi rendah seperti Dadap (Erythrina Sp), Lamtoro (Leucaena leucocephala) dan Kaliandra (Calliandra Sp). Sedangkan jenis tanaman semusim misalnya Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), palawija, sayur-mayur dan rerumputan atau jenis tanaman lain seperti Pisang (Musa paradisiaca), Kopi (Coffea robusta) dan Coklat (Theobroma cacao). Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Sistem penguasaan sumber daya agroforestri mengandung aspek hubungan sosial berupa hubungan kerja atau bagi hasil antara pemilik agroforestri dengan buruh tani. Hubungan sosial itu menunjukkan posisi-posisi dan kekuasaan-kekuasaan orang-orang (pihak-pihak) yang terlibat. Hairiah, dkk (2003) mengemukakan pihak yang memegang kekuasaan lebih besar terhadap sumber daya agroforestri akan menentukan pola hubungan tersebut dan menentukan sistem agroforestri yang dikembangkan. Adanya perkembangan sosial ekonomi mengakibatkan hubungan-hubungan sosial berkembang. Sehingga aturan penguasaan sumber daya agroforestri semakin kompleks. Penguasaan sumber daya agroforestri yang semakin kompleks inilah mengakibatkan masyarakat yang mengelola hutan secara agroforestri memikirkan pengelolaan yang baik untuk kesejahteraannya.

8 Kegiatan pengusahaan lahan dengan sistem agroforestri merupakan kombinasi tanaman pertanian dengan kehutanan dan/atau hewan (ternak), serta kegiatan aneka usaha tani dan kehutanan lainnya sebagai suatu ragam kegiatan yang memanfaatkan hasil hutan non kayu dan hasil hutan kayu serta jasa lingkungan lainnya. Adapun konsep agroforestri merupakan manajemen pengelolaan lahan yang mengkombinasikan prinsip pertanian dan prinsip rimba, dimana pertanian memproduksi hasil pertanian sedangkan kehutanan menghasilkan kayu bagi bahan baku produksi maupun kebutuhan masyarakat untuk pembangunan rumah, gedung dan sarana-sarana yang lainnya serta hasil-hasil produksi non kayu lainnya seperti getah, tanaman obat-obatan dan lainnya (Lahjie, 2004 dalam Balkis, 2008). Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan, dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut (Hairiah, dkk, 2003): 1. Agrisilvikultur: kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll) dengan komponen pertanian. 2. Silvopastura: kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan. 3. Agrosilvopastura: kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan.

9 4. Silvofishery: kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan. 5. Apiculture: budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan. Gambar 2. Ruang lingkup sistem pemanfaatan lahan secara agroforestri. B. Pengelolaan Agroforestri Pengelolaan sistem agroforestri meliputi pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, dan pemberantasan hama/penyakit, seringkali berbeda-beda antar lokasi dan bahkan antar petani. Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan biji-bijian dan ternak (Suharjito, dkk, 2003).

10 Mengingat keberagaman itu, maka dalam menentukan rumusan pengelolaan sistem agroforestri harus berpegang pada prinsip-prinsip atau dasar-dasar yang dapat mendorong tercapainya produktivitas, keberlanjutan dan penyebarluasan sistem agroforestri di berbagai tempat dan kondisi yang berbeda. Beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menentukan rumusan pengelolaan itu adalah (Suharjito, dkk, 2003): 1. Pengelolaan agroforestri secara umum harus bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan keunggulan-keunggulan sistem agroforestri, serta mengurangi atau meniadakan kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat mewujudkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan petani. 2. Rumusan pengelolaan agroforestri yang berbeda (spesifik) untuk kondisi lahan dan masyarakat yang berbeda. Jadi tidak mungkin dan tidak boleh ada satu rumusan pengelolaan agroforestri yang berlaku untuk semua keadaan lahan dan masyarakat yang berbeda-beda. Namun demikian, perbedaan kondisi lahan dan kondisi masyarakat perlu dikategorikan dan diklasifikasikan secara tepat dan akurat, agar ragam rumusan manajemennya tidak terlalu banyak. 3. Rumusan pengelolaan agroforestri adalah beragam (lebih dari satu pilihan), tetapi tetap memenuhi kriteria: campuran jenis tanaman tahunan/pohon-pohonan (kehutanan) dan tanaman setahun/pangan/pakan ternak (pertanian) lebih dari satu strata tajuk

11 mempunyai produktivitas yang cukup tinggi dan memberi pendapatan yang berarti bagi petani terjaga kelestarian fungsi ekosistemnya dapat diadopsi dan dilaksanakan oleh masyarakat khususnya oleh petani yang terlibat. 4. Unit terkecil manajemen agroforestri adalah rumah tangga, yakni pada tingkat pengambilan keputusan terendah. Namun, agroforestri dapat saja dipraktekkan oleh pengusaha dalam skala unit yang relatif besar. Salah satu sasaran utama dari setiap usaha pertanian termasuk agroforestri adalah produksi yang berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator terselenggaranya sistem pertanian yang berkelanjutan adalah (a) dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjang produksi tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah, (c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca serta (f) terjaganya keanekaragaman hayati (Wijayanto, dkk, 2003). Sistem pertanaman monokultur tanaman semusim/pangan dalam jangka panjang menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan lahan yang akhirnya mengakibatkan penurunan produksi tanaman dari tahun ke tahun. Oleh karena itu pertanian monokultur umumnya membutuhkan penambahan pupuk buatan maupun pupuk organik yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun. Sedangkan penanaman tanaman tahunan/pohon jenis-jenis tertentu

12 mampu menjaga kesuburan lahan atau bahkan meningkatkan kesuburan lahan, melalui kemampuan pohon untuk melakukan daur ulang unsur hara. Pencampuran tanaman semusim/pangan dengan pohon dan/atau hewan dalam jangka panjang akan menjaga kesuburan lahan dan produksi tanaman pangan, karena tanaman tahunan/pohon diharapkan mampu mempertahankan kesuburan lahan, sehingga tidak terjadi penurunan produksi tanaman pangan secara drastis pada masa yang akan datang, apabila hal ini terpenuhi, setidaknya kebutuhan subsistem keluarga masih akan terpenuhi dalam jangka panjang (Nair, 1993). Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumberdaya alam sekitarnya. Agroforestri merupakan perpaduan usahatani dan kehutanan yang dapat memelihara kelestarian lingkungan, baik dari segi erosi maupun dari segi peredaran hara. Dengan demikian agroforestri dapat memanfaatkan ruang dengan efisien dan waktu dengan produktif berupa tanam gilir (sequential cropping). Efisiensi dalam ruang dan waktu dapat tercermin dalam besarnya penghasilan bagi petani dengan adanya pemilihan yang tepat mengenai jenis yang ditanam (Sundawati, dkk, 2008). Pengambilan keputusan petani dalam pengusahaan agroforestri tidak selalu didasarkan kepada pertimbangan finansial atau dengan kata lain pertimbangan finansial tidak selalu menjadi aspek nomor satu dalam pengambilan keputusan tetapi ada aspek sosial budaya yang lebih dominan. Seperti yang terdapat di Krui, Lampung Barat bahwa masyarakat lebih

13 mengutamakan aspek sosial budaya dalam pengusahaan agroforestri. Hal ini terbukti bahwa masyarakat Krui tidak lantas memilih untuk menanam lada saja secara monokultur yang sebenarnya lebih menguntungkan walaupun pendapatan terbesar masyarakat dari Repong Damar adalah pada fase penanaman lada. Hal ini dipengaruhi ada faktor-faktor sosial budaya yang mendorong masyarakat untuk membangun Repong Damar, di antaranya adalah adanya rasa kebanggaan apabila seseorang dapat mewariskan Repong Damar kepada anak cucunya (Suharjito, dkk, 2003). Pencampuran tanaman semusim/pangan dan pohon dalam jangka panjang akan menjaga penurunan kesuburan lahan dan produksi tanaman pangan. Apabila pada saat ini kita menanam tanaman tahunan yang dalam jangka panjang maka akan memberikan hasil yang lebih besar. Tanaman tahunan/pohon diharapkan mampu mempertahankan kesuburan lahan, sehingga tidak terjadi penurunan produksi tanaman pangan secara drastis pada masa yang akan datang. Apabila hal ini terpenuhi, paling tidak kebutuhan subsisten keluarga akan masih terpenuhi dalam jangka panjang (Suharjito, dkk, 2003). Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa peran dan fungsi agroforestri terhadap aspek ekonomi, antara lain: 1. Aspek Ekonomi Agroforestri Pada Tingkat Kawasan Sistem agroforestri memiliki beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik dalam hal jenis

14 produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestri sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah, dan lain-lain. b. Pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam (tanah, air, dan keanekaragaman hayati). Pola tanam dapat dilakukan dalam suatu unit lahan pada waktu bersamaan pada waktu yang berbeda/berurutan, melibatkan beraneka jenis tanaman tahunan maupun musiman. Pola tanam dalam sistem agroforestri memungkinkan terjadinya penyebaran kegiatan sepanjang tahun dan waktu panen yang berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan, musiman, tahunan, atau sewaktu-waktu. Keragaman jenis produk dan waktu panen memungkinkan penggunaan produk yang sangat beragam pula. Tidak semua produk yang dihasilkan oleh sistem agroforestri digunakan untuk satu tujuan saja. Ada sebagian produk yang digunakan untuk kepentingan subsisten, sosial atau komunal dan komersial maupun untuk jasa lingkungan. 2. Agroforestri dan Penyediaan Lapangan Kerja Sistem agroforestri membutuhkan tenaga kerja yang tersebar merata sepanjang tahun selama bertahun-tahun. Hal ini mungkin terjadi karena kegiatan berkaitan dengan berbagai komponen dalam sistem agroforestri yang memerlukan tenaga kerja terjadi pada waktu yang berbeda-beda

15 dalam satu tahun. Kebutuhan tenaga kerja dalam sistem pertanian monokultur bersifat musiman, ada periode di mana kebutuhan tenaga sangat besar (misalnya musim hujan) dan periode di mana tidak ada kegiatan (musim kemarau). Beberapa hasil bahwa kebutuhan tenaga kerja pada sistem penelitian menunjukkan agroforestri justru lebih rendah dibandingkan sistem pertanian monokultur, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Dalam perkembangan praktek agroforestri terdapat dua periode yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Periode pengembangan, mulai saat persiapan sampai dengan mulai memberikan keuntungan. b. Periode operasi, mulai memberikan keuntungan (cash flow positif). C. Biaya Produksi Heriyanto (2007), menyatakan bahwa biaya produksi dalam pengelolaan suatu usahatani merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh seseorang dalam proses produksi untuk mengubahnya menjadi suatu produk. Pengertian biaya menurut Soekartawi (2002) adalah satuan-satuan nilai dari alat-alat produksi yang telah dikorbankan untuk suatu proses produksi. Menurut perubahan volume dalam produksi, biaya dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume produksi. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya variabel yaitu biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi (Soekartawi, 2002).

16 Banyaknya hasil panen mencerminkan besarnya pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan pemenuhan kebutuhan sehari-hari keluarga. Dengan demikian terpenuhinya tingkat kebutuhan keluarga terpenuhi sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Berdasarkan teori ekonomi makro, usaha tani pada prinsipnya dapat digolongkan sama dengan bentuk perusahaan, dimana untuk memproduksi secara umum diperlukan modal, tenaga kerja, teknologi dan kekayaan alam (Heriyanto, 2007). Petani akan selalu berusaha dengan berbagai cara untuk meningkatkan produksinya, untuk memperoleh keuntungan maksimum dari agroforestrinya, karena besar kecilnya jumlah produksi akan mempengaruhi jumlah hasil atau pendapatan. Pendapatan merupakan hasil dari penerimaan agroforestri dikurangi seluruh total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan agroforestri (Soekartawi, 1995). Sistem agroforestri dapat dikatakan menguntungkan apabila (Suharjito, dkk, 2003): 1) Dapat menghasilkan tingkat output yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah input yang sama, atau 2) Membutuhkan jumlah input yang lebih rendah untuk menghasilkan tingkat output yang sama. Kondisi ini dicapai apabila ada interaksi antar komponen yang saling menguntungkan baik dari segi biofisik, maupun ekonomi. Interaksi biofisik sebenarnya mencerminkan interaksi ekonomi, apabila output fisik per satuan lahan diubah menjadi nilai uang per satuan

17 biaya. Sama halnya dengan interaksi biofisik, interaksi ekonomi antar komponen dalam sistem agroforestri dapat bersifat menguntungkan, netral, maupun kompetitif. Dasar penerapan agroforestri adalah interaksi biofisik yang positif, yang nantinya akan menghasilkan interaksi ekonomi yang positif. D. Analisis Finansial Agroforestri Pada kondisi nyata di lapangan, produksi dari suatu sistem agroforestri membutuhkan jangka waktu lama untuk dapat menghasilkan produk dari spesies tanaman tahunan. Selain itu manfaat keberadaan sistem agroforestri terhadap lingkungan tidak bisa dilihat dalam waktu pendek. Oleh karena itu analisis jangka panjang dianggap lebih tepat untuk melihat keseluruhan keuntungan yang dapat diberikan oleh suatu sistem agroforestri (Nair, 1993). Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda. Untuk melihat sejauh mana suatu usaha agroforestri memberikan keuntungan, maka analisis yang paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial. Menurut Lahjie (2004) dalam Balkis (2008) analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Ukuranukuran yang digunakan umumnya adalah:

18 a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang. Karena jangka waktu kegiatan pengelolaan agroforestri cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh dari pengelolaan agroforestri dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang yang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan agroforestri di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan bila NPV > 0 sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak menguntungkan. b. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan (dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang). Nilai BCR > 1 menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan menguntungkan dan sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak menguntungkan. c. Internal Rate of Returns (IRR) Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga

19 apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Pengelolaan agroforestri akan dikatakan menguntungkan apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku pada saat tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumedi, dkk (2010) tentang analisis finansial pengelolaan agroforestri dengan pola Sengon dan Kapulaga di Desa Tirip Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai NPV sebesar Rp 112.039.098,-, nilai BCR sebesar 2,32 dengan tingkat suku bunga 9,3% dan IRR sebesar 35% serta pendapatan pertahun sebesar Rp. 18.916.524,-. Pada penelitian Syahrani dan Husainie (2003) pengusahaan kebun hutan dengan tanaman Durian di Kabupaten Kutai Negara Kalimantan Timur diperoleh nilai NPV sebesar Rp 7.982.175,-, nilai BCR sebesar 2,12 dinilai pada tingkat bunga 15% dan IRR sebesar 20,95%. Pada penelitian Trisnawati, dkk (2004) kelayakan usahatani pola tumpangsari tanaman Kopi dengan Jeruk di Desa Belantih Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli diperoleh nilai NPV sebesar > 0, IRR > 20% dan B/C ratio > 1.