BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010, p.1). Indonesia membuat rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) untuk tahun 2001-2010, dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah dengan visi "Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta yang dilahirkan hidup dan sehat." Dengan misinya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Abdul bari, 2002, p.v). Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, angka nasional untuk Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2009). AKI di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 yaitu 117,02/100.000 kelahiran hidup. Kejadian kematian paling banyak adalah pada waktu nifas
yaitu sebesar 49,12%, bersalin 26,99%, hamil 23,89%. Penyebab kematian adalah perdarahan 22,42%, eklamsia 28,76%, infeksi 3,54%, dan lain-lain 45,28% (Dinkes Jateng, 2009). AKI di Kabupaten Grobogan tahun 2009 adalah 191,61/100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI tahun 2010 adalah 80,02/100.000 kelahiran hidup. Artinya pada tahun 2010 Angka Kematian Ibu mengalami penurunan. Penyebab kematian yaitu perdarahan 27,78%, infeksi 5,56%, eklamsi 11,11%, hipertensi 11,11% dan lain-lain 44,44% (Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, 2010). Sedangkan angka kematian di Kecamatan Tawangharjo adalah 106,60/100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2011 ini dari bulan Januari-Maret Angka kematian ibu sebanyak 106,60/100.000 kelahiran hidup, yaitu terjadi di Desa Mayahan, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan (Puskesmas Tawangharjo, 2011). Perdarahan post partum menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa, sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia sub oksipitobregmantika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.
Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam, akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 2005, p.665). Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi perineum, yang dilakukan dengan gunting episiotomi. Episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan dengan kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat, baik forceps maupun vacum. Apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan (Prawirohardjo, 2007, pp.455-456). Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan, dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi (Ambarwati dan Wulandari, 2010, p.97). Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin, serta bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu harus mengandung sumber tenaga (energi), untuk perbaikan tubuh, pembentukan jaringan baru, misalnya beras, jagung, sagu, tepung terigu, dan ubi. Sumber pembangun
(protein), untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati, misalnya protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging, ayam, telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe). Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air), untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Memberi zat pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar (Ambarwati dan Wulandari, 2010. Pp.97-99). Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan orang yang menyusui. Masukan dan absorbsi yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Vitamin C diperlukan untuk sintesis kolagen. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum diantaranya yaitu malnutrisi, merokok, kurang tidur, stress, kondisi medis dan pengobatan, status nutrisi, infeksi, dan obesitas (Boyle, 2008, p.45). Luka dapat sembuh melalui proses utama (primary intention) yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan menjahitnya. Jika luka dijahit terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Oleh karena itu, dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal dan kontraksi sedikit berperan. Penyembuhan yang kedua yaitu melalui proses sekunder (secondary intention) yang membutuhkan pembentukan jaringan granulasi dan kotraksi luka. Hal ini dapat terjadi dengan meningkatkan jumlah
densitas, jaringan parut fibrosa, penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama (Boyle, 2008, pp.43-44). Data dari Puskesmas Tawangharjo, Kabupaten Grobogan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2011 ada 129 ibu yang melahirkan. Dari 129 orang ibu yang melahirkan, 96 ibu yang mengalami luka jalan lahir (luka perineum) yang luka laserasi ada 65 orang dan luka yang episiotomi ada 31 orang. Dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara bidan setempat yaitu Adat istiadat di Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan yaitu ibu nifas mempunyai kebiasaan makan yang diatur oleh orang tuanya, sementara orang tuanya melarang makan daging, telur dan ikan. Alasan orang tua yaitu makan telur, daging, dan ikan dapat menghambat (memperlama) proses penyembuhan luka perineum. Rata-rata untuk penyembuhan luka perineum di Kecamatan Tawangharjo adalah tujuh hari atau lebih. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo. B. Rumusan masalah Perumusan masalah adalah Adakah hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo Kabupaten Grobogan tahun 2011?.
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo Kabupaten Grobogan tahun 2011. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan tingkat kecukupan protein di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. b. Mendeskripsikan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. c. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat bagi pembuat kebijakan (Puskesmas) Memberikan bahan masukan bagi pengelola program dalam upaya pencegahan dan penanggulangan luka perineum pada ibu nifas, dan untuk rencana program yang akan datang. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan Menambah daftar pustaka di perpustakaan kampus Universitas Muhammadiyah Semarang Program Studi D-III Kebidanan dan memberikan informasi tentang tingkat kecukupan protein pada masa nifas.
3. Manfaat bagi masyarakat/ ibu nifas Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Tawangharjo pada umumnya tentang kecukupan protein pada masa nifas. 4. Manfaat bagi peneliti Memberikan pengalaman langsung kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian, serta menambah wawasan tentang hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas. E. Keaslian penelitian Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian yang sebelumnya adalah : a. Variabel Penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas (tingkat kecukupan protein) dan variabel terikat (lama penyembuhan luka perineum). Sedangkan untuk penelitian yang terdahulu, yaitu : 1) Variabel bebasnya adalah pengetahuan ibu post partum tentang laserasi, dan variabel terikatnya adalah praktik laserasi perineum. 2) Variabel bebas : Pola perilaku makan ibu post partum, dan variabel terikatnya yaitu penyembuhan luka episiotomi. 3) Variabel bebas : Pengetahuan ibu nifas tentang perineum, dan variabel terikatnya yaitu kecepatan penyembuhan luka perineum. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Keaslian penelitian No Judul, Nama, Tahun 1 Hubungan pengetahuan ibu post partum tentang perawatan luka laserasi dengan praktik laserasi perineum di BPS Uut Maschom Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang, Riani Evicenna Naftuchah (2010) 2 Hubungan pola perilaku makan ibu post partum dengan proses penyembuhan luka episiotomi di Puskesmas Sumber Pucung Malang, Wibowo Arif (2005) 3 Hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang perineum dengan kecepatan penyembuhan luka perineum di BPS Kasih Ibu Jatirogo Kabupaten Tuban. Quiftiyah Mariyatul (2006) Sasaran Ibu post partum yang ada di BPS Uut Maschom Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang. Semua ibu yang melahirkan di Puskesmas Sumber Pucung Malang yang mengalami episiotomi dan kontrol pada hari ke-7. Sebagian ibu nifas dengan luka jahitan perineum yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 30 responden Variabel yang diteliti Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu pengetahuan ibu post partum tentang perineum, dan variabel terikat yaitu praktik perineum. Variabel bebas adalah pola perilaku makan ibu post partum dan variabel terikatnya yaitu penyembuhan luka episiotomi. Variabel bebas adalah pengetahuan ibu nifas tentang luka perineum dan variabel terikat yaitu kecepatan penyembuhan luka perineum. Metode Analitik (korelasi) Korelasional dengan pendekatan croossectional Analitik dengan pendekatan croossectional Hasil Ada hubungan yang signifkan antara pengetahuan ibu perawatan luka laserasi ibu post partum dengan praktik laserasi perineum di BPS Uut Maschom Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang. Ada hubungan pola perilaku makan ibu post partum dengan proses penyembuhan luka episiotomi. Ada hubungan yang signifkan antara pengetahuan ibu nifas tentang perineum dan kecepatan penyembuhan luka perineum.