BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan merupakan sesuatu yang akan menjadi pengalaman individu masingmasing.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial. Di dunia ini, tidak ada manusia

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid adalah orang atau anak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah keluarga, anak menduduki posisi tertentu berdasarkan. urutan kelahirannya yang mana mempunyai pengaruh mendasar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya memerluhkan bantuan dari manusia lainnya. Seseorang harus

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada. orang tua. Pada saat dilahirkan ke dunia anak membawa

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tanggung jawab atas kesejahteraan anak, baik jasmani, kesehatan, rohani serta

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Menurut Slameto (dalam Pradhana, 2012), Keluarga adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

DESKRIPSI KEMANDIRIAN ANAK BUNGSU DI KELOMPOK B PAUD PERMATASARI KECAMATAN SIPATANA KOTA GORONTALO

SUSI RACHMAWATI F

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua yang dimaksud disini adalah

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB IV ANALISIS DATA. ketika melakukan observasi dan wawancara. dengan demikian dapat diketahui. untuk Menangani Anak Middle Child Syndrome. Tabel 4.

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan sifat yang sejatinya dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan kecil sampai kegiatan yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba bagaimana rasa bergantung diri dengan orang lain sehingga rasa mandiri yang ada pada dirinya tetap terjaga. Menurut Basri (dalam Rahmawati, 2005) kemandirian berasal dari kata mandiri yang dalam bahasa jawa artinya berdiri sendiri. Dia menyatakan kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis adalah keadaan seorang remaja yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Ada banyak pilihan bagi remaja yang berstatus sebagai anak sulung maupun anak bungsu dapat secara mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang disekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. Anak sulung menurut Simanjuntak dan Pasaribu (dalam Rahmawati, 2005) anak yang pertamakali dilahirkan dalam suatu keluarga. Adler (dalam Hermawan, 2006) mengemukakan bahwa anak pertama mendapat cinta dan perhatian yang penuh dari orang tuanya dan sanak keluarga yang lain. Kurangnya pengalaman orang tua dalam memberikan perhatian menjadi salah satu dari banyak tekanan dan diawasi lebih teliti oleh anggota keluarga yang lain Balson (dalam

2 Rahmawati, 2005). Selain itu orang tua juga bersikap perfect dan membebani anak sulung dengan tanggung jawab yang berlebihan (Simandjuntak & Pasaribu dalam Rahmawati, 2005).Hal tersebutlah yang membentuk kemandirian pada diri anak sulung. Mandiri merupakan suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak dirinya yang terlihat dalam perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya (Gea, 2003). Seorang siswa dikatakan memiliki nilai kemandirian apabila ia telah mampu melakukan semua tugas-tugasnya secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain, percaya kepada diri sendiri, mampu mengambil keputusan, menguasai keterampilan sesuai dengan kemampuannya, bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, dan menghargai waktu (Gea, 2003). Pada masa remaja ini, banyak remaja tidak dapat memiliki sifat kemandirian dalam dirinya, dilihat dari kurangnya rasa percaya diri yang ada, seperti timbulnya perilaku menyontek, tidak berani mengemukakan pendapatnya, memiliki perasaan dikucilkan dari lingkungannya, tidak berani mengakui kesalahan yang diperbuat. Kenyataan di lapangan berdasarkan informasi dan data tahunan dari guru bimbingan konseling dan guru bidang studi di SMP Negeri 11 Medan, siswa belum sepenuhnya memiliki nilai kemandirian, khusunya siswa kelas VIII-1. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan yang nampak di kelas VIII-1 diantaranya adalah 27,7% siswa tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, 41,6% siswa minta diarahkan guru secara terus menerus dalam kegiatan belajar, 13,8% siswa

3 membutuhkan dukungan dari orang lain yang berlebihan dalam menyelesaikan masalah sendiri, 55,5% tidak mampu belajar mandiri, 27,7% siswa melaksanakan kegiatan harus atas perintah orang lain, 41,6% siswa sering menyontek pekerjaan teman saat ada tugas maupun saat ulangan berlangsung, apabila ada pekerjaan rumah sering tidak mengerjakannya, 69,4% siswa menggunakan waktu belajar di sekolah untuk bermain saat ada jam kosong, 50% siswa tidak memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan 27,7% siswa selalu ingin cepat-cepat mengakhiri kegiatan belajarnya. Fenomena di atas menggambarkan bahwa nilai kemandirian dalam diri siswa belum tampak. Apabila keadaan yang seperti ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah. Kegagalan dalam pencapaian kemandirian ini berdampak negatif terhadap dirinya sendiri. Karena akan memunculkan sikap yang akan selalu bergantung dengan orang lain sehingga tidak bisa bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian remaja antara lain: lingkungan, pola asuh, dan faktor yang juga penting terhadap pembentukan kemandirian remaja adalah urutan kelahiran (birth order) Havighurst (dalam Rini, 2012).Fenomena urutan kelahiran dalam membentuk kemandirian remaja menjadi hal yang menarik untuk dilakukan penelitian oleh peniliti. Remajajuga bisa memiliki kemandirian yang berbeda-beda dengan saudara kandungnya yang lain, walaupun dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang sama.

4 Dimana urutan kelahiran, selain membentuk kemandirian juga memunculkan sindrom tertentu. Hurlock (1990) mengemukakan bahwa, misalnya terdapat beberapa persamaan sindrom antara anak sulung dengan anak bungsu. Anak bungsu seringkali bergantung, mudah dipengaruhi dan manja, merasa tidak mampu dan rendah diri, dan tidak bertanggung jawab. Lebih lanjut, Hurlock (1990) mengemukakan masyarakat cenderung berpandangan bahwa anak sulung lebih mandiri daripada anak bungsu. Pendapat tersebut tidak terlepas dari pengaruh budaya yang ada dimasyarakat. Anak pertama atau yang disebut anak sulung dipandang sebagai pewaris kebudayaan, kekuasaan dan kekayaan sehingga harus mencapai tingkat kemandirian atau kematangan tertentu untuk dapat dianggap pantas sebagai pewaris. Selain itu, anak pertama biasanya diharapkan untuk menjadi pelindung, pengarah dan contoh bagi adik-adiknya (dalam Rini, 2012). Berdasarkan observasi peneliti yang didapat dari kehidupan sehari-hari terlihat anak sulung lebih mandiri dari anak bungsu dengan fenomena orang tua lebih mempercayakan pekerjaan yang lebih berat dan menuntut rasa tanggung jawab yang tinggi kepada anak sulung dan meminta anak sulung untuk dapat menjaga adik-adiknya ketika orang tua sedang bekerja atau pergi.remaja yang lahir terlebih dahulu digambarkan sebagai lebih bersikap lebih dewasa, penolong, mengalah, lebih cerdas, mampu mengendalikan diri, dan kurang agresif dibandingkan anak bungsu. Tuntutan orangtua dan standar yang tinggi yang ditetapkan bagi anak sulung dapat membuat mereka meraih keberhasilan, terutama pada sikap kemandiriannya. Pada awalnya anak sulung memiliki sifat

5 manja, egois dan keras kepala. sebelum dia memiliki saudara kandung lainnya, tetapi setelah dia memiliki seorang adik maka perubahan pola asuh dari orang tuanya berubah, yang dulunya rasa perhatian hanya tertuju kepadanya tetapi setelah memiliki adik rasa perhatian mulai terpecah dan terbagi sehingga dengan sendirinya akan terbentuk rasa mandiri itu karena akan menajdi contoh yang baik untuk adiknya tersebut. Anak bungsu menurut Hadibroto (2003) adalah anak kedua atau anak ketiga dan seterusnya tidak mempunyai adik lagi. Dan anak bungsu terbiasa dengan pemanjaan tersebut hingga ia tumbuh remaja dan akhirnya dewasa. Dalam kehidupannya dia menginginkan semua oranng disekitarnya bersikap seperti orang tua dan kakak-kakaknya yang selalu melindungi, menyayangi dan siap melakukan apa saja untuknya. Anak yang lebih muda atau biasa nya disebut dengan anak bungsu berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti mayoritas anak memiliki sifat yang manja dan lebih membutuhkan orang lain dalam pengerjaan hal-hal yang menuntut tanggung jawab tinggi. Anak bungsu jugamemiliki perasaan bahwa dia lebih dibela dan disayangi oleh orang tuanya bahkan kakaknya juga menyayanginya dan mencoba mengalah setiap melakukan kesalahan yang diperbuatnya, dan secara keseluruhan anak bungsuakanproses perkembangan yang lebih baik menyenangkan dibandingkan dengan kakaknya. Dia berpikir bahwa karena anak bungsu itu adalah anak yang paling kecil sehingga ketika dia melakukan kesalahan atau melakukan apa pun harus dibantu atau melakukannya harus bersama orang lain.

6 Remaja yang berstatus anak bungsu diharapakanmemiliki kemandirian, karena dengan demikian banyak hal positif yang bisa didapat para remaja tersebut, yaknimemiliki rasa percaya diri, dipercaya memegang tanggungjawab, tidak tergantung pada orang lain, tidak mudah dipengaruhi, dan matang dalam berfikir secara objektif (Hadibroto, 2003). Kemandirian yang harus dimiliki oleh anak bungsu bukan berarti anak bungsu harus sendirian atau tidak membutuhkan orang lain, tetapi artinya tidak tergantung pada orang lain (dalam DS, 2009) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja yang berstatus sebagai anak sulung dan anak bungsu memiliki pola asuh yang berbeda serta mendapatkan perlakuan yang berbeda pula dari lingkungannya. Padahal menjadi suatu keharusan bagipara remaja baik anak sulung maupun anak bungsu memiliki kemandirian yang baik dalam perkembangan fase kehidupannya.penting juga bagi orang tua untuk menerapkan pola asuh dikeluarga dan memberikan lingkungan yang baik agar anak dapat tumbuh menjadi remaja yang mandiri (Hurlock, 1990). B. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini perlu diidentifikasi permasalahan yang akan dibahas atau diteliti agar ditetapkan dan dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini merupakan langkah yang sangat menentukan dalam penelitian itu sendiri. Dari uraian latar belakang diatas dapat diketahui pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalahperbedaan Kemandirian Antara Anak Sulung Dengan Anak Bungsu di Sekolah MenengahPertama Negeri 11 Medan.

7 C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumusan permasalahandalam penelitian ini adalah apakah Terdapat Perbedaan Kemandirian AntaraAnak Sulung dan Anak Bungsu? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka manfaat diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan kemandirian maupun kemajuan metodologi di bidang Psikologi agar kemudian dapat dikembangkan dalam upaya menambah wawasan keilmuan Psikologi khususnya di Psikologi perkembangan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk remaja tersebut dapat mengetahui kemandiriannya dan dapat memperbaiki dirinya agar lebih mandiri. Kepada orang tua agar dapat membantu anaknya dalam mencapai kemandirian yang maksimal sesuai fase perkembangan anaknya.