BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB II. Bahan Tambahan Pangan disebut Bahan Tambahan Makanan adalah bahan. makanan. Penambahan bahan tambahan pada makanan memiliki dosis tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lawan kata dari minuman keras. Minuman ini banyak disukai karena rasanya yang

Kuesioner Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Topik : PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN. TIK: Setelah mengikuti kuliah ini, anda akan dapat menjelaskan Perkembangan Teknologi Pasca Panen

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Lama berjualan : 5. Tingkat pendidikan : a. SD b. SLTP c. SMA d.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

ANALISIS BAHAN PENGAWET BENZOAT PADA SAOS TOMAT YANG BEREDAR DI WILAYAH KOTA SURABAYA 1

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Buah-buahan sangat penting bagi kesehatan. Mengkonsumsi buah-buahan setiap. secara kuantitatif maupun kualitatif (Rukmana, 2008).

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein nabati dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendidih untuk melarutkan gula. Proses ini juga yang membuat kulit kismis

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga kesadaran dan kemampuan masyarakat sebagai konsumen juga masih sangat kurang dalam memilih pangan. Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat maka dalam pengolahan bahan pangan perlu dihindarkan penggunaan bahan tambahan pangan yang dapat merugikan atau membahayakan konsumen (Cahyadi W, 2008). Bahan tambahan pangan (aditif) memiliki beberapa fungsi seperti, bahan pengawet yang digunakan untuk meningkatkan waktu penyimpanan produk makanan dan antioksidan yang digunakan untuk melindungi produk makanan terhadap oksidasi yang dapat menyebabkan makanan menjadi tengik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan disebutkan bahwa bahan tambahan makanan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan makanan adalah pengawet, pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, anti gumpal, pemucat dan pengental. Penggunaan bahan tambahan pangan dengan dosis yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Cahyadi W, 2008). Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Namun, banyak Produsen menggunakan bahan pengawet pada pangan yang relatif 1

2 dengan tujuan untuk memperpanjang masa penyimpanan atau memperbaiki tekstur. Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan karacunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan (Cahyadi, 2008). Salah satu produk makanan yang perlu ditinjau keamanannya adalah selai tanpa merek yang banyak beredar di pasar Pedurungan kota Semarang. Selai didefinisikan sebagai suatu bahan pangan setengah padat yang dibuat dari kurang 45 % dari bagian berat zat penyusun sari buah dan 55 % dari bagian berat gula. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65 %, zat warna dan cita rasa dapat ditambahkan. Selai merupakan awetan dari sari buah atau buah-buahan yang telah dihancurkan dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi tekstur yang lengket, kental, serta rasa dan aroma buah yang tajam. Selai sering dikonsumsi sebagai bahan tambahan makanan, salah satunya yaitu sebagai bahan pelengkap roti pada menu pagi hari untuk sarapan. Banyak menu pilihan rasa yang bisa kita pilih sesuai dengan selera kita, dimana ada roti tawar disitu ada selai. Semakin tingginya permintaan masyarakat Indonesia terhadap produk selai maka produsen dituntut untuk membuat inovasi baru untuk menghindari kejenuhan konsumen terhadap produk selai, sehingga banyaknya selai yang beredar di masyarakat yang bermerek maupun tanpa merek. Selai sering dicampurkan bahan pengawet makanan untuk mencegah atau menghambat

3 kerusakan yang disebabkan oleh bakteri (Hardiyanto, 2015). Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba (Cahyadi, 2008). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012 bahan pengawet yang diijinkan penggunaanya antara lain: asam sorbat dan garamnya, asam benzoat dan garamnya, etil para-hidroksibenzoat, metil para- hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat, asam propionat, dan garamnya, dan lisozim hidroklorida. Sedangkan Pengawet yang dilarang penggunaanya antara lain: asam borat dan formalin. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012, batas maksimun penggunaan pengawet metil paraben (nipagin) pada selai adalah 1000 mg/kg. Metil paraben (nipagin) atau metil para-hidroksibenzoat termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) khususnya anti jamur yang digunakan secara luas sebagai pengawet untuk makanan, obat-obatan dan kosmetika. Penggunaan jangka pendek nipagin tidak menimbulkan gangguan dalam tubuh manusia, namun kalau sudah terakumulasi dalam tubuh akan menyebabkan beberapa penyakit seperti kanker payudara, alergi kulit dan lain-lain (Suarti dkk, 2014). Berdasarkan penelitian Sihombing, C.M (2011) tentang analisis metil paraben (nipagin) pada kecap dan saus yang beredar dipasaran dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan metil paraben dalam kecap 98,80%,99,94%, dan 99,43%. Satu dari sepuluh sampel kecap dan saus yang beredar di pasaran

4 diperiksa terkandung metil paraben dengan kadar 34,5076 mg/kg sedangkan kesembilan sampel lainnya tidak mengandung metil paraben. Hasil penelitian Mandasari, Anam, Yuyun (2016) yang berjudul analisis penetapan kadar nipagin dalam sediaan body lotion tie (tanpa izin edar) yang beredar di pasar tradisional kota Palu menyimpulkan berdasarkan penelitiannya, dari 8 sampel yang berbeda terdapat 5 sampel yang mengandung nipagin dengan masing-masing kadar sampel A1= 0,232%; A2= 0,229%; B1= 0,124%; B2= 0,120%; C1= 0,120%; C2= 0,117%; D1= 0,267%; D2= 0,273%; F1= 0,213%; dan F2= 0,215%. Dari hasil yang diperoleh, body lotion racikan tanpa izin edar (TIE) memenuhi persyaratan kadar pengawet nipagin sesuai dengan Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (MA PPOMN), dimana kadar nipagin yang diperbolehkan untuk body lotion yaitu 0,4%. Pasar Pedurungan kota Semarang dipilih sebagai tempat pemerolehan sampel karena belum ada penelitian sebelumnya terhadap analisis metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang dipejualbelikan di Pasar Pedurungan kota Semarang, dan minat konsumen untuk membeli selai tanpa merek tinggi karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan selai bermerek. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang analisis pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di Pasar Pedurungan kota Semarang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

5 1.2.1.Adakah zat pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di Pasar Pedurungan kota Semarang? 1.2.2.Berapakah kadar metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di pasar Pedurungan kota Semarang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis zat pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di pasar Pedurungan kota Semarang. 1.3.2.Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui ada tidaknya pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di pasar Pedurungan kota Semarang. 1.3.2.1. Untuk mengetahui kadar pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di pasar Pedurungan kota Semarang. 1.3.2.2. Untuk mengetahui kadar pengawet metil paraben (nipagin) yang digunakan pada selai tanpa merek yang diperjualbelikan di pasar Pedurungan kota Semarang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan.

6 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1.Bagi Masyarakat Hasil penelitian dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang ada tidaknya zat pengawet metil paraben (nipagin) pada selai tanpa merek yang diperjual belikan di pasar Pedurungan kota Semarang. 1.4.2.Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan khususnya tentang penggunaan bahan tambahan pangan pada makanan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. 1.5. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian No 1. Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian peneliti/penerbit metil Hasil penelitian menunjukkan Sihombing, C.M Analisis paraben (Nipagin) bahwa perolehan metil paraben (2011) pada kecap dan saus yang beredar di pasaran dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2. Saputri, G.A.R, dkk (2016) Identifikasi nipagin (Methyl paraben) pada jamu pega linu Sediaan serbuk yang beredar di Wilayah Pasar Gading Rejo Pring Sewu secara kromatografi lapis tipis dalam kecap 98,80%,99,94%, dan 99,43%. Satu dari sepuluh sampel kecap dan saus yang beredar di pasaran diperiksa terkandung metil paraben dengan kadar 34,5076 mg/kg sedangkan kesembilan sampel lainnya tidak mengandung metil paraben. Dari hasil penelitiannya yaitu identifikasi terhadap 6 sampel dengan merek jamu pegal linu yang berbeda menunjukan hasil negatif tidak mengandung bahan pengawet Nipagin (Methyl paraben).

7 3. Mandasari, V, dkk (2016) Analisis penetapan kadar nipagin dalam sediaan body lotion tie (tanpa izin edar) yang beredar di pasar tradisional kota Palu Berdasarkan penelitiannya, dari 8 sampel yang berbeda terdapat 5 sampel yang mengandung nipagin dengan masing-masing kadar sampel A1= 0,232%; A2= 0,229%; B1= 0,124%; B2= 0,120%; C1= 0,120%; C2= 0,117%; D1= 0,267%; D2= 0,273%; F1= 0,213%; dan F2= 0,215%. Dari hasil yang diperoleh, body lotion racikan tanpa izin edar (TIE) memenuhi persyaratan kadar pengawet nipagin sesuai dengan Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (MA PPOMN), dimana kadar nipagin yang diperbolehkan untuk body lotion yaitu 0,4%. Berdasarkan data originalitas penelitian tersebut, dapat dibedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan Sihombing, C.M (2011), Saputri, G.A.R, dkk (2016) dan Mandasari, V, dkk (2016). Perbedaan penelitian Sihombing, C.M (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada perbedaan sampel dan metode pemeriksaan metil paraben. Pada penelitian Sihombing, C.M (2011) sampel yang digunakan adalah kecap dan saus sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah selai tanpa merek. Kedua, metode pemeriksaan pada penelitian Sihombing, C.M (2011) menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi, sedangkan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kromatografi lapis tipis (uji kualitatif) dan metode spektrofotometri (uji kuantitatif). Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh Saputri, G.A.R, dkk (2016) dan Mandasari, V, dkk (2016) dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu jenis sampel yang digunakan. Sampel yang digunakan pada penelitian Saputri, G.A.R, dkk (2016)

8 adalah jamu pegal linu, sampel yang digunakan pada penelitian Mandasari, V, dkk (2016) adalah body lotian, sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah selai tanpa merek.