PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

PENGGUNAAN LILIN DARI MINYAK BIJI KARET UNTUK PEMBUATAN KAIN BATIK THE USE OF WAX FROM RUBBER SEED OIL FOR THE MANUFACTURE OF BATIK FABRIC

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR GRAFIK... vii

THE COLORING AGENTS COMPARISON IN PROCESSING OF PINEAPPLE FIBRE COLORING. Luftinor. Abstrak

FIKSASI GARAM SCARLET R PADA PEWARNAAN KAIN SONGKET PALEMBANG BERBASIS ZAT WARNA ALAM DAUN HENNA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

THE USE OF GAMBIR AS COLORING AGENT IN DYEING OF COTTON TEXTILE. Amos Lukas. Abstrak

TEKNOLOGI PROSES SASIRANGAN DENGAN VARIASI TEKNIK JELUJUR Sasirangan Process with Baste Technique Variation

PENCELUPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-BEJANA METODA 2 BATH 2 STAGE CONITUE VARIASI NaCl dan SUHU THERMOSOL. Kiki Bayu Murti

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

Proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan menggunakan media air.

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : 1. Lita Indriyani (I ) 2. Widak Asrianing (I )

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

EFEK KONSENTRASI ZAT PENGEMBAN TERHADAP KETUAAN WARNA PADA PENCELUPAN SERAT POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI

STUDI EKSPERIMENTAL KETAHANAN LUNTUR WARNA KAIN ABSTRAK

Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi +) Saepudin Suwarsa Jurusan Kimia FMIPA - ITB Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

EKSTRAK BIJI BUAH PINANG SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KAIN SASIRANGAN

PENGGUNAAN KEMBALI LARUTAN BEKAS PENCELUPAN

Disusun Oleh : Nama : Jakariya Nugraha Noerma Rachamwati Fani Miftah Rizkiyah Boby Fansha Graha : Sukirman S.

MANFAAT SURFAKTAN DALAM PROSES PEWARNAAN TEKSTIL

PENYEMPURNAAN PELEMASAN PADA KAIN KAPAS, T/C, T/C DAN POLYESTER MENGGUNAKAN SILICON N-150 & SILICON AMZ-9 VARIASI KONSENTRASI SILICON.

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

III. METODE PENELITIAN

Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

PENYEMPURNAAN TAHAN API DENGAN VARIASI RESIN ANTI API DAP DAN NICCA Fi NONE P205 PADA KAIN KAPAS, T/C, T/R dan POLIESTER

STUDI KASUS PENYEBAB KETIDAKRATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN DENGAN ZAT WARNA REAKTIF

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

Arif Wibi Sana, Eva Novarini, Untung Prayudie, Rini Marlina

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

PERBANDINGAN UJI KETAHANAN GOSOK ZAT WARNA ALAM KULIT AKASIA GUNUNG MERAPI (ACACIA DECURRENS)

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

PENGARUH KOMPOSISI WARNA (PAGODA RED, WINDSOR PURPLE, MADONNA BLUE) TERHADAP KUALITAS WARNA UNGU PURPLE PADA KAIN KATUN DENGAN TEKNIK TIE DYE

TENUNAN SONGKET MELAYU RIAU DI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU MUTIA SARI

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI PRINTING BATIK


SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS)

PEMANFAATAN TANAMAN KEMBANG TELEKAN SEBAGAI PEWARNA ALAM BATIK PADA KAIN MORI PRIMA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica L.)

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

PENGARUH LARUTAN FIXER TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN BIOPIGMEN RUMPUT LAUT Eucheuma sp. SEBAGAI PENGGANTI PEWARNA SINTETIS PADA TEKSTIL

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

PENINGKATAN KUALITAS KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA PROSES DYEING KAIN KAPAS

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN DAUN TEMBAKAU UNTUK PEWARNAAN KAIN SUTERA DENGAN MORDAN JERUK NIPIS

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN Application Natural Dyestuff On Woven Fibers Doyo For Handicraft Product

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH FIKSATOR JERUK NIPIS TERHADAP PEWARNAAN ESKTRAK DAUN JAMBU BIJI DILIHAT DARI KETUAAN WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PENCELUPAN KAIN BATIK TULIS

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

ILMU KIMIA ANALIT. Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, MP

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

PENGARUH FIKSASI TERHADAP KETUAAN WARNA DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI LIMBAH MANGROVE

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

III. BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Maret--Agustus 2011 bertempat di

VERIFIKASI METODA GRAVIMETRI UNTUK PENENTUAN THORIUM

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

APLIKASI ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA PENCAPAN BATIK

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENYEMPURNAAN TAHAN KUSUT PADA KAIN KAPAS DENGAN KNITEX LE VARIASI KONSENTRASI DAN PENAMBAHAN RESIN PELEMAS SILIKON AMZ-9

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

PEMANFAATAN DAUN JATI MUDA UNTUK PEWARNAAN KAIN KAPAS PADA SUHU KAMAR UTILIZATION OF TEAK LEAVES FOR DYEING ON COTTON FABRIC AT ROOM TEMPERATURE

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

3 Metodologi Penelitian

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

STABILISASI LIMBAH CAIR HASIL PENGOLAHAN GAMBIR DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA PADA KAIN SUTERA

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

UPN "VETERAN" JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

3 METODOLOGI PENELITIAN

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

Transkripsi:

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG THE USE OF DISPERSE DYES OF HIGH TEMPERATUR SYSTEM FOR POLYESTER YARN PALEMBANG SONGKET Luftinor Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail: luftinor@yahoo.co.id Diajukan: 12 April 2012; Disetujui: 8 Juni 2012 Abstrak Penelitian pewarnaan benang poliester dengan menggunakan zat warna dispersi sistem temperatur tinggi telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan proses pewarnaan benang poliester yang tepat dan benangnya dapat digunakan untuk pembuatan kain songket Palembang. Proses pewarnaan dilakukan dengan memvariasikan temperatur larutan zat warna dispersi masing-masing 110 o C, 120 o C, 130 o C dan 140 o C, waktu proses pewarnaan masing-masing 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Benang hasil pewarnaan dilakukan pengujian berupa ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan. Meningkatkan temperatur larutan zat warna dan waktu proses pewarnaan dapat meningkatkan ketuaan warna, sedangkan pencucian dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan cenderung tetap. Kondisi optimal diperoleh pada temperatur larutan zat warna 130 o C dan waktu proses pewarnaan 45 menit menghasilkan ketuaan warna (nilai K/S) 24,40, pencucian masing-masing bernilai 5 (sangat baik) untuk perubahan dan penodaan warna, ketahanan luntur warna terhadap gosokan bernilai 5 (sangat baik) untuk gosokan kering dan 4,5 (baik) untuk gosokan basah. Kata kunci : Kain songket, poliester, pewarnaan, suhu tinggi Abstract Research polyester yarn dyeing using disperse dyes temperature high systems have been carried out in order to get the exact coloration of polyester yarn and the yarn can be used for the manufacture of Palembang songket cloth. Coloring process is done by varying the temperature of a solution of disperse dyes respectively 110 o C, 120 o C, 130 o C and 140 o C, the coloring process each 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes and 60 minutes. Yarn dyeing results of testing the color of old age, color fastness to washing and color fastness to rubbing. Increase the temperature of dye solution and the aging process can improve the color staining, while the color fastness to washing and color fastness to rubbing tends to remain. Optimal condition is obtained at a temperature of 130 C dye solution and the staining process produces aging 45 minute color (the value of K/S) 24.40, color fastness to washing each worth 5 (very good) for color change and staining, resistance color fastness to rubbing is worth 5 (very good) for the dry rub and 4.5 (good) for wet rubbing. Keywords : Songket cloth, polyester, coloring, high temperature PENDAHULUAN Kain Songket Palembang sudah lama dikenal karena motifnya yang sangat menarik dan memiliki ciri-ciri khusus yang mencerminkan kebudayaan daerah Sumatera Selatan. Motif kedaerahan ini menarik bukan hanya dilihat dari segi keindahannya saja melainkan di dalamnya terkandung nilai- 30

Luftinor Penggunaan Zat Warna Dispersi nilai kebudayaan yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia. Kain songket Palembang dalam pembuatannya dikerjakan oleh para perajin dengan teknologi dan peralatan yang sangat sederhana mulai dari proses pewarnaan sampai dengan proses pertenunan. Kemampuan para perajin tidak perlu diragukan lagi karena mereka sudah cukup berpengalaman dan terampil, apa lagi menenun kain songket sudah merupakan pekerjaan yang turun temurun mulai dari zaman kerajaan Sriwijaya. Bahan baku benang yang digunakan dalam pembuatan kain Songket biasanya adalah benang kapas dan sutera, sedangkan bahan lain seperti poliester, rayon dan campurannya penggunaannya masih sangat terbatas. Hal tersebut terkait dengan proses pewarnaannya yang sedikit lebih sulit bila dibandingkan dengan proses pewarnaan benang kapas dan sutera (Yohannes, 2006) Penggunaan serat poliester atau campurannya dengan serat lain sebagai bahan sandang didunia saat ini sangat dominan, karena kain-kain yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat yang baik, seperti kekuatannya tinggi, tidak mudah kusut, dimensinya stabil, perawatan lebih mudah dan warnanya cerah (Taufik, 2006) Poliester dibentuk dari reaksi asam treftalat dengan etilena glikol menghasilkan poli etilena tereftalat dengan rantai molekul yang panjang (Suprijono, et al, 1974). nhooc HO - OC- COOH + nho(ch 2) 2OH asam treftalat etilena glikol - COO(CH 2) 2O - H + (2n-1)H 2O n Dacron Gambar 1. Reaksi Pembentukan Poliester Serat poliester mempunyai kristalinitas yang tinggi dan hidrofob sehingga sulit ditembus oleh molekul yang besar, oleh sebab itu serat poliester tidak bisa dicelup dengan zat warna anion atau kation yang umum digunakan pada pewarnaan tekstil (Zubaidi, et al, 2009). Zat warna dispersi merupakan salah satu zat yang dapat digunakan untuk pewarnaan bahan poliester, mempunyai gugus azo, antrakinon dan nitro anilin. Selain dari gugus tersebut juga mengandung gusus OH, NH 2 dan NHR yang merupakan asam atau basa lemah yang bekerja sebagai pelarut dalam air, struktur zat warna dispersi seperti dapat dilihat pada gambar 2. (Djufri, et al, 1976). Azo NO 2 O OH Antrakinon OH - N - -N C 2H 5 C 2H 4O - N - - SO 2NH O - Defenilamina Gambar 2. Struktur Zat Warna Dispersi Karakterstik zat warna dispersi adalah mempunyai berat molekul relatif rendah, titik leleh 150 o C dan kekristalan yang tinggi, apabila dilarutkan dengan zat pendispersi menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel antara 0,5 sampai dengan 2,0 mikron.(hartanto dan Watanabe, 2003) Zat warna dispersi pada dasarnya bersifat nonionik meskipun mengandung gugus NH 2, NHR dan OH. Mempunyai kelarutan yang rendah, derajat kejenuhan dalam serat tinggi antara 30-200 mg zat warna murni per gram serat. Teknologi pencelupan poliester dengan zat warna dispersi ada 3 macam, 31

yang pertama adalah pencelupan dengan menggunakan zat pengemban yang dapat berdifusi dan menggelembungkan serat sehingga zat warna mudah masuk kedalam serat. Kedua adalah pencelupan dengan termosol yang dilakukan dalam 4 tahap proses, yaitu pembenam perasan, pengeringan, fiksasi zat warna dengan pemanasan dan proses pembangkitan dan pencucian. Ketiga adalah proses pencelupan menggunakan temperatur tinggi diatas 100 o C yang diperoleh dengan memampatkan udara.(sunarto, 2008) Pada penelitian ini dicoba melakukan proses pewarnaan benang poliester menggunakan temperatur tinggi dengan tujuan untuk mendapatkan warna benang poliester yang sesuai dan dapat digunakan dalam pembuatan kain songket. BAHAN DAN METODE A. Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari benang poliester teksture 150 denier, zat warna dispersi Resolin Red FB, zat pendispersi dan asam asetat B. Peralatan Peralatan yang digunakan terdiri alat pencelupan poliester, termometer, neracaanalitis, spektrofotometri, laundrometer dan crockmeter C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium mempelajari pengaruh temperatur larutan zat warna dispersi (A) dan waktu proses pewarnaan (B) benang poliester terhadap ketuaan warna, pencucian, ketahanan luntur warna terhadap gosokan. Temperatur larutan zat warna dispersi terdiri dari 4 taraf perlakuan, yaitu 110 o C (A1), 120 o C (A2), 130 o C (A3) dan 140 o C (A4), sedangkan waktu proses pewarnaan 15 menit (B1), 30 menit (B2), 45 menit (B3) dan 60 menit (B4). Prosedur Percobaan 1. Bak pencelupan diisi dengan air sesuai dengan vlot yaitu 1 : 20 2. Kompor pemanas dinyalakan 3. Zat warna dispersi (2%) dibuat pasta dengan air dingin ditambah zat pendispersi 1 g/l, ditambah air hangat hingga terdispersi sempurna. 4. Kedalam bak pencelupan dimasukkan asam asetat hingga ph 4-5, pada temperatur 50-60 o C zat warna dimasukkan dan diaduk sempurna 5. Benang dipasang/dimasukkan kedalam bak pencelupan yang telah berisi larutan zat warna 6. Motor dihidupkan, proses pewarnaan berlangsung 7. Pencelupan pada temperatur 50-60 o C diteruskan selama 10 menit, kemudian bak pencelupan diberi tekanan sehingga temperatur larutan mencapai sesuai dengan perlakuan. 8. Proses pewarnaan diteruskan pada temperatur tersebut dengan waktu sesuai dengan yang ditetapkan 9. Setelah selesai benang yang telah diwarnai dibilas, dicuci reduksi dan dikeringkan Pengujian Benang poliester yang sudah diwarnai dilakukan pengujian berupa : Ketuaan Warna Ketuaan warna benang diperoleh dari persen reflektansi menggunakan alat spektrofotometri, kemudian dihitung harga K/S dengan persamaan Kubelka- Munk dengan R = Nilai reflektansi benang sesudah diwarnai Ro = Nilai reflektansi benang sebelum diwarnai K = Koefisien penyerapan S = Koefisien penyebaran 1. Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian Dilakukan berdasarkan SNI 0285-89-A, melihat perubahan warna dan penodaan contoh uji terrhadap kain putih yang disebabkan oleh pencucian. 32

Luftinor Penggunaan Zat Warna Dispersi Penilaian perubahan warna dilakukan dengan cara membandingkan contoh uji terhadap skala abu-abu (gray scale), sedangkan penodaan warna dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap skala penodaan (staining scale). Skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 1 (Murdoko, et al, 1973) 2. Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Dilakukan berdasarkan SNI 0288-89-A, melihat penodaan benang berwarna terhadap kain putih yang disebabkan oleh gosokan kering dan gosokan basah. Penilaian hasil uji dilakukan dengan membandingkan penodaan pada kain putih tersebut dengan skala penodaan (staining scale). Skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Nilai Ketahanan Luntur Warna Nilai 5 4-5 4 3-4 3 2-3 2 1-2 1 Evaluasi Sangat Baik Baik Baik Cukup baik Cukup Kurang Kurang Buruk Buruk HASIL DAN PEMBAHASAN Ketuaan Warna Hasil pengujian ketuaan warna benang poliester seperti dapat dilihat pada Gambar 3, menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur larutan zat warna dispersi dan semakin lama waktu proses pewarnaan akan meningkatkan nilai K/S yang berarti warna yang dihasilkan semakin tua. Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada temperatur larutan zat warna dispersi A1 (110 o C) dan lama proses pewarnaan B1 (15 menit) diperoleh ketuaan warna dengan nilai K/S 11,20, pada temperatur larutan zat warna A2 (120 o C) dan lama waktu proses pewarnaan B2 (30 menit) ketuaan warna meningkat dengan nilai K/S 18,40. Selanjutnya pada temperatur larutan A3 (130 o C) dan lama proses pewarnaan B3 (45 menit) ketuaan warna mencapai nilai K/S 24,40. Semakin tinggi temperatur larutan zat warna maka proses pewarnaan semakin cepat terlihat pada temperatur A3 (130 o C) dimana nilai ketuaan warna K/S 22,20 diperoleh dalam waktu proses pewarnaan 15 menit. Gambar 3. Histogram Ketuaan Warna Benang Poliester Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa temperatur larutan zat warna dispersi A1 (110 o C) dan waktu proses pewarnaan B1 (15 menit) diperoleh ketuaan warna dengan nilai K/S 11,20, pada temperatur larutan zat warna A2 (120 o C) dan waktu proses pewarnaan B2 (30 menit) ketuaan warna meningkat dengan nilai K/S 18,40. Selanjutnya pada temperatur larutan A3 (130 o C) dan lama proses pewarnaan B3 (45 menit) ketuaan warna mencapai nilai K/S 24,40. Semakin tinggi temperatur larutan zat warna maka proses pewarnaan semakin cepat, terlihat pada temperatur A3 (130 o C) dimana nilai ketuaan warna K/S 22,20 diperoleh dalam waktu proses pewarnaan 15 menit. Meningkatnya nilai ketuaan warna ada hubungannya dengan jumlah molekul zat warna yang mengadakan ikatan dengan serat, semakin tinggi temperatur larutan dalam proses pewarnaan dan semakin lama proses pewarnaan dilakukan, warna benang yang dihasilkan cenderung semakin tua yang berarti zat warna yang terserap dan mengadakan ikatan dengan serat 33

semakin banyak. Dapat dimengerti bahwa semakin tinggi temperatur larutan zat warna maka susunan molekulmolekul serat poliester semakin terbuka (menggelembung), sedangkan gerakan molekul-molekul zat warna dispersi semakin cepat sehingga dengan mudah terdorong masuk dan mengadakan ikatan dengan serat. Ikatan yang terjadi dapat menahan zat warna yang telah masuk ke dalam serat untuk tidak keluar lagi sehingga warna benang poliester yang dihasilkan akan lebih tua (Djufri, et al, 1976) Proses Pewarnaan pada temperatur larutan zat warna dispersi A3 (130 o C) dan lama waktu proses pewarnaan B3 (45 menit) menghasilkan ketuaan warna benang maksimum dengan nilai K/S 24,40. Meningkatkan temperatur larutan zat warna dan meningkatkan waktu proses pewarnaan selanjutnya seperti terlihat pada Gambar 1. ternyata tidak dapat meningkatkan ketuaan warna, nilai ketuaan warna cenderung tetap artinya jumlah molekul zat warna yang menempel pada permukaan benang telah mencapai titik jenuh atau penyerapan telah maksimum, dengan meningkatkan temperatur larutan zat warna dan waktu proses pewarnaan ternyata tidak terjadi lagi penyerapan zat warna B. Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian menunjukkan bahwa meningkatkan temperatur larutan zat warna dan menambah waktu proses pewarnaan benang poliester dengan zat warna dispersi nilainya cenderung tetap yaitu antara 4,5 (baik) dan 5 (sangat baik) seperti dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pewarnaan benang poliester dengan zat warna dispersi diperlukan temperatur yang tinggi di atas (100 oc), dalam proses pewarnaannya zat warna larut dalam serat. Disebabkan zat warna dispersi tidak larut dalam air, pada temperatur kamar dan temperatur rendah susunan serat poliester sangat rapat dan relatif tidak menyerap air maka zat warna akan terikat dengan kuat dalam serat. 34 Kondisi pencucian pada temperatur yang relatif rendah atau pada temperatur kamar tidak dapat melunturkan zat warna yang berada dalam serat. Gambar 4. Histogram ketahanan luntur warna terhadap pencucian /perubahan warna Hasil penelitian yang telah dilakukan dari semua perlakuan, nilai pencucian benang poliester baik untuk perubahan warna dan penodaan warna lebih tinggi dai persyaratan SNI, yaitu minimal 3 (BSN 1989). Gambar 5. Histogram Ketahanan Luntur Warna Terhadap pencucian /penodaan Warna C. Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Hasil Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap gosokan menunjukkan bahwa nilai ketahanan luntur warna terhadap gosokan kering lebih tinggi daripada gosokan basah seperti dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Pada Gambar 6 terlihat bahwa gosokan kering nilainya cenderung tetap

Luftinor Penggunaan Zat Warna Dispersi antara 4,5 (baik) dan 5 (sangat baik) sedangkan pada gosokan basah (Gambar 7) nilainya antara 4 (baik) dan 4,5 (baik). Hasil penelitian yang telah dilakukan dari semua perlakuan, nilai gosokan, baik gosokan kering maupun gosokan basah lebih tinggi dari persyaratan SNI, yaitu minimal 3 (BSN 1989) KESIMPULAN Gambar 6. Histogram Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Kering Tingginya nilai ketahanan luntur warna pada gosokan kering dibandingkan dengan gosokan basah kemungkinan disebabkan oleh proses penyabunan, dimana semua zat warna yang hanya menempel pada permukaan serat akan terlepas, sehingga pada waktu proses pengujian ketahanan gosok zat warna yang berada di dalam serat akan sulit terlepas. 1. Meningkatkan temperatur larutan zat warna dari 110 o C sampai 130 o C dan meningkatkan waktu proses pewarnaan dari 15 menit sampai dengan 45 menit dalam proses pewarnaan benang poliester dengan zat warna dispersi dapat meningkatkan ketuaan warna benang poliester, sedangkan ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan nilainya cenderung tetap. 2. Proses pewarnaan benang poliester dengan zat warna dispersi pada temperatur 130 o C dan waktu proses pewarnaan 45 menit merupakan kondisi terbaik dengan nilai ketuaan warna (K/S 24,40) ketahanan luntur warna terhadap pencucian nilai 5 (sangat baik) masing-masing untuk perubahan dan penodaan warna dan gosokan bernilai 5 (sangat baik) untuk gosokan kering dan 4,5 (baik) untuk gosokan basah. 3. Pewarnaan benang poliester dengan sistem temperatur tinggi menggunakan zat warna dispersi, benangnya dapat digunakan dalam pembuatan kain songket DAFTAR PUSTAKA Gambar 7. Histogram Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Basah Pada gosokan basah adanya air menyebabkan serat atau benang menggelembung dan gerakan mekanik gosokan dari kain yang mengandung air mengakibatkan sebagian zat warna yang terikat akan terlepas dan menempel pada kain penggosok. Badan Standardisasi Nasional (1989). SNI 0285-89-A. Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian. Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional. (1989). SNI 0287-89-A. Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan. Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. Djufri, R. Kasunarno dan Salihima. (1976). Teknologi Pengelantangan. 35

Pencelupan dan Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. Hartanto,NS. Dan Watanabe, S. 2003. Teknologi Tekstil. Jakarta. Paradnya Paranita. Subagiyo, PJ. (2008). Tekstil Tradisional. Bekasi. Studio Primastra Sulam, AL. (2008). Teknologi Pembuatan Benang dan Kain. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan. Jakarta. Departemen pendidikan Nasional Suprijono, Purwanti dan Widayat (1974). Serat-serat Tekstil. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. Taufik, A. (2006). Efek konsentrasi zat pengemban terhadap ketuaan warna pada pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi. Jurnal Teknoin. Volume 11 Yohannes, N. (2006). Bentuk Songket Palembang. Thesis. Institut Teknologi Bandung Zubaidi, Mukarto M dan Santoso S. (2009). Pembuatan Rompi Anti Peluru Menggunakan dasar Serat Poliester. Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 24 nomor 2. 36