BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian dan kecacatan yang tinggi sehingga pemerintah melakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan efisien. Penanggulangan penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antar daerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa / wabah (Permenkes RI No. 82, 2014). Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah di antaranya adalah program pegendalian penyakit diare yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas program dan sector terkait (Kemenkes RI, 2011). Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi tinja yang lembek atau mencair bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (3 kali atau lebih) dalam sehari. Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang faktor utama dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat (Kemenkes RI, 2011). 1
2 Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Evaluasi target pencapaian MDG s menyebutkan bahwa air dan sanitasi yang buruk berdampak pada meningkatnya jumlah kasus diare 423/1.000 orang. Kelanjutan dari MDG s ialah SDG s dengan 17 tujuan, salah satunya mendukung pengembangan vaksin dan obat penyakit menular. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riskesdas dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia ( Kemenkes RI, 2011). Diare merupakan penyakit potensial KLB yang disertai dengan kematian. Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 dengan kematian 7 orang (CFR 1,08% ) Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR 1,14%). Secara nasional angka kematian pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,14% sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1% (Balitbangkes, 2014). Penderita diare pada KLB diare menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. KLB diare pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan penderita terbanyak terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 294 kasus. Diare tertinggi terjadi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76% ( Balitbangkes, 2013).
3 Penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di 3 (tiga) kabupaten yang melebihi perkiraan kasus yaitu Padang Lawas 224 %, Labuhan Batu Selatan 204,31 % Samosir (118,33%), Penemuan dan penanganan kasus diare terendah Nias Utara 19,1%, Nias Barat 18,7% dan Karo 8,4% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2013). Upaya pemerintah dalam menurunkan diare yaitu melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, surveilans epidemologi dan penanggulangan kejadian luar biasa, mengembangkan pedoman pengendalian diare, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pengelolaan program, mengembangkan jejaring lintas sektoral, pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare (Kemenkes RI, 2011). Oralit dan zinc sangat dibutuhkan dalam pengelolaan diare pada balita. Oralit dibutuhkan sebagai rehidrasi yang penting saat anak banyak kehilangan cairan akibat diare dan kecukupan zinc di dalam tubuh balita akan membantu proses penyembuhan. Pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc terbukti efektif menurunkan tingginya angka kematian akibat diare sampai 40% (Balitbangkes, 2013). Proporsi tatalaksana diare sesuai standar mengalami fluktuasi, angka paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu 35.5% dan yang terendah pada tahun 2009 yaitu 9,1%. Belum tercapainya target tatalaksana diare sesuai standar ini mungkin disebabkan belum tersosialisasinya tatalaksana diare sesuai standar ke seluruh petugas di daerah, oralit belum seluruhnya diberikan pada penderita diare, penggunaan antibiotika masih berlebihan, di samping itu rotasi perpindahan
4 petugas di daerah sangat tinggi, pelatihan petugas dalam tatalaksana diare sangat kurang. Pengetahuan ibu sudah ada bahwa ASI harus tetap diberikan pada anak yang menderita diare meskipun belum keseluruhan para ibu (Kemenkes RI, 2011). Penderita diare di Kabupaten Deli Serdang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Cakupan diare yang ditemukan dan ditangani dikabupaten deli serdang tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013. Dilaporkan dari 42.470 target penemuan kasus diare pada tahun 2014, ditemukan 31.871 (75%) yang terkena diare (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2015). Penelitian Henrikus (2012) menyatakan bahwa cakupan distribusi logistik oralit yang tersedia untuk tiap penderita sebesar 33,33% dari target 100%, cakupan penyuluhan kelompok tentang PHBS dan diare sebesar 33,3% dari target 100%, cakupan pelatihan kader khusus penanganan diare 0% dari target 100% dan cakupan kegiatan pojok oralit/ upaya rehidrasi oral sebanyak 0% dari target 100% di Puskesmas Batu Jaya. Berdasarkan hasil penelitian oleh Harianto (2004) penyuluhan penggunaan oralit untuk menanggulangi diare masih diperlukan karena belum seluruhnya masyarakat mengetahui dengan benar faedah oralit untuk mengatasi dehidrasi. Penelitian Astika (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan program diare di puskesmas belum berjalan baik hal ini ditandai dengan kurangnya sarana kesehatan yang tersedia, tidak rutinnya penyuluhan diare di masyarakat, tidak maksimalnya penatalaksanaan diare yang standar di sarana kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare ( LINTAS Diare), pengawasan dan pembinaan dari dinas kesehatan kurang berjalan dengan baik dan partisipasi masyarakat
5 dalam mendukung pelaksanaan program diare masih rendah di Puskesmas Medan Deli. Puskesmas Pancur Batu merupakan salah satu puskemas di Sumatera Utara yang berada di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Puskesmas Pancur Batu memiliki wilayah kerja 22 desa dan desa yang paling banyak penderita diare di desa Tanjung Anom. Pada survei awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu penderita diare 1021 orang (2013), 1539 orang (2014) dan 1782 orang 2015, dari data diatas terdapat peningkatan tiap tahunnya. Berdasarkan wawancara peneliti dengan petugas puskesmas dapat diketahui bahwa puskesmas sudah menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan Deli Serdang dan pemerintah setempat untuk mengatasi kasus diare. Selain itu pihak Puskesmas Pancur Batu melakukan penyuluhan setiap bulan dengan rotasi pada 22 desa yang berarti didalam satu desa hanya dilakukan satu kali penyuluhan dalam dua tahun. Puskesmas mengumpulkan data laporan dari bidan desa. Petugas puskesmas melakukan pemberian oralit pada penderita diare berdasarkan laporan dari bidan desa dan yang datang ke puskesmas. Petugas puskesmas belum rutin turun ke lapangan untuk melakukan pengamatan peningkatan jumlah penderita, pengamatan hanya dilakukan ketika penyuluhan. Berdasarkan data diatas maka penulis ingin melakukan penelitian untuk menganalisis pelaksanaan program penatalaksanaan diare di Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016.
6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan program penatalaksanaan diare di Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program diare Pancur batu Kecamatan Pancur Batu tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Deli Serdang mengenai pelaksanaan program diare, sehingga dapat meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program diare. b. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Pancur Batu mengenai pelaksanaan program diare. c. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan program diare dan sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan