BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama tiga dekade terakhir. Sifat plastik yang ringan, transparan, mudah diwarnai, tahan terhadap korosi dan mudah dibentuk merupakan alasan utama penggunaannya yang populer. Diantara pemanfaatan plastik adalah untuk memproduksi wadah makanan dan minuman, peralatan dapur dan rumah tangga, komponen listrik, serta mainan anak-anak. Karena plastik mempunyai banyak keuntungan maka kebutuhan akan plastik terus meningkat. Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya sampah plastik yang akan dihasilkan. Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula limbah yang dihasilkan. Limbah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Apabila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. 1
Permasalahan limbah plastik di Indonesia telah memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan lebih dari 100 miliar kantong plastik digunakan oleh masyarakat tiap tahunnya dan kebanyakan limbah plastik tersebut tidak dikelola atau diolah secara benar. Limbah plastik sangat sulit sekali terurai secara sempurna oleh tanah karena prosesnya membutuhkan waktu yang lama. Partikel hasil uraian plastik juga beresiko mencemari lingkungan. Pencemaran lingkungan akibat limbah plastik akhirnya menjadi sebuah konsekuensi yang harus ditanggapi serius terutama oleh masyarakat sebagai pihak yang sangat berperan dalam permasalahan ini (Purwaningrum, 2016). Plastik merupakan benda anorganik dan non-biodegradable yang terbuat dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan. Bahan-bahan kimia inilah yang membuat limbah plastik berbahaya bagi kelestarian lingkungan. Limbah plastik mengandung Polychlorinated Biphenyl atau PCB sehingga membuat limbah plastik sulit terurai. Selain itu jika limbah plastik termakan oleh hewan dan tanaman maka hewan dan tanaman tersebut beracun sehingga berbahaya bagi keberlangsungan rantai makanan. Limbah plastik yang terurai di dalam tanah akan menghasilkan partikel-partikel yang bisa mencemari air dan tanah. Tanah menjadi tidak subur karena banyak hewan pengurai, misal cacing tanah yang terbunuh akibat partikel-partikel tersebut, air di dalam tanah tidak bisa mengalir lancar, dan menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah. Limbah plastik juga berperan dalam pemanasan global sehingga terjadi perubahan iklim yang ekstrem. Sejak dari proses produksi plastik sampai dengan pembuangan, plastik telah menghabiskan banyak energi dan mengemisi gas rumah kaca ke astmosfer 2
dan penipisan lapisan ozon. Limbah plastik yang dibuang sembarangan, misalnya di sungai akan membuat banjir karena sungai dangkal akibat tumpukan limbah plastik. Jika limbah plastik dibakar juga akan menghasilkan gas karbondioksida sehingga mengakibatkan polusi pada udara dan pemanasan global (Pusdiklatmigas, 2015). Limbah plastik yang ada pada saat ini pada umumnya hanya dibuang (landfill), dibakar atau didaur ulang (recycle). Proses tersebut belum menyelesaikan semua permasalahan limbah plastik, karena proses landfill belum dapat menguraikan limbah plastik. Apabila dibakar pada suhu rendah, limbah plastik menghasilkan senyawa yang berbahaya yang bersifat karsinogen seperti poly chloro dibenzodioxin dan poly chloro dibenzofurans. Untuk menghilangkan sifat karsinogen akibat pembakaran, limbah plastik tersebut dibakar pada suhu tinggi hingga 1000 o C sehingga tidak ekonomis. Daur ulang limbah plastik merupakan satu-satunya cara yang dapat mengurangi jumlah limbah plastik yang ada. Namun kenyataannya hanya sedikit dari limbah plastik yang dapat didaur ulang dan bahan hasil daur ulang mempunyai kualitas rendah sehingga metode daur ulang dipandang tidak efisien untuk memecahkan masalah limbah plastik. Untuk itu dicari cara lain untuk mengatasi masalah limbah plastik agar dapat dijadikan suatu produk yang lebih berguna dan bermanfaat bagi masyarakat (Ermawati, 2011). Disamping itu peningkatan konsumsi energi dan peningkatan timbunan sampah merupakan dua permasalahan besar yang muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Di Indonesia, konsumsi energi 3
di berbagai sektor seperti transportasi, industri dan energi listrik untuk rumah tangga tercatat terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 5,2%, sebaliknya cadangan energi nasional yang semakin menipis menimbulkan kekhawatiran akan krisis energi di masa mendatang jika tidak ditemukan sumber-sumber energi yang baru. Bahan bakar cair yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia dikenal dengan nama Bahan Bakar Minyak (BBM). BBM terdiri dari tujuh jenis yaitu avtur gasoline (avgas), avtur, mogas (motor gasoline), minyak tanah (mitan), minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar. Konsumsi BBM dibandingkan konsumsi Non-BBM dan LPG memang jauh lebih tinggi. BBM sudah menjadi sumber energi utama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga seluruh dunia. Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar tersebut, saat ini BBM disuplai dari sumber minyak bumi dan sebagian kecil oleh energi terbarukan. Sebaliknya ketersediaan minyak bumi yang merupakan sumber daya fosil secara terus menerus mengalami penurunan dan tidak ditemukan cadangan minyak baru di Indonesia. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis energi diantaranya adalah dengan mengembangkan bahan bakar alternatif, yang berasal dari sumber daya energi terbarukan, batubara, hidrogen, nuklir dan lain-lain. Namun, penelitian dan pengembangan energi baru yang selama ini dilakukan hanya berfokus pada pengembangan sumber dari bahan nabati, tambang dan nuklir. Padahal masih terdapat banyak sumber lain yang berpotensi cukup besar sebagai sumber energi baru. Salah satunya adalah limbah atau sampah (Nugraha, 2013). 4
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengurangi jumlah sampah plastik dan menanggulangi kebutuhan minyak bumi adalah pirolisis. Dengan menggunakan konsep pirolisis, sampah plastik dipanaskan pada suhu sekitar 500 o C sehingga berubah fase menjadi gas, kemudian akan terjadi proses perengkahan (cracking). Selanjutnya gas tersebut dikondensasikan sehingga menjadi fase cair. Hasil kondensasi inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar cair. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kinetika reaksi kimia pirolisis polipropilen. Dengan mengetahui kinetika reaksi kimia proses pirolisis dari limbah plastik polipropilen dengan variasi jenis katalis ini diharapkan dapat dirancang unit operasi yang lebih besar, dan produk yang dihasilkan dapat membantu memenuhi kebutuhan sumber energi alternatif. 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa peneliti yang melakukan penelitian pirolisis menggunakan bahan baku polipropilen adalah Sa diyah (2015), Proses pirolisis dilakukan menggunakan reaktor semi batch stainless steel unstirred berkapasitas 3,5 L; beroperasi pada tekanan 1 atm dan dialiri nitrogen. Sampel limbah plastik yang digunakan adalah plastik jenis polipropilen (PP) sebanyak 50 gram. Pada proses pirolisis ditambahkan katalis zeolit alam ditabung katalis sesuai variable yaitu 2,5 gram (5% berat), 5 gram (10% berat) atau 10 gram (20%berat) yang diletakan diatas bahan baku. Suhu yang digunakan untuk pirolisis adalah 450 C dengan waktu 30 menit. Uap hasil pirolisis dikondensasi, kemudian produk liquidnya dianalisa dengan gas chromatography mass spectrometry (GC-MS). Dari 5
analisa GC-MS, produk liquid pirolisis banyak mengandung senyawa hidrokarbon aromatis. Penggunaan jumlah katalis yang menghasilkan senyawa hidrokarbon mendekati mutu bensin paling optimum adalah 10 gram (20%) dengan komposisi kurang dari atau sama dengan C 9 adalah 29,16% n-paraffin;, 9,22% cycloparaffin dan 61,64% aromatis. Peneliti lain yang menggunakan bahan baku polipropilen adalah Wahyudi (2016), proses pirolisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh variasi suhu dan rasio katalis/plastik. Sebanyak 100 gram plastik jenis polipropilen direngkah di dalam reaktor batch pada suhu 350 o C, 400 o C, dan 450 o C selama 60 menit dengan variasi rasio katalis/plastik 0,5; 1; 1,5 (% berat). Yield (%) tertinggi adalah 76,09% yang diperoleh pada variasi suhu 450 o C dan rasio katalis/plastik 1,5%. Nilai kalor produk adalah 45,56 MJ/kg. Hasil analisis GC-MS menunjukkan % area produk mengandung bahan bakar seperti bensin (60,46%), kerosin dan solar (7,48%). Fahjri Nugraha (2013) melakukan percobaan pirolisis plastik Polipropilen dengan Proses Reforming menggunakan katalis NiO/ γ-al 2 O 3. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa diketahui bahwa % yield aromatis terbesar pada proses reforming minyak hasil pirolisis plastik polipropilen dihasilkan dengan kondisi operasi 14 % loading Ni pada katalis, temperatur reforming 500 o C serta laju reaktan sebesar 217 ml/jam. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, hasil terbaik didapat pada variabel flow laju terendah dan variabel suhu tertinggi. Kondisi operasi efektif dalam pembuatan fuel pada proses 6
reforming diperoleh saat loading Ni pada katalis NiO/γ-Al2O3 14 %, temperatur reforming 400 o C serta laju reaktan 500 ml/jam. Tabel 1.1 Ringkasan pembahasan jurnal No 1 Jenis katalis Zeolit Alam Wonosari Bentuk Katalis Serbuk 2 Zeolit X serbuk 3 4 katalis NiO/ γ-al 2 O 3 Y Zeolite (CBV 780 CY, Zeolite International, Zeolite alam dari Klaten Serbuk Serbuk Reaktor Referensi Hasil semi batch stainless steel unstirred Reaktor batch Katalitik reforming Reaktor Batch Khalimatu s Sa diyah (2005) Ekky Wahyudi dkk (2016) Mahendra Fajri dkk (2003) Mochama d Syamsiro dkk (2014) a. Semakin besar katalis, yield liquid cenderung meningkat b. Jumlah katalis pada proses pirolisis yang optimum adalah 20% (berat katalis/berat sample) c. Komposisi minyak hasil pirolisis mendekati fraksi bensin Yield (%) tertinggi adalah 76,09% yang diperoleh pada variasi suhu 450 o C dan rasio katalis/plastik 1,5% Kondisi operasi efektif dalam pembuatan fuel pada proses reforming diperoleh saat loading Ni pada katalis NiO/γ- Al2O3 14 %, temperatur reforming 400 o C serta laju reaktan 500 ml/jam a. Pirolisis thermal menghasilkan fraksi cair tertinggi, keberadaan katalis menurunkan fraksi cair dan meningkatkan fraksi 7
No Jenis katalis Bentuk Katalis Reaktor Referensi Hasil gas. b. Pirolisis dengan katalis zeolite alam menghasilkan fraksi cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis zeolite Y Walaupun penelitian terkait pirolisis polipropilen dengan katalis zeolite alam sudah pernah dilakukan, namun penggunaan katalis zeolit dengan mencampurkan bentonit kedalamnya belum pernah dilakukan. Dengan memanfaatkan katalis ini, diharapkan limbah plastik, khususnya polipropilen mempunyai nilai tambah yang signifikan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh komposisi penambahan bentonit (10%, 30%, 50%) kedalam katalis zeolit terhadap plastik polipropilen untuk menghasilkan produk minyak yang setara dengan kualitas bahan bakar minyak. 2. Mencari model kinetika reaksi yang sesuai pada pirolisis dari limbah plastik polipropilen. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini, antara lain : 1. Manfaat penelitian bagi pembangunan. Penelitian ini diarahkan untuk mempelajari penggunaan limbah plastik sebagai bahan baku proses pirolisis sehingga diharapkan mampu untuk 8
memberikan solusi terhadap pencemaran lingkungan karena limbah plastik ini. 2. Manfaat penelitian bagi pengembangan IPTEK. Penguasaan teknologi pirolisis berkatalis akan memperkuat pengetahuaan bangsa Indonesia di era globalisasi ini. Ini akan meningkatkan kualitas sumber daya bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan dengan dunia luar. 9