Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak pembukaan lahan perkebunan, kehutanan, dan pert

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak 3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan p

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawn dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak setelah tahun 2004 sudah mencapai luasan

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU

KONSEP PEDOMAN SISTEM INTEG RASI SAPI DI PERKEBU NAN KELAPA SAWIT

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pakan hijauan ternak ruminansia. Pada pabrik pe

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

DESAIN PEMBANGUNAN KEBUN DENGAN SISTEM USAHA TERPADU TERNAK SAPI BALESIA

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI SEKITAR PABRIK KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak Permintaan daging dari tahun ke tahun menunjukk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak dengan pendekatan Zonasi Agroekologi (ZAE) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAPI Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses,

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak C O

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Volume 29, Nomor 4 Agustus Desember 2014

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi CV. Anugrah Farm

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Transkripsi:

EVALUASI SISTEM INTEGRASI SAPI - SAWIT DI KABUPATEN PASER LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur ii. Pangeran.M. Noor PO BOX 1237, Sempaja - Samarinda ABSTRAK Teknologi pakan yang berasal dari limbah kelapa sawit belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga laju peningkatan populasi ternak, khususnya sapi potong, masih dapat dipacu. Sistem integrasi sapi - kelapa sawit (SISKA) sudah cukup lama dilaksanakan oleh petani yang memiliki perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser, yaitu dengan menggembalakan sapi di areal perkebunan sawit. Selanjutnya pengembangan sistem ini mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah pada tahun 2000, yaitu dengan mengalokasikan anggaran untuk membuat areal penggembalaan ternak di bawah pohon kelapa sawit yang dilengkapi dengan pagar pembatas yang dialiri listrik. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, petani telah memanfaatkan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit yang berupa lumpur sawit dan bungkil inti sawit sebagai sumber bahan baku pakan sapi. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada serta kemungkinan adanya alternatif dalam penyelesaian permasalahan sistem integrasi sa,pi-kelapa sawit sehingga melalui sistem ini dapat meningkatkan produktivitas sapi potong di Kalimantan Timur. Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Paser yang merupakan salah satu kabupaten sentra pengembangan sapi potong dan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Evaluasi Sumatif yaitu evaluasi yang menekankan pada efektivitas pencapaian program. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara statistik deskriptif, dan dilanjutkan dengan pengukuran korelasi antara berjenis jenis gejala. Hasil-hasil kegiatan sebagai berikut: 1. Tingkat adopsi pemanfaatan limbah kelapa sawit pada sapi Brahman cross dengan sistem pemeliharaan intensif relatif lambat, 2. Lumpur sawit sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinuitasnya terjamin, 3. Potensi pelepah dan daun kelapa sawit di Kabupaten Paser dapat menampung 10.493,25 ST., 4. Masalah utama introduksi lumpur sawit ke petemak adalah lokasi pabrik penghasil lumpur sawit jaraknya relatif jauh dari tempat tinggal, serta 5. Masalah utama introduksi teknologi pemeliharaan ternak sapi potong di areal perkebunan sawit adalah penambahan waktu untuk menjaga ternak. Kata kunci : Evaluasi, integrasi sapi-sawit, Kabupaten Paser PENDAHULUAN Seperti diketahui bahwa sistem pemeliharaan sapi potong di petani masih kurang optimal, disebabkan : (1) saat ini petani memberikan pakan yang belum berkualitas sesuai kebutuhan ternak. Petani hanya mengandalkan sumber pakan lokal dan baru sebagian kecil yang menggunakan hijauan pakan unggul, karena belum tersedianya sumber pakan ternak yang bisa diolah menjadi pakan komplit yang berkualitas ; (2) petaniternak belum memiliki pengetahuan/ kemampuan untuk memanfaatkan sumber bahan pakan di lokasi pabrik pengolahan sawit menjadi suatu produk pakan yang berkualitas untuk sapi potong ; (3) ternak sapi potong masih dipelihara secara individu petani, tidak dalam bentuk kelompok. Untuk mendukung peningkatan produksi sapi potong dan usaha pencapaian program swasembada daging sapi, diperlukan perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi secara tepat, terutama penyediaan dan pemberian pakan dalam jumlah yang cukup serta berkualitas secara berkelanjutan. Untuk periode tahun 2001-2005 pemerintah daerah juga telah mencanangkan pembangunan pertanian sebagai bagian dari Program Pembangunan Daerah (PROPEDA), yang salah satunya adalah pembangunan pada sub sektor perkebunan kelapa sawit melalui ekstensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, serta pabrik pengolahan yang mengolah kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah/kasar (crude palm oil/cpo). Hasil samping pabrik pengolahan yang berupa lumpur sawit saat ini cukup berlimpah dan 98

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari lingkungan di sekitar perkebunan. Pemerintah provinsi dalam rangka pengembangan sejuta hektar kelapa sawit telah menetapkan Kota Samarinda, Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Timur, Berau, Bulungan dan Nunukan sebagai wilayah yang berpotensi. Wilayah ini memiliki karakteristik wilayah yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit, seperti dataran perbukitan dengan lereng dominan 15-40%, ketinggian ±700 m dpl, dan jenis tanah didominasi oleh jenis dystropepts, hapludults dan hapludox. Teknologi pakan yang berasal dari limbah kelapa sawit belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga laju peningkatan populasi ternak, khususnya sapi potong, masih dapat dipacu. Oleh karena itu pendekatan yang perlu ditempuh adalah melakukan integrasi pemanfaatan limbah perkebunan, misalnya diversifikasi usaha perkebunan dengan peternakan, khususnya sapi potong. Pemanfaatan pakan alternatif yang dapat menjadi pakan hijauan andalan di masa datang perlu ditingkatkan dengan mengoptimalkan limbah perkebunan yang ada. Salah satu perkebunan yang ada di Kalimantan Timur yang keberadaannya cukup luas dan sudah ada pabrik pengolahan hasilnya tetapi belum dimanfaatkan secara optimal adalah perkebunan kelapa sawit. Sistem integrasi sapi - kelapa sawit (SISKA) sudah cukup lama dilaksanakan oleh petani peternak yang memiliki perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser, yaitu dengan menggembalakan sapi di areal perkebunan sawit. Selanjutnya pengembangan sistem ini mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah pada tahun 2000, yaitu dengan mengalokasikan anggaran untuk membuat areal penggembalaan ternak dibawah pohon kelapa sawit yang dilengkapi dengan pagar pembatas yang dialiri listrik, dimana sumber hijauan pakan yang diperoleh sapi berasal dari hijauan dan daun kelapa sawit yang ada di sekitar perkebunan kelapa sawit, sedangkan limbah sapi dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara untuk tanaman kelapa sawit. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, petani peternak juga telah memanfaatkan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit yang berupa lumpur sawit (solid decanter) dan bungkil inti sawit sebagai sumber bahan baku pakan sapi. Agar kinerja pengembangan pola integrasi sapi-sawit makin baik, pemerintah perlu mengadakan evaluasi kondisi kegiatan sistem integrasi sapi-kelapa sawit untuk mengetahui perkembangan terakhir dari kegiatan sistem integrasi sapi-kelapa sawit di tingkat petani peternak, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani peternak dalam melaksanakan integrasi sapi-kelapa sawit, menganalisis kebijakan dinas terkait yang berkaitan dengan sistem integrasi sapi-kelapa sawit dan menganalisis dampak penerapan integrasi sapikelapa sawit terhadap pendapatan petani peternak. Maksud dari evaluasi adalah untuk mengetahui perkembangan terakhir dari kegiatan sistem integrasi sapi - kelapa sawit (SISKA) di Kabupaten Paser yang merupakan sentra perkebunan kelapa sawit pertama di Kalimantaa Timur. Tujuan dari evaluasi adalah untuk dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada serta kemungkinan adanya alternatif dalam penyelesaian permasalahan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) sehingga melalui sistem ini dapat meningkatkan produktivitas sapi potong di Kalimantan Timur. Sasaran Sejalan dengan maksud dan tujuan dari evaluasi sistem integrasi sapi-kelapa sawit, maka secara spesifik sasaran (output) yang ingin dicapai adalah : 1. Teridentifikasinya perkembangan terakhir dari kegiatan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) di tingkat petani ternak. 2. Teridentifikasinya hambatan-hambatan maupun pendorong dalam melaksanakan sistem integrasi sapi-kelapa sawit 3. Teridentifikasinya dampak penerapan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) terhadap pendapatan petani ternak. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Paser yang merupakan salah satu kabupaten 9 9

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan lndustri Olahannya sebagai Pakan Ternak sentra pengembangan sapi potong dan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Jenis dan sumber data Jenis data yang digunakan ada dua macam, yaitu : data primer dan sekunder. Analisis data Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang menekankan pada efektivitas pencapaian program (SUGIYONO, 2003). Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara statistik deskriptif, dan dilanjutkan dengan pengukuran korelasi antara peubah yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan kegiatan integrasi sapikelapa sawit 1. Sistem integrasi dengan pemberian limbah solid sawit Pengkajian integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) dengan cara pemberian limbah produksi (pelepah sawit) dan limbah pengolahan (solid) dilaksanakan oleh BPTP Kalimantan Timur bekerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Paser dan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan dilakukan di 2 (dua) kelompok tani di Kabupaten Paser yang memiliki sapi Brahman cross (BC) dengan sistem pemeliharaan intensif pada kandang kelompok, yaitu Kelompok Ternak Sinar Harapan di Desa Suliliran Baru, Kecamatan Paser Belengkong pada tahun 2005 dan Kelompok Ternak Sri Rejeki di Desa Rangan Barat 11, Kecamatan Kuaro pada tahun 2006. Dalam rentang waktu setahun setelah pengkajian uji coba pakan alternatif dari limbah produksi dan pengolahan kelapa sawit yang dilaksanakan pada Kelompok Ternak Sinar Harapan di Desa Suliliran Baru, diperoleh informasi mengenai tingkat adopsi teknologi. Dari 12 orang anggota Kelompok Ternak Sinar Harapan : 6 orang telah mengadopsi teknologi, 4 orang berminat, namun terkendala pada modal, 2 orang tidak berminat (lebih memilih menggunakan ampas tahu yang biayanya relatif lebih murah). Berdasarkan pengamatan peternak pemberian solid sawit pada ternak sapi menghemat tenaga kerja, pertumbuhan ternak lebih baik, biaya pemeliharaan ternak lebih efisien, dan kotoran kurang bau. Pengkajian sistem usahatani sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) yang di laksanakan pada tahun 2006 di Kelompok Ternak Sri Rejeki yang berlokasi di Desa Rangan Barat II, Kecamatan Kuaro, dilakukan pada seorang peternak yang memiliki ternak sapi BC sebanyak 12 ekor. Dalam rentang waktu pengkajian sedang berlangsung, dari 6 orang anggota kelompok ternak, 4 orang telah ikut mengadopsi teknologi ini dan 2 orang tidak berminat dengan alasan jika dibiasakan mengkonsumsi solid sawit, nantinya akan menjadi kebiasaan, sedangkan peternak terkendala pada modal. Limbah ternak yang dihasilkan sebagian telah dimanfaatkan sebagai pupuk organik melalui proses pengolahan menggunakan probiotik untuk tanaman kelapa sawit dan tanaman lainnya dan sebagian mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi (biogas). 2. Sistem pemeliharaan sapi di area! perkebunan kelapa sawit Dilakukan penelusuran informasi untuk mengetahui lokasi yang menerapkan kegiatan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) di Kabupaten Paser. Berdasarkan informasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Paser, pada tahun 2000 telah dilaksanakan program sistem pemeliharaan sapi di areal perkebunan kelapa sawit pada Kelompok Ternak Rejeki Baru di Desa Rangan Barat 11, Kecamatan Kuaro dan Kelompok Ternak Sumber Rejeki Di Desa Suatang Bulu, Kecamatan Paser Belengkong. Pada Kelompok Ternak Rejeki Baru, sistem pemeliharaan ternak sapi di areal perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan cara pembuatan demplot di areal perkebunan kelapa sawit. Luas demplot 8 hektar untuk 50 ekor sapi Bali dengan 25 orang anggota kelompok. Demplot ini berpindah-pindah pada areal perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 700 Ha, dengan sistem kandang kelompok yang berada di areal perkebunan, dan setiap hari diawasi oleh 2 1 0 0

Seminar Opiimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak (dua) orang anggota kelompok secara bergilir yang bertugas menjaga sapi. Program ini hanya berjalan dalam jangka waktu setahun, petani peternak tidak lagi mengkandangkan ternaknya pada kandang kelompok di areal perkebunan tetapi mengkandangkan pada kandang individu dekat dengan rumahnya dengan pola pemeliharaan semi intensif. Pada slang hari sapi dilepas secara bebas di areal perkebunan kelapa sawit. Sebagai pakan sapi adalah gulma yang tumbuh di areal perkebunan kelapa sawit, pelepah dan daun kelapa sawit serta buah kelapa sawit yang rontok pada saat pemanenan. Pada malam hari sapi dikandangkan, sedangkan kotoran sapi digunakan untuk memupuk tanaman kelapa sawit (rata-rata kepemilikan perkebunan kelapa sawit 2 hektar/peternak). Dengan sistem ini, peternak masih harus mengarit rumput selama rata-rata 2-3 jam per hari guna pemberian pakan pada sore hari di kandang. Sistem ini masih berlangsung hingga saat ini. Perkembangan rata-rata kepemilikan sapi sejak tahun 2001 hingga sekarang, dari rata-rata kepemilikan 2 ekor/peternak menjadi 4-6 ekor/peternak. Pada saat ini, sapi milik peternak di Desa Rangan Barat II yang digembalakan di areal perkebunan kelapa sawit ini sekitar 500 ekor. Di Desa Suatang Bulu, pola pemeliharaan sapi di areal perkebunan kelapa sawit dimulai tahun 2000. Adanya program sistem pemeliharaan sapi di areal perkebunan dengan pembuatan demplot yang dipagari dengan kawat yang dialiri listrik, dengan jumlah sapi Bali 65 ekor, tidak berkembang. Namun petani tetap melepas ternaknya di areal perkebunan kelapa sawit hingga saat sekarang ini. Perkembangan populasi ternak dari 65 ekor berkembang saat ini menjadi 400 ekor. Pola pemeliharaannya adalah ekstensif, yaitu sapi dilepas secara bebas di areal perkebunan kelapa sawit seluas 3.000 hektar yang terdiri dari perkebunan milik PTPN XIII seluas 1.000 hektar dan milik masyarakat seluas 2.000 hektar. Sumber pakan sapi adalah gulma di areal perkebunan, buah kelapa sawit yang rontok pada saat panen, daun dan pelepah sawit. Peternak setiap hari ke areal perkebunan kelapa sawit guna mengontrol ternak sapinya. Perkawinan dilakukan secara alami dengan menggunakan pejantan yang ada di perkebunan kelapa sawit, dengan rata-rata calving interval I tahun. Kelompok ternak yang melepaskan ternaknya di areal perkebunan kelapa sawit ini adalah Kelompok Sumber Rejeki, Beringin Jaya dan Ampar Jaya. Di Desa Suatang Bulu telah ada seorang peternak yang menggunakan tenaga ternak sapi sebagai tenaga pengumpul hasil panen dengan menggunakan gerobak. Prospek dan kendala pengembangan integrasi sapi-kelapa sawit 1. Pemanfaatan solid sawit sebagai pakan ternak a. Potensi limbah solid sawit di Kabupaten Paser Perluasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser ditargetkan mencapai luasan area 25.000 hektar dalam kurun waktu selama 15 tahun' yaitu dalam periode 2003-2018 (MAKSUM, et al., 2006). Menurut data Dinas Perkebunan Kabupaten Paser, tahun 2005 luas areal perkebunan sawit seluas 64.468,68 hektar, dengan rincian persentase tanaman belum menghasilkan 27%, menghasilkan 71% dan tanaman tua/rusak 2% dari total luas keseluruhan. Pabrik pengolahan kelapa sawit, milik PTPN XIII berlokasi di 3 (tiga) tempat, yaitu Desa Semuntai, Desa Long Pinang dan Desa Long Kali dengan kapasitas total 150 ton TBS/jam. Berdasarkan data diatas dilakukan analisis produksi solid sawit sebagai berikut : apabila tiap pabrik berproduksi selama 8 jam/hari, maka setiap hari akan diperoleh 36 ton solid sawit. Jika seekor sapi dapat mengkonsumsi solid sawit 40 kg/hari (jumlah yang biasa diberikan peternak pada sapi dengan rata-rata bobot badan 250 kg), maka produksi limbah tersebut akan dapat mencukupi kebutuhan pakan bagi 900 ekor sapi/hari. Dengan demikian keberadaan perkebunan kelapa sawit sangat mendukung pengembangan peternakan di Kabupaten Paser. Hingga saat ini solid sawit masih dapat diambil secara cuma-cuma di pabrik pengolahan kelapa sawit. Sejauh ini solid sawit masih belum dimanfaatkan oleh pabrik, tetapi hanya dibuang begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan. Pihak pabrik memerlukan dana yang relatif besar untuk membuang limbah tersebut, yaitu dengan membuatkan lubang besar. Tentunya akan sangat menguntungkan 1 0 1

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawil dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak bagi pihak pabrik apabila solid dapat dimanfaatkan secara luas, antara lain sebagai pakan ternak. Tabel 1. Perkiraan komposisi limbah yang dihasilkan pada pengolahan minyak sawit (CPO) PTPN XIII di Kabupaten Paser. Deskripsi Kisaran produksi (%) (ton/hari) Tandan buah segar 100,00 1.200 Crude palm oil 23,00 276 Limbah cair 8,50 102 Limbah padat: Tandan buah kosong 16,00 192 Serat perasan buah 26,00 312 Bungkil inti sawit 4,00 48 Cangkang 6,00 72 Solid sawit 3,00 36 Limbah lain 13,50 162 Sumber: Data sekunder diolah (2006) Kelemahan solid sawit sebagai pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena solid masih mengandung 1,50% CPO sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan ditempat terbuka serta mudah ditumbui kapang yang berwarna keputihan. Namun hasil pemeriksaan di laboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen. Solid sawit dapat tahan lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya ditutupi terpal dengan meminimumkan jumlah oksigen yang masuk. Cara lain mengawetkan solid adalah dengan dibuat pakan blok (dikeringkan). Dengan cara ini, selain daya simpan solid lebih lama, juga kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain yang ditambahkan. Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk ternak ruminansia besar maupun kecil. Tabel 2. Komposisi gizi solid sawit Uraian Kandungan (%) Bahan kering 81,560 Protein kasar 12,630 Lemak kasar 9,980 Kalsium 7,120 Fosfor 0,003 Energi (kal/100 gr) 154,000 Sumber : BPTP KALIMANTAN TIMUR (2006) Solid sawit sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinyuitas terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat diminta dengan cuma-cuma (biaya transportasi), dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, solid sawit memungkinkan untuk menjadi titik tolak agroindustri pakan di Kabupaten Paser. b. Identifikasi kendala pemanfaatan solid sawit di petani Berdasarkan informasi di lapang, alasan utama peternak memanfaatkan solid sawit adalah karena solid sawit mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak. Namun yang menjadi masalah utama introduksi solid ke peternak dan alasan peternak tidak memanfaatkan solid adalah lokasi pabrik penghasil solid yang jaraknya relatif jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini juga yang menjadi kendala bagi Dinas Peternakan dan Perkebunan ketika mengintroduksikan penggunaan solid sawit ke peternak. Kendala utama introduksi solid sawit di tingkat peternak adalah lokasi pabrik penghasil solid sawit yang relatif jauh (jarak pabrik penghasil dengan lokasi kandang Kelompok Sinar Harapan di Desa Suliliran Baru kira-kira 100 km dan jarak dengan lokasi kandang Kelompok Sri Rejeki di Desa Rangan Barat 11 kira-kira 50 km). Kendala lainnya adalah introduksi solid sawit menambah biaya tunai untuk pemeliharaan, sapi perlu adaptasi untuk makan solid sawit (harus dilatih terlebih dahulu kurang lebih tiga hari) dan kurangnya informasi mengenai kegunaan solid sawit di tingkat peternak. Alasan utama peternak tidak memanfaatkan solid sawit adalah lokasi pabrik penghasil solid sawit yang jauh, dan masalah lainnya adalah harus mengambil solid sawit ke pabrik, tidak tertarik memanfaatkan solid sawit, ragu-ragu bahwa solid sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bau solid sawit mengganggu lingkungan. Berdasarkan kendala diatas, maka lokasi pabrik merupakan kendala utama introduksi solid sawit di tingkat petani, sehingga perlu dipertimbangkan pengembangan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA) dengan memanfaatkan solid sawit dikembangkan pada lokasi di dekat pabrik pengolahan. 1 0 2

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak Tabel 3. Prioritas masalah introduksi solid sawit serta alasan peternak memanfaatkan atau tidak memanfaatkan solid sebagai pakan temak di Kabupaten Paser Masalah Rangking Introduksi solid ke peternak : Sulit memperoleh solid karena lokasi pabrik jauh 1 Sapi perlu adaptasi untuk makan solid (harus dilatih terlebih dahulu) 3 Menambah biaya pemeliharaan (transportasi) 2 Kurangnya informasi mengenai kegunaan solid 4 Alasan peternak tidak memanfaatkan solid : Harus mengambil solid ke pabrik 2 Bau solid mengganggu lingkungan 5 Lokasi pabrik penghasil solid jauh I Ragu-ragu bahwa solid bisa dimanfaatkan sebagai pakan temak 4 Tidak tertarik memanfaatkan solid 3 Alasan petemak mau memanfaatkan solid : Meningkatkan bobot badan ternak 1 Secara ekonomis menguntungkan untuk penggemukan 4 Penampilan temak lebih balk (berdasarkan pengamatan peternak) 2 Konsumsi rumput jadi berkurang 3 Sumber : Data primer diolah (2006) Alasan utama peternak memanfaatkan solid adalah meningkatkan bobot badan ternak dan alasan lainnya adalah menurut pengamatan peternak penggunaan solid sawit menyebabkan penampilan temak lebih baik (berdasarkan pengamatan peternak), konsumsi rumput jadi berkurang dan secara ekonomi menguntungkan untuk penggemukan. Pemanfaatan solid sawit sebagai pakan suplemen ternak menguntungkan pada usaha penggemukan atau usaha temak yang telah berorientasi komersial. Pada sistem pemeliharaan yang ada ditingkat peternak, yang tujuan utamanya hanya sebagai tabungan atau penghasilan sampingan (bukan orientasi komersial), adopsi pemanfaatan solid untuk pakan ternak cukup lambat, karena peternak akan menekan biaya tunai untuk pemeliharaan walaupun harus menambah waktu kerja untuk mencari rumput (pemanfaatan tenaga kerja dalam keluarga tidak dihitung sebagai biaya factor produksi oleh peternak) dengan mengabaikan peningkatan produksi. Penggunaan solid sawit akan menambah biaya tunai untuk pemeliharaan karena peternak harus menanggung biaya pengangkutan. 2. Pola pemeliharaan sapi potong di area! perkebunan a. Potensi perkebunan sawit di Kabupaten Paser r Bahan pakan yang dapat diperoleh dari kawasan perkebunan sawit adalah yang bersumber dari vegetasi alam yang tumbuh di kawasan kebun dan yang berasal dari tanaman inti/kelapa sawit. Jumlah hijauan vegetasi sangat bergantung pada umur tanaman inti yang secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang dapat mencapai areal perkebunan kelapa sawit. Menurut WHITEMAN (1980), rendahnya intensitas sinar matahari yang dapat diterima oleh suatu tanaman akan menyebabkan rendahnya proses fotosintesis yang dapat terjadi, sekaligus akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan vegetasi alam yang tumbuh. Sebagai konsekuensinya maka tingkat produksi vegetasi alam menjadi rendah. Luas areal perkebunan sawit di Kabupaten Paser seluas 64.468,68 Ha, dari total luasan 17.407 Ha merupakan tanaman belum menghasilkan. Jika diasumsikan bahwa panjang tajuk setiap tanaman kelapa sawit belum menghasilkan 4 m, maka luas yang dapat dimanfaatkan untuk setiap tanaman pokok adalah 50,3 m2 (22/7 x 4 x 4), jumlah populasi per Ha sebanyak 143 pokok pohon inti maka nilai tersebut setara dengan luas 7.191 m 2 maka luasan yang tersedia untuk ditanami tanaman sela hanya seluas sekitar 2.809 m2 per ha, berarti dari luasan 17.407 Ha, total luasan yang dapat ditanami tanaman sela hanya berkisar 4,8 Ha. Oleh karena itu, ketersediaan pakan hijauan 103

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak berupa vegetasi alam yang dapat tumbuh di areal perkebunan kelapa sawit sangat terbatas dan tidak cukup untuk mendukung ketersediaan pakan hijauan yang berkelanjutan. Menurut hasil pengamatan DIWYANTO, et al, yang disitasi MATHIUS (2005) menunjukkan bahwa setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan ratarata berat pelepah 7 kg. Jumlah ini setara dengan 22.022 kg pelepah segar yang dihasilkan untuk setiap Ha dalam setahun (asumsi semua bagian pelepah dapat dimanfaatkan). Luasan perkebunan kelapa sawit yang telah berproduksi di Kabupaten Paser adalah 45.773 Ha, maka jumlah bahan kering pelepah yang tersedia untuk dimanfaatkan adalah sejumlah 238.660 ton. Selain pelepah dan daun, perkebunan kelapa sawit juga bisa menyediakan bahan pakan yang dapat dipergunakan sebagai pengganti hijauan dalam bentuk pelepah dan batang kelapa sawit. Batang kelapa sawit dapat diperoleh pada saat peremajaan tanaman dilakukan. Tabel 4. Perkiraan potensi limbah perkebunan dalam bentuk daun dan pelepah kelapa sawit di Kabupaten Paser Biomasa Bahan segar (ton) Bahan kering ( /a) Bahan kering (ton) Daun tampa lidi 72.000.929,00 46,18 33.250.029,01 Pelepah 1.008.013,00 26,07 262.788,99 Total biomassa r 33.512.818,00 Daya tampung berdasarkan biomassa yang tersedia = 10.493,25 ST Sumber : Data sekunder diolah (2006) Berdasarkan potensi pelepah dan daun kelapa sawit, tercatat areal perkebunan tanaman menghasilkan di Kabupaten Paser seluas 45.773 Ha, maka luasan tersebut dapat menampung 10.493,25 ST. Berarti pada luasan 4,36 Ha jika mengandalkan dari pelepah dan daun sawit dapat menampung I ST ternak, dengan asumsi seluruh pelepah dan daun sawit termanfaatkan sebagai pakan ternak. b. Identifikasi kendala pemeliharaan sapi potong di perkebunan kelapa sawit Berdasarkan informasi di lapang, masalah utama introduksi teknologi pemeliharaan sapi potong di areal perkebunan kelapa sawit dengan sistem pembuatan demplot adalah penambahan waktu pemeliharaan untuk menjaga ternak dalam demplot perkebunan. Peternak secara bergilir menjaga ternak sapi di areal perkebunan kelapa sawit sehingga menyita waktu untuk mengerjakan kegiatan yang lain. Kendala lainnya adalah performans sapi yang kurus akibat dibatasinya areal perkebunan sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh pakan hijauan, tidak konsistennya anggota kelompok dalam pengelolaan ternak sacara bersama-sama sehingga ada peternak yang tidak mau menjaga ternaknya di areal perkebunan dan anggota keluarga (wanita tani) tidak dapat membantu usahatani ternak sehingga sepenuhnya hanya melibatkan kepala keluarga. Tabel 5. Masalah Prioritas masalah penerapan teknologi pemeliharaan ternak sapi potong di areal perkebunan kelapa sawit dengan sistem pembuatan demplot Sumber : Data primer diolah (2006) Rangking Introduksi teknologi ke peternak: Anggota keluarga (wanita tani).tidak dapat membantu usahatani ternak sehingga sepenuhnya 4 hanya melibatkan kepala keluarga. Tidak konsistennya anggota kelompok daaam pengelolaan ternak secara bersama-sama. 3 Menambah waktu pemeliharaan untuk menjaga ternak yang ada daaam plot perkebunan 1 Performans sapi yang kurus akibat dibatasinya areal penggembalaan 2 1 0 4

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawil dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak Sistem pemeliharaan di areal perkebunan berkembang dari sistem demplot menjadi pola pemeliharaan semi intensif (Kelompok Ternak Sri Rejeki Baru di Desa Rangan Barat 11) dimana pada siang hari digembalakan di perkebunan kelapa sawit dan dikandangkan pada malam hari di kandang individu dekat rumah peternak. Pada pola pemeliharaan ekstensif (Kelompok Ternak Sumber Rejeki di Desa Suatang Bulu) ternak diliarkan di areal perkebunan. Kendala-kendala yang dialami peternak pada pola pemeliharaan sekarang ini adalah : Sering ditemukan terjadi penyakit cacingan dan kejang pada anak sapi (berumur < 1 tahun). Pada musim kemarau, peternak hanya mengandalkan pakan berupa pelepah, daun dan buah kelapa sawit yang rontok dan air yang tersedia di areal perkebunan yang.biasanya digunakan sebagai air minum ternak sapi kurang, sehingga peternak harus membawa air minum ke lokasi perkebunan kelapa sawit. Di Desa Rangan Barat II, jarak antara tempat tinggal dengan perkebunan yang relatif jauh (berkisar 3 km), menyebabkan banyak waktu terbuang untuk menggembalakan ternaknya pada pagi hari ke areal perkebunan dan menggiring kembali pada sore hari. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian evaluasi di lapangan terhadap teknologi integrasi sapikelapa sawit di Kabupaten Paser, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tingkat adopsi teknologi pemanfaatan limbah produksi (pelepah sawit) dan limbah pengolahan (solid) di Kabupaten Paser pada Sapi Brahman Cross (BC) dengan sistem pemeliharaan intensif dan kandang kelompok relatif lambat. 2. Teknologi pemeliharaan sapi di areal perkebunan kelapa sawit dengan cara pembuatan demplot di areal perkebunan 6. kelapa sawit, luas demplot yang berpindah-pindah pada areal perkebunan kelapa sawit, dan sistem kandang kelompok yang berada di areal perkebunan tidak diadopsi oleh peternak. Program ini berkembang menjadi sistem pemeliharaan semi intensif dan ekstensif. Pada sistem semi intensif, petemak menggembalakan ternaknya secara bebas di areal perkebunan pada siang hari dan mengkandangkan pada kandang individu dekat dengan rumahnya pada malam hari. Sistem ekstensif, peternak menggembalakan ternaknya secara bebas di areal perkebunan sepanjang waktu. 3. Potensi limbah solid sawit dapat mencukupi kebutuhan pakan bagi 900 ekor sapi/hari. Solid sawit sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal meggingat kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinyuitas terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat diminta dengan cuma-cuma (biaya transportasi), dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, solid sawit memungkinkan untuk menjadi titik tolak agroindustri pakan di Kabupaten Paser. 4. Potensi pelepah dan daun kelapa sawit, berdasarkan luas areal perkebunan tanaman menghasilkan di Kabupaten Paser dapat menampung 10.493,25 ST. Berarti pada luasan 4,36 Ha jika mengandalkan dari pelepah dan daun sawit dapat menampung I ST ternak, dengan asumsi seluruh pelepah dan daun sawit termanfaatkan sebagai pakan ternak. 5. Masalah utama introduksi solid ke peternak dan alasan peternak tidak memanfaatkan solid adalah lokasi pabrik penghasil solid yang jaraknya relatif jauh dari tempat tinggal mereka. Kendala lainnya adalah introduksi solid menambah biaya tunai untuk pemeliharaan, sapi perlu adaptasi untuk makan solid) dan kurangnya informasi mengenai kegunaan solid di tingkat peternak. Masalah utama introduksi teknologi pemeliharaan ternak sapi potong di areal perkebunan sawit dengan sistem 1 0 5

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pembuatan demplot adalah penambahan waktu pemeliharaan untuk menjaga ternak dalam demplot perkebunan. Kendala lainnya adalah performance sapi yang kurus akibat dibatasinya areal perkebunan sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh pakan hijauan, tidak konsistennya anggota kelompok dalam pengelolaan ternak sacara bersamasama sehingga ada peternak yang tidak mau menjaga ternaknya di areal perkebunan dan anggota keluarga (wanita tani) tidak dapat membantu usahatani ternak sehingga sepenuhnya hanya melibatkan kepala keluarga. Rekomendasi Setelah mengidentifikasi perkembangan, hambatan dan pendorong serta dampak penerapan teknologi sistem integrasi sapi - kelapa sawit (SISKA) terhadap pendapatan petemak, maka disusun rekomendasi sebagai berikut : 1. Untuk usaha penggemukan sapi potong dilaksanakan dengan memanfaatkan limbah solid sebagai pakan ternak dan untuk usaha pembibitan sapi potong dilaksanakan dengan cara pemeliharaan ternak di areal perkebunan dengan sistem ekstensif. 2. Pada sistem pemeliharaan ternak sapi di lahan perkebunan sawit untuk pola pemeliharaan semi intensif dengan jarak antara perkebunan sawit dengan kandang ternak yang relatif jauh (> 3 km) tidak layak untuk dikembangkan karena penggunaan tenaga kerja yang besar. 3. Pemanfaatan solid sebagai pakan suplemen ternak hanya menguntungkan pada usaha penggemukan atau berorientasi komersial. Pada sistem pemeliharaan yang ada ditingkat petani, yang tujuan utamanya hanya sebagai tabungan atau penghasilan sampingan (bukan orientasi komersial), adopsi pemanfaatan solid untuk pakan ternak relatif lambat, karena peternak akan menekan biaya pemeliharaan dengan mengabaikan peningkatan produksi. Penggunaan solid akan menambah biaya pemeliharaan karena peternak harus menanggung biaya pengangkutan. Melihat kenyataan tersebut, upaya pemanfaatan solid untuk meningkatkan produktivitas ternak akan lebih mudah tercapai melalui kemitraan dengan pihak swasta (perkebunan kelapa sawit) maupun pemerintah. Dengan kemitraan tersebut, pengelola perkebunan terbantu dalam menangani permasalahan limbah serta ikut berperan dalam rangka memberdayakan masyarakat sekitar perkebunan. Strategi yang dapat dijadikan bahan pemikiran untuk merealisasi upaya tersebut, kegiatan yang ditawarkan bisa dalam bentuk plasma-inti yang memungkinkan perusahaan sebagai inti (bapak angkat) dan petani ternak sebagai plasma untuk bekerja sama secara saling menguntungkan. Bentuk kegiatan lain yang memungkinkan adalah bantuan sapi secara bergulir untuk penggemukan, penyediaan kredit untuk produksi ternak, dan bantuan solid secara gratis. 4. Lokasi pabrik merupakan kendala utama introduksi solid di tingkat petani sehingga perlu dipertimbangkan pengembangan sistem integerasi sapikelapa sawit dengan memanfaatkan solid dikembangkan pada lokasi di dekat pabrik pengolahan. DAFTAR PUSTAKA DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. 2005. Statistik Petemakan. Penerbit Dinas Petemakan Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda. DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. 2005. Statistik Perkebunan. Penerbit Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda. ELIZABETH, J. dan S. P. GINTING. 2004. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan temak sapi potong. Prosiding Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Deptan kerjasama dengan Pemprov Bengkulu dan PT. Agricinal. KRISTIANTO, L.K., WAFIATININGSIH, S. WIBowo, N. R. BARIROH, dan M. BUDIANSYAH. 2005. Pengkajian teknologi pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai sumber pakan altematif 106

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawn dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak sapi potong di Kalimantan Timur. Laporan Kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Samarinda. MATHIUS, LW., AzMI, D.M. SITOMPUL, dan B.P. MANURUNG. 2005. Pemanfaatan limbah kelapa sawit dan hasil samping pabrik kelapa sawit sebagai pakan altematif sapi potong. Laporan kegiatan Balai Penelitian Ternak kerjasama dengan PT. Agricinal, Bengkulu. Puslibang Petemakan. Bogor. MATHIUS, I.W. 2005. Inovasi teknologi pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit sebagai pakan ruminansia. Makalah Workshop Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit - Sapi. Banjarbaru-Kalimantan Selatan. 22-23 Agustus 2005. MAKSUM, A, A. RAHMAN dan BAMBANG. 2006. Peningkatan produktivitas kebun kelapa sawit di Kalimantan Timur. Makalah Seminar Temu Alumni Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur, 27 September 2006. SuGiyoNo. 2003. Metode penelitian administrasi. Penerbit Alfabeta. Bandung. UTOMO, B.N. 2003. Pemanfaatan limbah pengolahan minyak kelapa sawit (crude palm oil) yang berupa solid sebagai pakan temak. BPTP Kalimantan 107