PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM:

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

FUNGSI PENTING PERSEDIAAN UNTUK PERUSAHAAN TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah digunakan secara meluas di segala bidang, seperti

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.) Setelah barang impor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pesawat Polonia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

LAMPIRAN 1 BISNIS PROSES KEGIATAN LOGISTIK A.

LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

PENGUKURAN DAN MANAJEMEN RISIKO DI PELABUHAN

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Performansi Dwelling Time Lima Pelabuhan Besar di Indonesia dan Langkah-Langkah Penanganan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

Dwelling Time in Tanjung Priok

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

PENYEDERHANAAN TATA NIAGA IMPOR: PENGALIHAN PENGAWASAN BORDER KE POST BORDER

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

TRANSPORTASI DALAM RANTAI PASOK DAN LOGISTIK

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tumbuh pesatnya persaingan pada industri jasa kepelabuhanan.

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut (Mardiasmo; 2011) Pajak adalah iuran rakyat

2011, No.95 2 umum, perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerin

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

Data jumlah permintaan pengiriman untuk container ukuran 40 feet PT.Inti Persada Mandiri. PT.Indah Kiat Pulp & Paper Mills. April

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

USER GUIDE FOR PORT HEALTH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG

Bahan Pemaparan PT Prima Indonesia Logistik pada Rapat Kerja RKAP PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) 2016 Medan, 3 September 2015

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR: P- 41/BC/2010

ANALISIS PENGARUH DWELLING TIME TERHADAP PENDAPATAN (Studi pada PT. Terminal Petikemas Semarang tahun )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

KALKULASI HARGA IMPOR. Pertemuan ke-9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

USER GUIDE FOR HARBOUR MASTER

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

Sambutan Presiden RI pd Groundbreaking Makassar New Port, di Makassar, tgl 22 Mei 2015 Jumat, 22 Mei 2015

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pusat Logistik Berikat. untuk komoditas kapas di Cikarang

Transkripsi:

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE Oleh: Rudy Sangian Senior Consultant at Supply Chain Indonesia Dwelling time masih menjadi permasalahan yang harus segera diatasi apabila pemerintah ingin mengurangi biaya logistik di Indonesia. Koordinasi yang baik antar instansi dipelabuhan dan para pengguna jasa juga harus segera dilakukan agar dwelling time di pelabuhan dapat berkurang sedikit demi sedikit. Dari tabel dibawah ini maka dapat dilihat trend angkutan Internasional itu 70% mendominasi angkutan barang yang memerlukan pengawasan bea cukai. Instansi bea cukai mulai menelusuri bahwa lamanya barang-barang tersebut berkenaan dengan LARTAS sebesar 51% dari total TEUs yang dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok, padahal barangbarang yang dibongkar muat sebanyak kurang lebih 7 juta TEUS di Pelabuhan Priok berdasarkan sumber dari paparan Dirut Pelindo II di bawah ini adalah tidak semua barang-barang tersebut dalam pengawasan bea cukai.

Produksi Bongkar Muat Priok pada tahun 2012 adalah 6.2 juta TEUs. Total luas lahan lini I quay yard berdasarkan Laporan Tahunan Pelindo II yang dapat dilihat pada http://www.indonesiaport.co.id/sub/laporan-tahunan.html adalah 152.3 Ha, dengan demikian daya tampung lini I quay yard Priok berdasarkan hitungan perkiraan GSL capacity adalah 270,687 TEUs (sudah dikurangi 35% untuk jalannya truk, alat LOLO dll), Jika jumlah hari kerja setahun itu 360 hari maka untuk mencapai produksi bongkar muat Priok sebesar 6.2 juta TEUs itu memerlukan rata-rata waktu inap kontainer sebesar 15.7 hari. Saya coba exercise angka dwelling time Priok berdasarkan 5,5 hari dengan cara sebagai berikut: 1. Katakanlah dari 70% dari Produksi Bongkar 6,2 Juta TEUs itu adalah barang-barang yang berkenaan Pengawasan Pabean menjadi 4,340,000 TEUs 2. Katakanlah dari luas Lini I Quay Yard sebesar 152.3 Ha itu dipakai semua untuk barangbarang Pengawasan Bea Cukai 3. Maka dalam kurun waktu 360 hari untuk mencapai produksi bongkar muat 4,340,000 TEUs itu memerlukan rata-rata inap kontainer selama 22.4 hari. 4. Atau mengikuti data-data dwelling time 5,5 hari akan menghasilkan produksi bongkar muat priok mencapai 17,717,695 TEUs; jauh sekali dibanding dengan 4,340,000 TEUs dengan selisih sebesar 13,377,694 TEUs. Exercise di atas menyebabkan biaya logistik Indonesia itu mengambil porsi 30% dari PDB-nya, adalah hal yang tidak rasional, jika dwelling time Priok itu 5,5 hari dan porsi PDB-nya masih tetap 30% atau, bisa saja dwelling time Priok itu 5,5 hari namun ada sejumlah kurang lebih 13 juta TEUs tidak dapat ditelusuri keberadaannya sehingga Biaya Logistik masih mengambil porsi 30% dari PDB. Lama inap kontainer di lini I quay yard dihitung dari tanggal kontainer keluar GATE lini I quay yard dikurangi dengan tanggal kontainer ditempatkan di lini I quay yard dan perhitungan ini hanya di Pelabuhan Pontianak sepanjang pengetahuan saya di lapangan. Adapun Priok itu masih diambil dari tanggal ETA (Estimate Time Arrival) dan dapat dilihat pada kwitansi tagihan overbrengen untuk pembayaran demurrage cost yang progressive. Estimasi daya tampung lini I quay yard itu jika dianggap kosong; maka selalu untuk sekali menyimpan kontainer berkisar pada kapasitas 270,687 TEUs dengan rata-rata tier 3.5 yang diambil dari jika empty container dapat ditumpuk setinggi 7 tier dan jika full container hanya dapat ditumpuk 3 tier. Semakin singkat diletakan di lini I quay yard maka semakin banyak produksi bongkar muat yang dapat diraih dalam kurun waktu 360 hari. Singkat atau tidaknya kontainer berada di lini I quay yard tidak dapat dilihat satu-satunya penyebab biaya logistik itu tinggi.

Pada gambar di atas, kapal bisa berlama-lama berada di tambatan disebabkan oleh: 1. Cuaca 2. Kerusakan alat 3. Tidak tersedianya blok space bongkar muat di Lini I Quay Yard yang disebabkan oleh truk masuk keluar pelabuhan datang secara bersamaan di tanggal dan jam yang sama sehingga padat sekali di pelabuhan 4. Kalau importir nakal dan sengaja membiarkan kontainernya itu di lahan lini I quay yard maka ia akan terkena demurrage cost yang progressive yang mahal 5. Kalau harga sewa lahan lini I quay yard dibandingkan dengan harga sewa lahan di luar pelabuhan itu dengan mengambil contoh kwitansi tagihan yang sudah saya peroleh di lapangan itu tidak ada bedanya Kita tidak bisa membongkar adanya kebocoran atau Biaya Logistik yang tinggi di pelabuhan hanya mengandalkan data-data kepabeanan yang disebabkan pelabuhan itu tidak hanya menampung barang-barang ekspor impor tetapi ada juga barang-barang domestik NSW itu hanya pada cakupan barang-barang ekspor impor sehingga untuk menyelesaikan permasalahan di pelabuhan itu, pemerintah harus membuat SatGas Pelabuhan dibawah langsung komando Bapak Presiden dan dipimpin oleh mereka yang mengerti kepelabuhanan dan kepabeanan untuk merumuskan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan Juknis (Petunjuk Teknis) mengenai simplifikasi birokrasi lintas sektoral instansi pemerintah. Berdasarkan gambar di atas maka sistem teknologi yang akan digunakan jangan hanya fokus pada percepatan pengurusan dokumen saja (online electronik), tetapi ada jaminan (quality assurance) bahwa dapat mempercepat gerakan kapal dan barang melalui metodologi kepelabuhanan Perhitungan dwelling time itu tidak hanya dari sisi pre clearance, customs clearance dan post clearance sehingga kesalahan tidak tertumpu pada satu instansi bea cukai saja yang disebabkan di pelabuhan itu ada berbagai instansi dan ada berbagai pengguna jasa pelabuhan sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Pada gambar piramida di atas penambahan DEPO/ TPS/ CFS agar dapat menjadi perhatian bagi pemerintah bahwa jika lini I quay yard itu penuh maka perlu dikoordinasikan dengan DEPO/ TPS/ CFS sebagai lahan penyangga di sekitar pelabuhan untuk menurunkan dwelling time. KOORDINASI ANTAR INSTANSI PEMERINTAH DAN KOORDINASI ANTAR PENGGUNA JASA PELABUHAN Upaya menurunkan dwelling time itu tidak hanya tugas pemerintah beserta instansi pemerintah terkait lainnya tetapi juga tugas pengguna jasa pelabuhan agar dapat berkoordinasi dengan baik antara instansi, sehingga barang di lini I quay yard dapat segera dikeluarkan dari pelabuhan. PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN KEKUATAN DAYA TAMPUNG LINI I QUAY YARD PELABUHAN PRIOK Perhitungan dwelling time yaitu lamanya kontainer/ barang berada di lini I quay yard yang dapat dihitung berdasarkan: tanggal keluar container dikurangi dengan tanggal container di tempatkan di Lini I Quay Yard.

Pada gambar di atas dwelling time dilihat dari sisi alur inbound, padahal ada juga dwelling time bisa berefek lama dari sisi alur outbound. Dwelling time secara keseluruhan itu dapat dihitung dari produksi bongkar muat yang dihasilkan per tahun yang disejajarkan dengan kekuatan daya tampung lini I quay yard Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 152,3 Ha yang digunakan untuk menampung kontainer hasil kegiatan bongkar muat keluar masuk di lini I quay yard itu selama 1 tahun (360 hari) seperti pada tabel di bawah ini. Dari perhitungan tabel di atas maka diperoleh dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok itu 14 hari lamanya dan memang kesetaraannya sama dengan berbagai kajian dari peneliti konsultan lainnya

yaitu PDB sebesar 30% dan Indonesia tertinggi di Asean yang mana negara-negara lainnya di Asean hanya sebesar 10% dari PDB. SOLUSI SENTRA KOORDINASI TUNGGAL UNTUK MENURUNKAN DWELLING TIME PELABUHAN Tidak mudah membangun sentra koordinasi tunggal, karena sejak dahulu di pelabuhan itu sudah ada perihal semacam itu yang disebut dengan PPSA (Pusat Pelayanan Satu Atap). Pengamatan saya selama beberapa tahun di pelabuhan, bahwa persentase koordinasi antar instansi pemerintah dan persentase koordinasi antar pengguna jasa pelabuhan itu tidak berimbang yang disebabkan oleh: 1. Esensi nomor BC 1.1 pada PIB itu sering terlalu lama diperoleh sehingga pada saat PIB ingin disimpankan lalu di-submit ke Inhouse bea cukai menjadi terkendala waktu lama sampai dengan 2 atau 3 hari 2. Menunggu respon SPPB dari PIB itu tidak dapat diprediksi waktunya sehingga memberi kontribusi lamanya barang dikeluarkan dari lini I quay yard. SPPB merupakan indikator bahwa bea cukai belum bisa menerbitkan SPPB jika instansi terkait lainnya di luar bea cukai itu belum selesai melakukan verifikasi/inspeksi terhadap barang yang diawasinya. 3. DO yang diterbitkan Agen Pelayaran itu memiliki durasi tanggal expired date sehingga jika terjadi kendala SPPB yang lama maka freight forwarder harus kembali ke kantor perwakilan agen pelayaran untuk menerbitkan DO yang baru lagi dengan tanggal jatuh temponya dan akhirnya kontainer masih berlama-lama di lini I quay yard 4. Biaya LOLO dan Penumpukan Barang di lini I quay yard akhirnya bergeser karena tanggal keluar kontainer berubah, dengan demikian petugas lapangan freight forwarder harus mengajukan anggaran baru kepada unit keuangan perusahaanya untuk membayar tagihan LOLO dan Penumpukan Barang di lini I quay yard. Proses penetapan anggaran baru dari unit keuangan memerlukan waktu dan akhirnya kontainer masih berlama-lama di lini I quay yard 5. Ketika SP2 diterbitkan maka untuk mengambil barang di lini I quay yard itu, freight forwarder harus memberikan dokumen SP2 kepada supir truk sehingga terjadi penguluran waktu untuk mengambil kontainer di lini I quay yard 6. Terkadang koordinasi pada butir 5 di atas itu tidak menunjukkan kekompakan sehingga truk sudah berada di pelabuhan sementara kontainer yang mau diambil masih di atas kapal (belum dibongkar/ ditempatkan di lini I quay yard). 7. Pengaturan truk masuk pelabuhan itu tidak ditata dengan baik sehingga mereka (truktruk) tersebut datang secara bersamaan di pelabuhan dengan fasilitas pintu masuk yang terbatas dan akhirnya kontainer berlama-lama di lini I quay yard 8. Jika terjadi peralihan kontainer dari lini I quay yard ke lini II TPS atau lini TPS lainnya di luar pelabuhan maka perubahannya ini tidak disampaikan kepada supir truk pengangkut kontainer dan akhirnya kontainer berlama-lama di TPS dengan biaya demurrage cost progressive yang sama dengan hitungannya di lini I quay yard. Untuk membangun Sentra Koordinasi Tunggal itu harus dilakukan oleh mereka yang memang mengerti tentang mekanisme manajerial pelabuhan. Hal ini merupakan syarat utama mengenai Sentra Koordinasi Tunggal itu dapat menjadi solusi menekan dwelling time.

Sekilas tentang Supply Chain Indonesia Supply Chain Indonesia (SCI) merupakan lembaga independen yang bergerak dalam kegiatan pendidikan, pelatihan, konsultasi, penelitian, dan pengembangan bidang logistik dan supply chain di Indonesia. SCI menjadi wadah informasi, interaksi, dan komunikasi para praktisi, akademisi, birokrasi, peneliti, dan pemerhati bidang logistik dan supply chain di Indonesia. SCI telah berperan dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja logistik untuk perusahaanperusahaan swasta dan BUMN. SCI juga berkontribusi dalam perbaikan dan pengembangan logistik melalui beberapa kementerian dan lembaga pemerintah terkait, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan lain-lain, termasuk dalam implementasi Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.