BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

KUESIONER. Faktor Motivasi Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak. Faktor Pengetahuan Indikator No Pernyataan Jawaban Ya Tidak Mengumpulkan atau

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2000). Untuk hasil r hitung pada penelitian dapat dilihat pada kolom Corrected

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hasil olah data yang sudah di analisis

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

A. SKALA PENELITIAN. A 1 Skala Komunikasi Interpersonal. A 2 Skala Konsep Diri

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x : 7,2312

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pemberian angket dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pre-test dan posttest.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

KIP dan Perubahan Sikap

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik,

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak. Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

SAPAAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK RUMAH SAKIT DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

52 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Pengaruh Etnosentrisme Terhadap Pernyataan Diri dalam Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa UKSW di Kegiatan PSBI 2012

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasai siswa. Dalam keterampilan berbicara diperlukan kemampuan dan

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling membantu dan mengadakan interaksi. berbagai sarana komunikasi salah satunya adalah Blackberry.

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

BAB I PENDAHULUAN. siswa, serta memberikan sikap-sikap atau emosional yang seimbang.

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB VII MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN

Bab 2 KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang

Transkripsi:

BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa keterampilan berkomunikasi penting agar dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengurangi perasaan cemas dan khawatir. Untuk menghindari hal tersebut, sedikitnya diperlukan tiga keterampilan, yaitu kemampuan untuk berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, dan kemampuan menenangkan diri. Keterampilan berkomunikasi diperlukan sebagai bagian terakhir setelah seorang komunikator atau komunikan mempunyai motivasi dan pengetahuan berkomunikasi. Keterampilan menunjukkan kecakapan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain, yang juga menciptakan kesan pertama bagi lawan bicara. Jika memiliki keterampilan yang baik, maka kesan yang ditimbulkan akan baik pula. Keterampilan yang diperlukan di antaranya: (1) kemampuan untuk menjadi pembicara dan pendengar yang baik, (2) toleransi terhadap ambiguitas yang terjadi akibat masing-masing etnis menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan salah mengartikan kata-kata yang diucapkan ketika berinteraksi, (3) kemampuan berempati dengan cara menjadi pendengar yang baik dan antusias yang tinggi terhadap isi pembicaraan, (4) adaptasi kebiasaan untuk menggunakan bahasa yang bisa dipahami bersama, dan (5) mampu memprediksi dan memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor keterampilan dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku pasangan teman di lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antara faktor keterampilan dengan perilaku tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi.

49 7.1 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Tabel 14 menunjukkan bahwa sebesar 66,7 persen keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda berada pada tingkatan sedang. Walaupun berada pada tingkatan sedang, hal ini secara umum menunjukkan, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan yang baik ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, adaptasi kebiasaan, dan prediksi atau penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Tabel 14. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan Tingkat Keterampilan Frekuensi (n) Persentase (%) Rendah 1 3,3 Sedang 20 66,7 Tinggi 9 30,0 Total 30 100,0 Sebesar 66,7 persen pasangan orang Arab dan Sunda memiliki perilaku tersinggung yang rendah (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersinggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat dihindari. Dua individu yang sedang berinteraksi secara umum mampu menjaga perasaan lawan bicaranya dengan tidak menirukan bahasa daerah etnis lain sebagai bahan ejekan dan tidak menyinggung ciri fisiknya. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji.

50 Tabel 15. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Tingkat Keterampilan (%) Perilaku Tersinggung Rendah Sedang Tinggi Rendah 0,0 55,0 100,0 Sedang 0,0 15,0 0,0 Tinggi 100,0 30,0 0,0 Total (%) 100,0 100,0 100,0 Tabel 15 menunjukkan sebesar 100 persen pasangan yang tingkat keterampilan berkomunikasinya rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 15 persen pasangan yang tingkat keterampilannya sedang memiliki tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Untuk tingkat keterampilan yang tinggi, sebesar 100 persen memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat keterampilan berkomunikasi seseorang, maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang baik membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik atau menirukan bahasa etnis lain. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung adalah 0,005. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan, dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung antara orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi. Keterampilan pertama yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda adalah kemampuan untuk sadar atau berhati-hati ketika berinteraksi. Sadar dalam berinteraksi artinya memiliki perhatian yang penuh terhadap lawan bicara. Tidak hanya bisa berbicara dengan baik, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Sebesar 80 persen orang Arab dan Sunda mampu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik ketika berinteraksi. Kemampuan berbicara dan mendengarkan yang seimbang, membuat komunikator dan komunikan berada

51 dalam posisi yang sejajar. Jika seseorang terlalu banyak bicara, maka lawan bicaranya akan merasa didominasi dalam proses interaksi. Kondisi ini dapat menyebabkan lawan bicara merasa tersinggung karena kesempatan untuk berbicaranya sedikit. Kondisi ini secara umum mampu diatasi oleh orang Arab dan Sunda dengan tidak mendominasi dalam sebuah percakapan. Orang Arab yang dikenal banyak berbicara, tidak menunjukkan hal itu terhadap lawan bicaranya yang orang Sunda dengan tidak terlalu banyak berbicara. Sebaliknya, orang Sunda yang dikenal lebih tenang mampu mengambil bagian untuk berbicara agar seimbang dengan bagian untuk mendengarkan. Kemampuan lainnya adalah toleransi terhadap ambiguitas. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda mampu mentoleransi ambiguitas di antara mereka. Kondisi ambigu muncul ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ketika berbicara. Orang Arab dengan bahasa Arabnya, dan orang Sunda dengan bahasa Sunda. Sikap toleransi yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikan tidak marah dan terganggu ketika lawan bicaranya menggunakan bahasa daerahnya. Terkadang orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan ada pula orang Arab yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Ketika orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi, secara umum orang Sunda mampu mentoleransi hal tersebut. Hal ini dikarenakan, bahasa Arab yang digunakan sudah umum dan dipahami oleh orang Sunda seperti syukron (terima kasih), fulus (uang), hareem (perempuan), dan lain-lain. Sedangkan jika orang Sunda berbicara dengan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab yang tidak mengerti bahasa tersebut, secara umum orang Arab dapat memakluminya karena orang Sunda hampir selalu menambahkan kata-kata dalam bahasa Sunda ketika berbicara dalam bahasa Indonesia. Sikap toleransi lain yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikator tidak marah ketika lawan bicaranya salah mengartikan kata-kata yang diucapkannya. Terkadang orang Sunda menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab seperti leuleus liat (lemah lembut ketika berbicara) dan heuras genggerong (keras kepala). Kemungkinan salah mengartikan istilah tersebut bisa terjadi karena istilah yang dipakai tidak umum seperti bahasa Arab yang dipaparkan sebelumnya.

52 Kemampuan mentoleransi ambiguitas yang baik membuat orang Arab dan Sunda dapat terhindar dari perasaan tersinggung. Kemampuan untuk menenangkan diri ketika berinteraksi juga mampu menghindarkan seseorang dari perilaku tersinggung. Perasaan kaku dan khawatir yang berlebihan yang ditunjukkan ketika berinteraksi akan membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, yang akhirnya membuat dia merasa tersinggung. Interaksi antara orang Arab dan Sunda yang jarang bertemu di lingkungannya, bisa saja menimbulkan rasa kaku dan khawatir. Perasaan ini muncul karena dua orang tersebut jarang bertemu dan tidak akrab. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda sudah mampu menenangkan dirinya dengan mengendalikan rasa kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Kemampuan ini didorong oleh sikap untuk menjaga kerukunan dalam hidup bertetangga. Walaupun jarang bertemu dan berinteraksi, hubungan pertetanggaan harus dijalin dengan baik agar tercipta lingkungan bertetangga yang harmonis. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki keterampilan berempati yang baik. Sebesar 76,7 persen orang Arab dan Sunda mampu mendengarkan dengan cermat perkataan lawan bicaranya dan antusias dengan isi pembicaraan yang disampaikan. Jika orang Arab dan Sunda yang terlibat dalam sebuah interaksi tidak memiliki keterampilan berempati yang baik, maka seseorang akan merasa tersinggung. Perilaku tersinggung muncul karena seseorang merasa tidak dihargai ketika berbicara. Lawan bicara tidak mendengarkan dengan baik dan tidak antusias atas apa yang dibicarakan. Mengadaptasikan perilaku juga memiliki peranan agar seseorang tidak tersinggung ketika berinteraksi. Perilaku yang diadaptasikan adalah penggunaan bahasa daerah ketika berbicara dan jarak interpersonal agar seseorang merasa nyaman. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, orang Arab terkadang berbicara dalam bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan orang Sunda terkadang berbicara dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab. Sebesar 83,3 persen orang Arab dan Sunda mampu mengadaptasikan perilakunya ketika berkomunikasi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung. Jika orang Arab yang diajak berinteraksi memahami bahasa Sunda,

53 maka interaksi dilakukan menggunakan bahasa Sunda. Jika orang Arab tersebut tidak memahami bahasa Sunda, maka interaksi dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jarak interpersonal tidak lagi menjadi masalah karena baik etnis Arab atau etnis Sunda memiliki jarak interpersonal yang sama, yaitu sekitar setengah meter agar dapat berinteraksi dengan nyaman. Keterampilan terakhir yang dipaparkan dalam subbab ini agar terhindar dari perilaku tersinggung adalah kemampuan untuk membuat prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Perilaku yang diprediksikan adalah jarak interpersonal, nada bicara, dan gerakan tangan. Ketiga perilaku tersebut dijelaskan sebagai budaya asli dari masing-masing etnis. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda mampu menjelaskan ketiga perilaku tersebut sebagai bawaan dari budaya asli yang sulit dihilangkan. Nada bicara orang Arab cenderung keras dan tegas. Apabila hal ini ditunjukkan ketika berinteraksi, orang Sunda mampu memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Nada bicara yang keras dan tegas merupakan sifat bawaan dari budaya bangsa Arab, bukan untuk mendominasi pembicaraan atau membuat orang Sunda merasa tidak nyaman. Jika masing-masing etnis memahami hal ini, maka perasaan tersinggung akibat ketidaknyamanan perbedaan gaya berbicara dapat dihindari dan proses interaksi dapat berjalan efektif.

54 7.2 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Tabel 14 menunjukkan bahwa keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda berada pada tingkatan sedang, yaitu sebesar 66,7 persen. Tabel 9 menunjukkan persentase perilaku canggung dari pasangan etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 56,7 persen orang Arab dan Sunda memiliki perilaku canggung yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berinteraksi dapat menghilangkan perilaku tidak berani, malu, ataupun ragu-ragu untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 16. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Tingkat Keterampilan (%) Perilaku Canggung Rendah Sedang Tinggi Rendah 0,0 40,0 100,0 Sedang 0,0 40,0 0,0 Tinggi 100,0 20,0 0,0 Total (%) 100,0 100,0 100,0 Tabel 16 menunjukkan bahwa sebesar 100 persen pasangan yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang rendah memiliki perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 40 persen pasangan yang keterampilan berkomunikasinya sedang memiliki perilaku canggung yang sedang pula. Pada tingkat keterampilan berkomunikasi yang tinggi, sebesar 100 persen pasangan memiliki perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan

55 dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berinteraksi dapat mengurangi dan menghilangkan perilaku canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, atau malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi keterampilan yang dimiliki ketika berinteraksi maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Keterampilan pertama yang menghindarkan kedua etnis dari perilaku canggung adalah sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi. Ketika dua orang yang sedang berinteraksi mampu menyeimbangkan kemampuan berbicara dan mendengarkan dengan baik, kedua orang tersebut tidak akan merasa canggung untuk bertukar pendapat. Orang yang terlalu banyak berbicara dapat dianggap ingin mendominasi percakapan, sedangkan orang yang terlalu banyak mendengarkan akan dianggap pasif dan tidak antusias. Rasa canggung muncul ketika salah satu perilaku tersebut muncul. Pada suatu kesempatan interaksi, orang Sunda terlalu banyak berbicara sehingga orang Arab yang menjadi lawan bicaranya hanya dapat mendengarkan. Orang Arab tersebut dapat merasa canggung karena dirinya diposisikan tidak sejajar, dalam artian tidak mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara. Kondisi ini membuat pertukaran informasi tidak seimbang sehingga orang Arab yang merasa didominasi, akan ragu-ragu untuk bertukar informasi yang sama banyaknya seperti orang Sunda. Kemampuan etnis Arab dan Sunda dalam mentoleransi ambiguitas juga dapat menghindarkan keduanya dari perilaku canggung ketika berinteraksi. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda dapat melakukan hal ini. Sikap untuk tidak marah ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya sendiri membuat pertukaran informasi dapat terus berjalan. Begitu pula halnya ketika

56 orang Arab atau Sunda salah mengartikan kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan disikapi dengan tidak marah, maka perilaku malu, tidak berani, atau takut dapat dihindari ketika berinteraksi. Kemampuan mentoleransi hal yang ambigu membuat proses interaksi antar etnis berjalan dengan baik. Perilaku canggung dapat dihindari sehingga dua orang yang sedang berinteraksi dengan leluasa dapat bertukar pendapat. Orang Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk menenangkan diri yang baik. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda dapat menghilangkan perasaan kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Rasa kaku maupun khawatir yang disebabkan jarangnya orang Arab dan Sunda berinteraksi tidak membuat keduanya canggung ketika berinteraksi. Bagi mereka menjaga kerukunan hubungan tetangga lebih penting dibanding mengedepankan sikap kaku dan khawatir. Sikap kaku dan khawatir yang berlebihan hanya akan membuat kedua etnis semakin canggung sehingga kegiatan saling sapa yang sederhana, dapat menjadi kegiatan yang berat untuk dilakukan. Keterampilan lainnya yaitu kemampuan untuk berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan yang harus dimiliki adalah mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang lain dan tertarik atau antusias terhadap isi pembicaraan yang disampaikan orang lain. Kemampuan berempati menjadi penting untuk menghidarkan dua orang yang sedang berinteraksi dari perilaku canggung. Bila orang Arab mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang Sunda, maka orang tersebut akan merasa dihargai sehingga dia dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya kepada orang Arab. Begitupun sebaliknya, bila orang Sunda memiliki antusias yang tinggi terhadap apa yang dikatakan orang Arab, maka orang tersebut tidak akan ragu-ragu untuk memulai pembicaraan atau bertukar pendapat dengan orang Arab. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk mengadaptasikan perilakunya ketika berinteraksi. Kedua etnis lebih baik menggunakan bahasa yang sama, keduanya berbahasa Sunda, atau berbahasa Indonesia agar memiliki pemahaman yang sama dan tidak merasa canggung ketika berinteraksi. Perbedaan bahasa yang digunakan terkadang membuat proses interaksi menjadi kaku dan pertukaran informasi tidak berjalan lancar. Untuk itu diperlukan keterampilan

57 beradaptasi yang baik dengan segera menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua etnis. Jarak interpersonal antara etnis Arab dan Sunda tidak menjadi hal yang dapat menimbulkan perasaan canggung. Hal ini dikarenakan jarak interpersonal antar kedua etnis sama, yaitu sekitar setengah meter agar merasa nyaman ketika berinteraksi. Keterampilan yang melengkapi keterampilan sebelumnya adalah kemampuan memberikan prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penjelasan yang akurat tentang perilaku orang lain menjadi penting agar tidak terjadi salah paham yang berujung pada munculnya perilaku canggung ketika berinteraksi. Perilaku yang harus dijelaskan secara akurat adalah nada bicara dan gaya bicara (gerakan tangan) dari kedua etnis. Bila orang Sunda memahami bahwa kebiaasan berbicara dengan nada yang keras dan tegas yang dimiliki orang Arab adalah sifat bawaan dari leluhurnya, maka perasaan canggung dapat dihindari. Orang Sunda dapat bertukar informasi dengan leluasa tanpa merasa didominasi oleh orang Arab. Gerakan tangan yang mengikuti perkataan orang Arab untuk menjelaskan maksudnya juga mampu dipahami oleh orang Sunda sebagai kebiasaan bangsa Arab yang ekspresif. Orang Sunda dapat memaklumi hal ini sehingga ketika berinteraksi mereka tidak merasa risih dan bisa bertegur sapa serta bertukar pendapat dengan leluasa.