BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang dapat menimbulkan perilaku aneh, tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengelola, dan tampak tidak kenal dengan orang lain ( Struart and Sundeen, 1998 ). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenernya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar ( Maramis, 1998 ) Keyakinan tentang halusinasi adalah sejauh mana pasien itu yakin bahwa halusinasinya merupakan kejadian yang benar, umpamanya mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali bahwa hal itu benar adanya ( Maramis, 2004 ) B. Jenis-jenis Halusinasi Jenis - jenis Halusinasi Menurut Stuart, GW Dan Lauria, M. T, ( 2001 ) 1. Halusinasi Pendengaran Karakteristik : Mendengar suara - suara atau ke bisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahwa sampai kepercakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkatan bahwa pasien di suruh untuk melakukan sesuatu kadang - kadang membahayakan. 2. Halusinasi Penglihatan 6
Karakteristik : Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar, geometris kartoon, bayangan yang rumit atau komplek bayangan biasa menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi Penghidungan Karakteristik : Membaui bau bau tertentu seperti bau darah, urin atau feses, 4. Halusinasi Pengecapan Karakteristik : Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atan feses. 5. Halusinasi Perabaan Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda mati atau orang lain. 6. Halusinasi Cenesthetic Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan, atau pembentukan urin. 7. Halusinasi Knesthetic Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri. C. Fase- fase Halusinasi Menurut Stuart dan Laraia, 2001 dan Beck, Rawlins dan William,1993 : 34 fasefase halusinasi meliputi : a. Fase Comforting Klien mengalami ansietas sedang dan halusinasi yang menyenangkan. Klien mengalami perasaan menclalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untul c berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran pikiran dan pengalaman sensori berada d alam kendali kesadaran, jika ansietas dapat ditangani. Fase ini bersifat non psikotik. Perilaku klien : menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang ccpat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang 7
asyik. b. Fase Condemning. Klien mengalami ansietas berat dan halusinasi menjadi menjijikkan. Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mun g kin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Fase nt bersifat psikotik ringan. Perilaku klien : meningkatnya tanda tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita. c. Fase Controlling Klien mengalami ansietas berat dan pengalaman sensori menjadi berkuasa. Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Fase ini bersifat psikotik. Perilaku klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. d. F a s e C o n q u e r i n g Klien mengalami panik dan umumnya menjadi rnelebur dalam halusinasi. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinas1 berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Fase ini bersifat psikotik berat. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi kuat suicide atau homicide. Aktivitas fisik merelleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, 8
menarik diri atau katatonia dan tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek. D. Rentang Respon Neurobiologik Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan munglin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam table berikut : Respon Adaptif Rentang mal adaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten Perilaku sesuai Hubungan sosial Pikiran kadang menyimpang Ilusi Reaksi emosional berlebihan atau kurang Perilaku ganjil atau tak lazim Menarik diri Kelainan pikiran delusi Halusinasi Ketidakmampuan untuk mengatur emosi Ketidakteraturan perilaku Isolasi sosial ( Stuart and Sundeen, 2001 ) Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi perlu mengetahui tingkat intensitas halusinasi atau tingkat perkembangan halusinmasi : Adapun halusinasi berkembang melalui empat tahap menurut Stuart and Sundeen, 1998, yaitu sebagai berikut : 1. Tahap Pertama ( menenangkan ansietas tingkat sedang ) Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan, orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut 9
serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui nahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya nisa diatasi. 2. Tahap Kedua ( menyalahkan ansietas tingkat berat ) Secara umum halusinasi menjijikan, pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai berasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. 3. Tahap Ketiga ( mengendalikan ansietas tingkat berat ) Pengalaman sensori menjadi penguasa, orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. 4. Tahap Keempat ( menaklukan ansietas tingkat panik ). ( Struart and Sundeen, 1998) Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan solusi,pengalaman sensorimungkinmenakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. 10
E. Etiologi 1. Faktor Predisposisi Adapun factor predisposisi yang dapat mengakibatkan gangguan orientasi realitas halusinasi menurut Stuart and Sundeen, (1998) meliputi aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya. a. Gangguan perkembangan otak dan fungsi otak atau susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realita, misalnya : 1. Hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal, dan limbi. Gejala yang mungkin : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat, dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan. 2. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus, dan kanak kanak. b. Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien, penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitive, atau bahkan terlalu melindungi. c. Kehidupan sosial budaya dapat pula mengakibatkan gangguan realita, seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya misalnya peperangan, kerusuhan, dan juga kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. 2. Fakator Presipitasi Factor presipitasi atau pemicu dari gangguan orientasi realita. Pemicunya adalah precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. 11
Pemicunya yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptive berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu. Halusinasi dapt terjadi juga karena respon metabolic terhadap stress. Stress yang berlebih dapat mengganggu system metabolisme tubuh yang akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogenik, yang dapat menyebabkan terjadinya halusinasi. ( Stuart and Sundeen, 1998 ). F. Tanda dan Gejala Seseorang yang mengalami halusinasi akan menunjukan beberapa perubahan dalam berbagai segi yaitu : segi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. 1. Segi Fisik Seseorang yang mengalami halusinasi dalam menggunakan pakaian tidak sesuai, misalnya : memakai sweater saat cuaca panas, dan pada saat dingin tidak memakainya, mungkin lupa mengikat sepatu, menutup resleting, kurang memperhatikan personal hygiene yaitu malas gosok gigi, mandi, tidak menyisir rambut, dan tidak ganti pakaian. 2. Segi Emosi Klien dengan halusinasi efeknya tidak sesuai, emosinya tidak sesuai dengan stimulus yang ada. Terjadi kecemasan yang berat, terdapat perasaan berdosa, mudah tersinggung dan bermusuhan. 3. Segi Intelektual Dalam hal segi intelektual terdapat gangguan menilai dan berfikir, motivasi dalam dirinya kurang, isi pikirannya tidak logis dan tidak realitas. Terjadi regresi 12
yaitu menghindari stress terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan yang lebih awal dan depresi, serta dalam komunikasi klien sering berbicara sendiri, sirkumtantial. ( pembicaraannya berbelit belit, tapi sampai pada tujuan pembicaraannya ) 4. Segi Sosial Klien yang mengalami halusinasi cenderung menarik diri dari orag lain, tidak percaya pada orang lain. Sehingga terjadi gangguan dalam berhubungan dengan orang lain. 5. Segi Spiritual. Klien mengalami perasaan mudah putus asa serta kualitas hidupnya menurun karena tidak dapat mengatasi stress dan cemas. G. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang sering digunaka klien dengan halusinasi adalah proyeksi yaitu mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tenggung jawab kepeda orang lain atau sesuatu benda. H. Masalah keperawatan Adapun masalah yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi antaralain adalah: 1. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, oranglain, maupun lingkungan 2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi penglihatan 3. Isolasi sosial : menarik diri 13
I. Pohon Masalah 4. Gangguan konsep diri : hargadiri rendah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Perubahan persepsi sensori : halusinasi penglihatan ( core problem ) Isolasi sosial : menarik diri Gangguan konsep diri : hargadiri rendah ( Keliat, 1998 ) J. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi penglihatan 2. Perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri 3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan hargadiri rendah K. Fokus Intervensi 1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi. a. TUM Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain 14
b. TUK 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya 1.1. Mengapa klien dengan ramah baik verbak maupun non verbal memperkenalkan diri dengan sopan tanyakan nama lengkap klien dan nama yang disukai klien. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukan skap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. 2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan keperawatan 2.1. Adakan kontak sering singkat 2.2. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya 2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya Tanyakan apakah ada suara / sesuatu yang dilihat oleh klien / didengar klien Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan / dilihatnya Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara. melihat itu, namun perawat sendiri tidak mendengar / melihatnya Katakan bahwa perawat akan membantu klien 2.4. Diskusikan dengan orang lain 15
Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( marah, senang, sedih, pagi, sore, siang ) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya 2.5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi ( takut, senang, sedih ) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya 3.1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri, dan lain lain ) 3.2. Diskusikan manfaat cara baru untuk mengontrol / halusinasi yang dilakukanklien, jika bermanfaat beri pujian. 3.3. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi. Katakan saya tidak mendengar / tidak mau lihat kamu ( pada saat halusinasi terjadi ) Menemui orang lain ( perawat temui anggota keluarga ) untuk bercakap cakap tentang halusinasi yang dilihat / didengar. Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak muncul 3.4. Bantu jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak muncul bertahap. 4. Klien mendapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya 16
4.1 Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi. 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung) Gejala halusinasi yang dialami klien Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan, halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain. 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik 5.1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat 5.2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan rasakan manfaatnya 5.3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip tukar 5.4. Diskusikan akibat berhenti obat obat tanpa konsultasi. 2. Perubahan Persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri. a. TUM 17
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain b. TUK 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan keperawatan 1.1. Bila hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapentele. 2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Tindakan keperawatan 2.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda tandanya 2.2. Beri kesempatan kepeda klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak bergaul. 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan 3.1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain 3.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.3. Diskusikan bersama klien tentang kunjungan berhubungan dengan orang lain 3.4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan pengungkapan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 18
3.5. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 3.6. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 3.7. Beri reinforcement positif terhadao kemampuan pengungkapan perasaan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap. Tindakan keperawatan 4.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. 4.2. Dorong dan batu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap K-P, K-P-P lain K lain, K-P-keluarga / kelompok / masyarakat. 4.3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai 4.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan 4.5. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan 4.6. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam ruangan. 5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan 5.1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain. 5.2. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain. 19
6. Klien dapat memperdayakan system pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan 6.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga 6.2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang penyebab, akibat menarik diri dan cara menghadapi klien. 6.3. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan pada klien untuk berkomunikasi dengan orang orang lain dan beri reinforcement keluarga. ( Kelliat, 1998 ) 20