BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB V RANCANGAN PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii

OPTIMASI PENGERINGAN PADA PEMBUATAN KARAGINAN DENGAN PROSES EKSTRAKSI DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT. Jl. Kentingan No. 36 A Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. adalahberasal dari jenis Coturnix-coturnix japonica. Adapun klasifikasi zoologi

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

RUMPUT LAUT SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PENGGANTI BLENG DALAM PEMBUATAN KERUPUK KARAK YANG AMAN BAGI KESEHATAN

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2000, dimana dalam satu tanaman biasanya menghasilkan 1 Kg buah. Dalam satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran tanpa

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang 70 % dari wilayahnya terdiri dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

METODOLOGI PENELITIAN

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak 40,6%

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

Bab III Bahan dan Metode

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oven Oven adalah alat untuk memanaskan memanggang dan mengeringkan. Oven dapat digunakan sebagai pengering apabila dengan kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang cukup. Pengeringan menggunakan oven lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan panas matahari. Akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang dikeringkan. Penggunaan oven biasanya digunakan untuk skala kecil. Oven yang paling umum digunakan yaitu elektrik oven yang dioperasikan pada tekanan atmosfer dan yang terdiri dari beberapa tray didalamnya, serta memiliki sirkulasi udara didalamnya. Berikut ini merupakan salah satu contoh oven elektrik, gambar 1. Gambar 1. Oven universal memert tipe UN110 Kelebihan dari oven adalah dapat dipertahankan dan diatur suhunya, pengeringan dengan oven laju pengeringan yang lebih cepat dibandingkan dengan 4

cara pengeringan yang lain, kelarutan produk karagenan yang mudah larut dalam air, dan harga alat oven yang lebih murah dibandingkan yang lain serta mudah cara pengoperasiannya. Apabila oven tidak memiliki fan dan sirkulasi didalamnya maka pintu oven harus dibuka sedikit agar ada sirkulasi udara didalam oven, sehingga karamelisasi tidak terjadi. Bahan yang akan dikeringkan diletakkan pada traytraynya, bila oven yang digunkan memiliki sirkulasi, pintu oven harus ditutup agar suhu didalam tetap terjaga. Pengeringan dengan oven menggunakan udara panas. (Harrison, 2010). 2.2 Prinsip Dasar Pengeringan (Drying) Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus di sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan (Rahmawan, 2011). Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang 5

di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi terhambat (Rahmawan, 2011). Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas listrik (Rahmawan, 2011). Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat bahan yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan dengan kadar air dan aktivitas air (aw), sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H) (Rahmawan, 2011). 2.3 Humidity Humidity merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Humidity biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat 6

bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010). Humidity berkurang disebabkan oleh perbedaan tekanan uap antara permukaan bahan dan lingkungan (Sitkei and Georgy, 2006). Semakin rendah humidity bahan maka kemampuan untuk menyerap uap panas semakin kecil, sebaliknya semakin besar humidity nahan maka akan semakin besar kemampuannya untuk menyerap uap panas. Humidity dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Wt Ws Ws.. (1) Dengan Xt humidity (%), Wt berat karagenan pada waktu t (gr), dan Ws berat karagenan pada waktu tak hingga (gr). 2.4 Laju Pengeringan Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari: a) Lapisan yang terbuka, b) Perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, c) Koefisien pindah massa, dan Kecepatan aliran udara pengering (Nurba, 2010). Laju pengeringan bahan pangan dengan kadar air awal di atas 70% 75% basis basah, selama periode awal pengeringan, laju pengeringan ditinjau dari tiga 7

parameter pengeringan eksternal yaitu kecepatan udara, suhu udara dan kelembaban udara. Jika kondisi lingkungan konstan, maka laju pengeringan akan konstan. Sedangkan laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji (Nurba, 2010). Proses pengeringan dengan laju menurun sangat tergantung pada sifat-sifat alami bahan yang dikeringkan. Laju perpindahan massa selama proses ini dikendalikan oleh perpindahan internal bahan (Istadi et al., 2012). Periode laju pengeringan menurun meliputi 2 proses yaitu perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan ke udara sekitar (Henderson and Perry, 1976). Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun (Nurba, 2010). Menurut Henderson and Perry (1976) dalam bukunya menyatakan bahwa kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji. Proses pengeringan berlangsung sampai kesetimbangan dicapai antara permukaan dalam dan permukaan luar bahan dan antara permukaan luar bahan dengan lingkungan. Pada tahap awal, dimulai dengan masa pemanasan singkat dengan laju pengeringan maksimum dan konstan. Dalam tahap pengeringan ini, kadar air melebihi kadar air maksimum higroskopis diseluruh bagian dalam bahan. Dalam hal ini, tingkat pengeringan bahan tertentu tergantung pada karakteristik 8

bahan yaitu suhu bahan, kelembaban relatif dan kecepatan udara pengeringan (Sitkei and György, 2010). Laju pengeringan dapat dihitung berdasarkan humidity (Xt) dalam bahan dan waktu pengeringan dengan persamaan berikut: R= - Ws. dxt (2) A dt Dimana R merupakan laju pengeringan (gr/cm 2 menit), Ws berat kering sampel saat waktu tak hingga (gr), A luas permukaan sampel (cm 2 ), Xt humidity dalam bahan (%), dan t fungsi waktu (menit). Laju penguapan air adalah banyaknya Air yang diuapkan setiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu (Yadollahinia et al., 2008). 2.5 Rumput Laut Istilah rumput laut dari segi botanis (ilmu tumbuhan) tidaklah tepat, namun karena sudah biasa dipakai dalam istilah perdagangan di Indonesia maka istilah tersebut masih dipakai sampai sekarang. Rumput laut merupakan terjemahan harfiah dari bahasa Inggris seaweeds yang diartikan sebagai tumbuhan pengganggu. Tumbuhan ini bukanlah rumput yang tumbuh di laut karena tidak termasuk rumput (graminae) ataupun tumbuhan pengganggu yang merupakan tumbuhan tingkat tinggi (spermatophyta) yang umum tumbuh di darat. Rumput laut juga tidak sama dengan lamun (seagrass) karena lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi yang tumbuh menetap di perairan laut. (Nontji, 2013) Rumput laut adalah alga tetap yang tumbuh melekat pada substrat-substrat yang kokoh, seperti batu karang, tiang-tiang pancang, dan batok atau kulit kerang. Ia 9

terkungkung pada rumbai-rumbai benua dan pulau-pulau dan di puncak gosonggosong atau gunung-gunung bawah laut, di mana didapatinya tempat melekat dan cukup cahaya untuk berfotosintesis. (Zottoli & McConnaughney, 2008). Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (duadua terus menerus), pinnate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 2007) Menurut Zottoli dan McConnaughney (2008), secara taksonomi rumput laut dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (yang terdiri dari 3 kelas berdasarkan kandungan pigmennya yaitu: Rhodophyta (ganggang merah), Phaeophyta (ganggang cokelat), dan Chlorophyta (ganggang hijau). Pada setiap kelas memilki karakteristik yang berbeda-beda seperti pada tabel 1. 10

Tabel 1. Karakteristik dari Rumput Laut pada Masing-Masing Kelas Jenis Pigmen Zat Penyusun Habitat Rumput Laut Dinding Sel Hijau Klorofil a, klorofil b dan Selulosa Air (Chlorophyta) karotenoid (siponaxantin, asin; siponein, lutein, violaxantin, Air dan zeaxantin) Tawar Merah Klorofil a, klorofil d dan CaCO 3 (kalsium Air Laut, (Rhodophyta) pikobiliprotein (pikoeritrin dan karbonat),selulosa Sedikit pikosianin). dan produk Di Fotosintetik Air berupa karaginan, Tawar agar, fulcellaran dan porpiran Coklat Klorofil a, Klorofil c (c 1 dan c 2) Asam alginat Laut (Phaeophyta) dan karotenoid (fukoxantin, violaxantin, zeaxantin) Pirang Karoten; xantofil Silikon Laut; (Chrysophyta) Air Tawar Rhodophyta atau alga merah mempunyai identitas biologis sebagai berikut; dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk, reproduksinya seksual dengan karpogonia dan spermatia, pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel diujung thallus) dan multiaksial (banyak sel di ujung thallus), alat pelekat (holdfast) terdiri dari sel tunggal atau sel banyak, memiliki figmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (warna merah), bersifat adaptasi kromatik yaitu memiliki penyusaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli seperti: warna merah tua, merah muda, pirang, abu - abu, kuning, dan hijau, dan dalam dinding selnya tersusun dua lapisan yaitu lapisan dalam yang keras banyak mengandung selulosa dan lapisan luar yang terdiri dari substansiter pektik yang mengandung agar dan carragenan. (Aslan, 2009). 11

2.5.1. Eucheuma Cottoni Gambar 2. Eucheuma cottonii Sumber: Soegiarto et al, (2007) Eucheuma cottoni merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae (alga merah) yang mampu menghasilkan karagenan. Eucheuma dikelompokkan menjadi beberapa spesies yaitu Eucheuma edule, Eucheuma spinosum, Eucheuma cottoni, Eucheuma cupressoideum dan masih banyak lagi yang lain. Kelompok Eucheuma yang dibudidayakan di Indonesia masih sebatas pada Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum. Eucheuma cottoni dapat menghasilkan kappa karagenan dan telah banyak diteliti baik proses pengolahan maupun elastisitasnya. Sedangkan Eucheuma spinosum mampu menghasilkan iota karagenan. Dewasa ini rumput laut jenis Eucheuma spinosum banyak dibudi dayakan. Akan tetapi rumput laut jenis ini masih belum banyak diteliti bagaimana cara eksktraksi untuk menghasilkan iota karagenan maupun komposisi kimia yang dikandung iota karagenan. 12

Tabel 2. Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma cottoni Komposisi Satuan Kandungan (%berat kering) Kadar Air % 13,90 Protein % 2,67 Karbohidrat % 0,27 Lemak % 5,7 Serat kasar % 0,9 Abu % 17,09 Mineral Ca ppm 29,92 Mineral Fe (ppm) ppm 0,12 Mineral Pb ppm 0,04 Thiamin mg/100gr 0,14 Riboflavin mg/100gr 2,7 Vitamin C (mg/100g) mg/100gr 12 Karagenan % 61,5 Sumber: Soegiarto dan Soelistijo (2008) Klasifikasi dari Eucheuma cottoni adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Ganus Spesies : Plantae : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Solieracea : Eucheuma : Eucheuma cottoni Dari segi morfologi Eucheuma cottoni yaitu: permukaan licin, cartilogeneus, thalli (kerangka tubuh tumbuhan) bulat silindris atau gepeng, warnanya merah, abuabu, hijau kuning, dan hijau, bercabang berselang tidak teratur, Dichotomous atau trikhoyomous, memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines, 13

dan substansi thalli gelatinus dan kartilagenus (lunak seperti tulang rawan). Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abuabu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyusaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan, 2009) Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan mebentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja, 2013). 2.5.2. Manfaat Rumput Laut Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi penting karena penggunaannya yang luas. Menurut Anggadiredja, et al., (2008), ada beberapa manfaat dari rumput laut antara lain : 1) Rumput laut sebagai bahan pangan Rumput laut sebagai bahan pangan umumnya dikonsumsi dalam bentuk lalapan, dibuat acar, dimasak sebagai sayur, dibuat urap atau ditumis. 2) Rumput laut dalam industri farmasi Beberapa jenis rumput laut digunakan sebagai obat-obatan tradisional seperti antiseptik, obat cacing, bronchitis, asma, batuk, bisul, mimisan, gangguan pencernaan, gangguan kekurangan iodium dan obat penyakit urinari. Metabolit 14

primer dari rumput laut merupakan senyawa polisakarida yang bersifat hidrokoloid seperti agar-agar, alginat, karagenan dan fulcelaran. 3) Rumput laut dalam industri makanan Hasil ekstrak rumput laut seperti karagenan, agar dan alginat banyak digunakan dalam industri makanan. Misalnya karagenan sebagai bahan suspense dalam yohgurt, penstabil dalam es krim dan pencegah sineresis dalam keju. Agaragar dapat digunakan dalam pembuatan jelly, es krim dan permen. 2.6 Karagenan Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah), biasanya Chondrus crispus, Eucheuma cottonii, dan Eucheuma spinosum. Jenis algae yang mengandung karagenan adalah dari marga Eucheuma. Karagenan diperoleh dari tumbuhan laut Chondrus cripus yang diekstraksi menggunakan alkali panas dan diikuti dengan proses dekolorisasi dan pengeringan. Karagenan merupakan polisakarida linier, khususnya galaktan dengan residu galaktosa yang terikat dengan alternatif ikatan α-(1,3) dan β-(1,4). Pada umumnya ikatan galaktosa β-(1,4) muncul sebagai 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mungkin terdapat grup ester sulfat pada beberapa atau seluruh unit galaktosa (Fardiaz, 2009). Menurut Glicksman (2008) secara alami terdapat tiga fraksi karagenan, yaitu kappa-karagenan, lambda-karagenan serta iota-karagenan. Kappa karagenan merupakan fraksi yang peka terhadap ion kalium, terdiri dari unit-unit galaktosa 4- sulfat yang berikatan (1,3) dan 3,6-anhidro-D-galaktosa berikatan (1,4). Lambda- 15

karagenan tersusun dari 1,4-galaktosa-2,6-disulfat dan 1,3-galaktosa-2-sulfat. Sedangkan iota-karagenan mempunyai monomer primer 1,3-galaktosa-4-sulfat dan 3,6 anhidro-d-galaktosa-2-sulfat berikatan (1,4). Sifat-sifat kappa, iota, dan lambda karagenan terdapat pada tabel 3. Karakteristik Tabel 3. Karakteristik bahan pembentuk gel jenis karagenan Jenis bahan pembentuk gel Kappa Iota Lambda Kelarutan dalam air dan susu Larut pada suhu lebih dari 70 o C Larut pada suhu lebih dari 70 C Larut air dingin dan panas Kelarutan dalam larutan garam Tidak larut Larut dalam Panas Larut dalam panas Kelarutan dalam larutan gula Larut dalam Panas Tidak larut Larut dalam panas Kelarutan dalam Etanol Tidak larut di atas 20 % Tidak larut di atas 20 % Tidak larut di atas 20 % Viskositas larutan Rendah Menengah Tinggi Kisaran ph optimal 4-10 4-10 4-10 Kisaran padatan 0-40 % 0-20 % 0-80 % terlarut optimal Kondisi pembentukan gel Tekstur Suhu pembentukan Ada ion K, Ca atau Na, suhu di bawah suhu pembentukan Kuat, rapuh, kerapuhan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Ca serta menurunnya locust bean gum termoreversibli Meningkat dengan meningkatnya Ada ion K, Ca atu NA, suhu di bawah suhu pembentukan Lembut, kohesif, termoreversible Meningkat dengan meningkatnya Tidak membentuk gel Tidak membentuk gel Tidak membentuk gel 16

Kekuatan gel konsentrasi ion K, Na, dan gula Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, Ca, dan locust bean gum konsentrasi ion K, Na, Ca, Gula dan Locust bean gum Meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion K, Na, dan Ca Sumber: Fardiaz, (2009) Tidak membentuk gel Daya larut karagenan dalam air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : tipe karagenan, ion, bahan pelarut lainnya, suhu, dan ph. Karagenan beserta garam-garamnya diklasifikasikan dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe) yang digunakan pada taraf GMP (Good Manufacturing Practices) yaitu suatu jumlah bahan yang ditambahkan kedalam makanan tidak lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengaruh yang diinginkan. Struktur kimia dari karagenan ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur kimia karagenan 17

Karagenan dalam jumlah secukupnya dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai pembentuk gel, penstabil, pengental (thickener), pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi terutama pada produk-produk jelly, permen, sirup, dodol, nugget, produk susu, bahkan untuk industri komestik, tekstil, cat, obat-obatan dan pakan ternak (Suptijah, 2012). Di dalam Fardiaz (2009) yang mengacu pada Food Chemical Codex III pada tahun 2006 menyatakan bahwa karagenan seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : Arsenik (sebagai As) tidak boleh lebih dari 3 ppm(0.0003 %) Abu (tidak larut asam) tidak lebih dari 1.0 % Abu (total) tidak lebih dari 35.0 % Logam berat (sebagai Pb) tidak boleh lebih dari 40 ppm (0.004 %) Timah hitam tidak boleh lebih dari 10 ppm (0.001 %) Kehilangan pada pengeringan tidak lebih dari 12 % Sulfat Antar 18.0 dan 40.0 % (berat kering) Kekentalan dari larutan 1.5 % tidak kurang dari 5 cps pada 75 C Menurut Winarno (2012), standar mutu karagenan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendap alkohol 0,7 dan kadar air 15% pada RH 50 dan 25 % pada RH 70 penggunaan ini biasanya dilakukan pada konsentrasi serendah 0,005 % sampai setinggi 3 % tergantung produk yang ingin diproduksi. Sedangkan sifat fisik karagenan yang sesuai standar SIGMA Type I grade (9000-07-1) adalah sebagi berikut: gel strength (187,6318 gr/cm2), melting point (57-64 o C), setting point (40 o C), dan kelautan dalam air mudah. 18

2.6.1 Jenis dan Manfaat Karaginan Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Kappa karagenan tersusun dari (1->3) D-galaktosasulfat dan (1->4) 3,6 Anhidro-D-galaktosa. Iota karagenan mengandung 4 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-d-galaktosa. Sedangkan lambda karagenan memiliki residu disulphated (1-4) D-galaktosa. Perbedaan yang lain adalah kelarutan pada media pelarut. Karagenan sangat penting peranannya sebagi stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industry makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industry lainnya (Winarno, 2012) Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), synresis inhibitor (mencegah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadireja dkk, 2013). 2.6.2 Sifat Dasar Karagenan Sifat dasar karaginan terdiri dari 3 tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lamda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas ph. Berikut ini beberapa sifat karagenan : 1. Dalam air dingin, seluruh garam dari lambda karagenan dapat larut, sedangkan pada kappa dari iota karagenan hanya garam natrium yang larut. 19

2. Lambda karagenan larut dalam air panas (temperature 40-60 0 C). Kappa dari iota karagenan larut temperature di atas 70 0 C. 3. Kappa, lambda, dan iota karagenan larut dalam susu panas. Dalam susu dingin, kappa dan iota tidak larut, sedangkan lambda karagenan akan membentuk dispersi. 4. Kappa karagenan dapat membentuk gel dengan ion kalium, sedangkan iota karagenan membentuk gel dengan ion kalsium. Lambda karagenan tidak dapat membentuk gel. 5. Semua jenis karagenan stabil pada ph netral dan alkali. Pada ph asam karagenan akan terhidrolisis. 2.7 Pembuatan Karagenan 2.7.1 Isolasi Karagenan Rumput laut basah yang sudah bersih dan dipotong-potong dengan ukuran panjang ± 0,5 cm dikeringkan di bawah sinar matahari. Dua puluh lima gram rumput laut direndam dalam larutan KOH 0,2 N selama 1 hari, setelah itu dicuci bersih sampai larutan berph netral. Selanjutnya, rumput laut diekstraksi dengan aquades sebanyak 750 ml pada suhu 80-90 C dengan pemanas water bath, dan diaduk menggunakan pengaduk berkecepatan 300 rpm selama 30 menit. Volume larutan dijaga konstan dengan menambahkan aquades panas setiap saat. Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan penyaringan dalam keadaan panas untuk memisahkan filtrat dan ampas rumput laut dengan menggunakan saringan. Larutan dipekatkan 20

sampai volumenya menjadi setengah volum mula-mula. Selanjutnya filtrat kental ini dikeringkan (Fadillah, dkk.2010) 2.7.2 Pengeringan Karagenan Karagenan cair dituangkan ke dalam cetakan alumunium foil dengan berat + 5g dan luas permukaan sampel 36 cm 2, lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 o C. Karagenan diambil dan ditimbang setiap 15 menit sampai berat konstan. Percobaan diulangi untuk variasi suhu lain (70, 80, 90, dan 100 o C). Humidity dalam sampel setiap varisasi suhu ditentukan. (Fadillah, dkk.2010) 21