BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

dokumen-dokumen yang mirip
Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB IV KESIMPULAN. Di era yang kini semakin banyak seniman-seniman tari yang semakin kreatif

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Seni Tari Sebagai Hasil dari Kreativitas Manusia. dan lagu tersebut. Perpaduan antara olah gerak tubuh dan musik inilah yang

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

PENDIDIKAN SENI PROSES PEMBENTUKAN MELALUI SENI. Zakarias S. Soeteja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

WAYANG TOPENG MALANGAN ERA TAHUN (Studi Pengaruh Kebijakan Politik dan Kontribusi Pembelajarannya di SLTA) Oleh : Woro Windarti ¹ 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB VI SIMPULAN. Politik kebudayaan Jawa Surakarta pascaproklamasi. kemerdekaan Indonesia dapat dipahami dalam dua hal, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERTAHANAN BUDAYA TOPENG MALANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bagong Kussudiardja adalah seniman besar Indonesia yang mengabdikan

TRANSFORMASI ARTISTIK-SIMBOLIK WAYANG TOPENG DI KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Destri Srimulyan, 2013

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

3. Karakteristik tari

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pagelaran Wayang Ringkas

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan suatu pola hidup yang kompleks, namun menjadi

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi.

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB IV PENUTUP. mempertahankan adat istiadat yang telah diwariskan oleh generasi terdahulu secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masuknya pengaruh Islam merupakan pelabuhan yang penting di pesisir utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. mengenal ketoprak. Ketoprak berasal dari kata tok dan prak yaitu bunyi dari kentongan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013

23. URUSAN KEBUDAYAAN

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. depan yang lebih baik untuk memperbaiki budaya saat ini. Seperti yang dikatakan

BAB V PENUTUP. 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Wayang Rumput (Wayang Suket) Menurut berbagai sumber, pada mulanya Wayang Rumput (Wayang

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak tahun 1980. Perkenalan itu terjadi ketika peneliti belajar menari di Sanggar Tari Laras Budi Wanita di Kota Malang. Penari wayang topeng yang pertama peneliti kenal adalah Moch. Soleh Adi Pramana (sebagai pelatih tari) Cucu Tirtowinoto, dalang wayang topeng dari Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Berikutnya peneliti mengenal Taslan Harsono, putra Karimun, pemimpin organisasi Wayang Topeng Asmarabangun dari Desa Kedungmangga, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Sejak tahun 1976, wayang topeng di Malang mulai terangkat kembali. Pada saat itu pemerintah Provinsi Jawa Timur menggiatkan seniman tradisional di daerahdaerah untuk menggali potensinya melalui festival tari daerah (Chattam, wawancara, 30 Mei 2011). Seiring program itu ada perubahan orientasi materi yang diajarkan dalam sanggar tari di Malang. Peneliti yang pada waktu itu masih sebagai siswa sanggar tari, belum menyadari adanya perubahan orientasi materi tari, karena materi pembelajaran tari di sanggar-sanggar di Kota Malang umumnya adalah tari Jawa gaya Surakarta. Selain mengajar di sanggar tari, seniman-seniman tari yang tergabung dengan Dewan Kesenian Malang (DKM) ikut serta menggairahkan iklim perubahan materi pembelajaran tari di sanggar-sanggar. Beberapa aktivis memrogramkan observasi 1

dan mendorong pembelajaran tari Jawa Timur, khususnya Remo. Program yang diselenggarakan Kepala Seksi Kebudayaan Kota Malang bekerja sama dengan DKM mementaskan sendratari kolosal dan tari massal yang mengangkat materi gerak tari wayang topeng. Peneliti pada waktu itu belum mengetahui secara mendalam tentang usaha kreatif yang bersumber dari wayang topeng. Bahkan, wayang topeng itu disajikan berlakon. Di Sanggar Laras Budi Wanita dan di Dewan Kesenian Malang peneliti hanya mempelajari materi tari tokoh. Peneliti belajar tari tokoh wayang topeng, yaitu Tari Klana Sewandana. Materi itu dilatih oleh Moch. Soleh Adi Pramana. Beberapa tahun kemudian, peneliti baru menyadari bahwa materi tari topeng itu adalah hasil produksi SMKI (Sekolah Menengah Kesenian Indonesia) Surabaya yang dikemas oleh Munardi. Sumber materi tari dari Wayang Topeng Jabung (Munardi, 1980:11) Pada tahun 1980, peneliti pertama kali berada di Yogyakarta, belajar seni tari di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, kemudian tahun 1982 menuntut ilmu di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Yogyakarta. Peneliti pernah terlibat sebagai penari dalam karya ujian Moch. Soleh Adi Pramana. Sumber garapannya adalah Tari Grebeg. Karya kelas Koreografi III yang diajukan oleh Moch. Soleh Adi Pramana itu dititikberatkan pada penggarapan pola lantai. Formasi yang digarap berpola melingkar ke kanan dan ke kiri yang disebut ngendali. Koreografi semacam itu belum pernah peneliti lakukan dan saksikan pada penyajian wayang topeng di Malang. 2

Peneliti pada tahun 1982, mulai aktif menulis di surat kabar, bahkan beberapa kali menulis tentang Wayang Topeng Malang di beberapa koran Malang dan Surabaya. Sumber utama informasi tulisan itu adalah hasil wawancara dengan Moch. Soleh Adi Pramana, Chattam AR., Taslan Harsono, dan Karimun, serta mengamati pertunjukan wayang topeng di Desa Kedungmangga dan Jabung. Peneliti mulai menyadari bahwa wayang topeng bukan pertunjukan yang sederhana, tetapi gerakan, adegan, dan gending-gendingnya memiliki teknik yang khas. Chattam AR. menyebutnya sebagai barang lawas. Peninggalan seniman pada masa lalu (Chattam AR. wawancara 14 Juni 2010). Sejalan dengan pengalaman mempelajari wayang topeng di Malang, peneliti beberapa kali terlibat menjadi penari, penulis naskah koreografi, dan peñata kostum karya Chattam AR. dan Moch Soleh Adi Pramana yang bersumber dari wayang topeng. Peneliti juga ikut serta dalam beberapa seminar tentang wayang topeng yang diselenggarakan di Malang dan Surabaya. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian tentang wayang topeng. Pada tahun 2002-2005, ketika menempuh S-2 di ASKI (Akademi Seni Karawitan Indonesia) Surakarta (sekarang ISI Surakarta) mengangkat wayang topeng sebagai subjek penelitian untuk tesis. Pendekatan yang digunakan adalah strukturalisme model Levi Strauss. Pertimbangan pendekatan itu adalah menggali nilai-nilai lokal yang tersimpan dalam struktur pertunjukan. Peneliti semula menduga-duga, kemampuan wayang topeng bertahan hingga waktu yang lama itu, yaitu dimungkinkan adanya regulasi fungsi, misalnya 3

hubungan dengan ritual tradisional yang diyakini oleh masyarakat desa. Moch Soleh Adi Pramana yang telah memperoleh pendidikan seni tari dari ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) Yogyakarta. Pramana sangat gigih menekuni wayang topeng di desa kelahirannya, Tumpang. Bahkan secara sungguh-sungguh memperdalam keterampilan mendalang, khususnya untuk pengruwatan. Perkumpulan wayang topeng yang dipimpin Moch. Soleh Adi Pramana seringkali diminta masyarakat desa memeriahkan pesta pernikahan atau khitanan. Demikian juga Karimun, pimpinan wayang topeng di Desa Kedungmangga juga sering menghibur masyarakat dalam pesta pernikahan dan khitanan. Fenomena ini menguatkan dugaan peneliti, bahwa kemampuan wayang topeng bertahan hidup karena ada penyesuaian fungsi dalam kehidupan masyarakat penyangganya. Terkait dengan aspek fungsi, wayang topeng digunakan sebagai sarana ritual tradisional di beberapa desa. Pergelaran wayang topeng dalam bersih desa sudah dilaksanakan sejak zaman kakek Karimun yang bernama Serun (Karimun, wawancara 20 Mei 2004). Peneliti mulai mempelajari wayang topeng lebih dalam melalui tulisan Sal Murgiyanto dan Munardi (1979/1980) dalam buku berjudul Wayang Topeng Malang: Pertunjukan Dramatari Tradisional di Daerah Kabupaten Malang, tulisan Soenarto Timoer berjudul Topeng Dhalang di Jawa Timur (1979/1980); dan tulisan Supriyanto dan Moch. Soleh Adi Pramana berjudul Dramatari Wayang Topeng Malang (1997). Buku dan beberapa makalah seminar pada umumnya memaparkan persebaran dan fungsi wayang topeng di wilayah 4

Malang Raya (Kabupaten, Kota, dan Batu). Wayang topeng untuk menghibur masyarakat dalam hajatan pernikahan dan khitanan. Pada saat mengadakan penelitian wayang topeng melalui pendekatan strukturalisme, peneliti mulai menyadari bahwa wayang topeng di Malang memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat, yaitu dalam sistem kekerabatan. Masyarakat memahami wayang topeng tidak hanya sebatas pertunjukan, tetapi ada nilai sosial dan spiritual. Akan tetapi, pertanyaan tentang kemampuan wayang topeng bertahan hidup di beberapa desa di Malang masih belum terjawab. Kemampuan wayang topeng yang mampu bertahan sebagai aktivitas berkesenian salah satunya adalah wayang topeng di Desa Kedungmangga. Pada tahun 2003 di Desa Kedungmangga diselenggarakan bersih desa secara besar-besaran dengan menggelar wayang topeng dan wayang kulit. Upaya ini dimaksudkan untuk menarik minat masyarakat umum agar menyaksikan perhelatan tradisional itu. Hal ini semakin membuat peneliti ingin mengetahui secara lebih mendalam, tentu upaya-upaya dari seseorang atau sekelompok orang yang membuat wayang topeng tetap bertahan hidup. Bahkan, pada tahun 2010, Suroso, cucu Karimun menggagas menampilkan wayang topeng setiap bulan. Tujuannya untuk menarik minat masyarakat umum agar bersedia datang menonton. Peneliti mulai menaruh perhatian terhadap seniman-seniman tradisional di beberapa desa di Malang. Mereka hidup sebagai petani, tetapi masih juga semangat tampil menari di berbagai event. Bahkan dengan semangat yang terus tumbuh, 5

pergelaran demi pergelaran tetap mereka laksanakan. Organisasi yang dipimpin oleh para penggerak wayang topeng tidak profesional. Mereka tidak memiliki panduan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pada umumnya organisasi hanya mempunyai nomor induk kesenian. Peneliti mulai memfokuskan perhatian pada kemampuan wayang topeng di Malang tetap bertahan hidup dalam aspek estetika yang bersifat simbolik, karena hasil penelitian S-2 di ISI Surakarta. Hasil penelitian itu mengarahkan peneliti tentang makna struktur simbolik Wayang Topeng Malang. Ringkasan tesis itu telah diterbitkan sebagai buku berjudul Wayang Topeng Malang pada tahun 2008 (Hidajat, 2008). Peneliti menyadari tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan wayang topeng yang benar-benar menyatu dan menjadi bagian integral dari kehidupan sosialnya. Asumsi ini mengarahkan peneliti menetapkan pendekatan dan objek yang spesifik, yaitu perkumpulan Wayang Topeng Asmarabangun di Desa Kedungmangga. Fokus kajian penelitian adalah transformasi artistik-simbolik pertunjukan tradisional. Aspek artistik dalam penampilan pertunjukan terkait erat dengan simbolik, yaitu berhubungan dengan pemahaman tentang makna sosial masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam pertunjukan wayang topeng berimplikasi terhadap wujud, bentuk, dan fungsi. Perubahan sistem sosial masyarakat di Desa Kedungmangga tentu terkait dengan fungsi pertunjukan wayang topeng. Keyakinan spiritual masyarakat di Desa 6

Kedungmangga terhadap roh leluhur di pundhen desa dan pergelaran wayang topeng dalam ritual bersih desa sebagai titik tolak memahami kondisi sosial masyarakatnya. Andrew Beatty memandang ritual tradisional jika diperhatikan dari sudut masyarakat penyelenggaranya adalah upaya mengomunikasikan tata nilai sosial; representasi kolektif dan keteraturan sosial (Beatty, 2001:37). Memerhatikan perubahan fungsi wayang topeng di Desa Kedungmangga sebagai pertunjukan dalam ritual bersih desa dimungkinkan mengkaji transformasi artistik-simbolik. Berdasarkan kondisi dan interaksi sosial pemangku, dan juga hadirnya orang lain yang memiliki keberpihakan, atau adanya interes lembaga sosial dan instansi pemerintah daerah, sehingga wayang topeng di Desa Kedungmangga semakin potensial untuk dilakukan kajian mendalam. Tokoh masyarakat yang menggerakkan aktivitas ritual dan penampilan wayang topeng dapat disebut sebagai pemangku kepentingan. Keberadaannya melekat dalam suatu sistem sosial masyarakat. Peran mereka bersifat fungsional karena individu memiliki peran memegang otoritas dalam keberlangsungan aktivitas ritual dan penampilan wayang topeng. Perubahan peran dan fungsi sosial pemilik otoritas tentu berpengaruh dalam aspek simbolik sehingga pergelaran topeng mengalami perubahan makna. Dengan demikian, perubahan struktur dan sistem sosial berpengaruh terhadap artistik dan simbol transformasi. Ritual dan pertunjukan memiliki keterkaitan yang erat antara peran individu dan masyarakat (Djelantik, 2003:116). Hal ini merupakan tindakan mengomunikasikan 7

tata nilai antarindividu dan masyarakat. Di samping itu, para penyelenggara aktivitas ritual dan pertunjukan wayang topeng mempunyai cara menjalin hubungan negosiasi untuk menempatkan posisi tata nilai dalam masyarakat penikmat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji transformasi artistik-simbolik pertunjukan wayang topeng di Desa Kedungmangga, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Organisasi wayang topeng di Desa Kedungmangga sudah dikenal pada tahun 1915 yang dibina Kiman, ayah Karimun (Murgiyanto & Munardi, 1979/1980:13). Berdasasrkan hal itu, perkumpulan wayang topeng di Desa Kedungmangga merupakan subjek penelitian ini sangat potensial. Pergantian generasi ke generasi, perubahan sosial masyarakat, situasi sosial, dan pengaruh situasi politik menjadikan kajian ini bersifat kompleks. B. Identifikasi dan Lingkup Masalah Berdasarkan paparan di atas, identifikasi dan ruang lingkup masalah penelitian ini difokuskan pada kajian transformasi artistik-simbolik kelompok Wayang Topeng Asmarabangun di Desa Kedungmangga, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Ruang lingkup kajian wayang topeng ditujukan pada aspek fungsi bagi masyarakat pemangkunya. Ada tiga fokus lingkup permasalahan, yaitu (a) identifikasi transformasi artistik-simbolik wayang topeng yang dilakukan oleh agen dari dalam perkumpulan (internal) dan agen dari luar perkumpulan wayang topeng (eksternal), (b) perubahan struktur sosial yang berdampak pada fungsi 8

penampilan wayang topeng sehingga peran dan kedudukan individu dalam kelembagaannya mengalami pergeseran kedudukan, dan (c) dampak transformasi artistik-simbolik diarahkan untuk mencermati aspek fungsi manifes, dan fungsi laten. Dampak fungsi itu dalam rangka perubahan sosial budaya masyarakat penyangga wayang topeng merupakan temuan yang diharapakan penelitian ini. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Mengapa wayang topeng di Desa Kedungmangga mengalami perubahan? 2. Bagaimana proses transformasi artistik-simbolik wayang topeng di Desa Kedungmangga terjadi? 3. Apakah dampak transformasi artistik-simbolik terhadap pewaris aktif dan penyangga wayang topeng di Desa Kedungmangga? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini menjawab rumusan masalah perubahan penyajian wayang topeng dalam konteks transformasi. Kemungkinan-kemungkinan baru perubahan dan elaborasi yang kompleks (Parsons, 1949:326). aspek artistik-simbolik wayang topeng di Malang. Fokus kajian adalah perubahan fungsi wayang topeng dan latar belakang penyebab terjadinya transformasi artistik simbolik, serta dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini difokuskan pada tujuan, sebagai berikut. 9

1.Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah: a) Mengungkap dan menjelaskan penyebab perubahan wayang topeng di Desa Kedungmangga, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur? b) Mengungkap dan menjelaskan transformasi artistik-simbolik penampilan wayang topeng di Desa Kedungmangga? c) Mengungkap dan menjelaskan dampak negatif dan positif transformasi terhadap pewaris dan penyangga wayang topeng di Desa Kedungmangga? 2. Manfaat a) Memberikan sumbangan pengetahuan kepada masyarakat Malang, khususnya seniman, ilmuwan seni, dan pemerhati seni pertunjukan wayang topeng. b) Memberikan sumbangan pengetahuan tentang transformasi artistik-simbolik wayang topeng Malang pada masyarakat Jawa Timur, khususnya masyarakat pemerhati wayang topeng tradisional. c) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bidang kajian perubahan wayang topeng dalam lingkup lokal, nasional, dan global. 10