BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

4. Manajemen obat B. Landasan Teori C. Kerangka Teori D. Kerangka Konsep BAB III. METODE PENELITIAN A.

NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diazepam adalah obat esensial golongan benzodiazepin yang tercantum

Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS: Masa Lalu, Saat ini dan Masa Mendatang. Dr. Kemal N. Siregar, Sekretaris KPAN 2012

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/s TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN DEPRESI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS MANAHAN SOLO NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

BERAPA KEBUTUHAN DIAZEPAM UNTUK MEMENUHI PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA? STUDI KASUS KONSUMSI DIAZEPAM DI INDONESIA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

Proposal Penelitian Operasional. Evaluasi dan Intervensi Pengobatan Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

Pengaruh Karakateristik Terhadap Terbentuknya Perilaku Peserta Terapi Rumatan Metadon (TRM) di Klinik Rumatan Metadon Puskesmas Manahan Surakarta

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN RETENSI PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

Mau sampai kapan saya metadon?: Memperkuat layanan program terapi rumatan metadon

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk hak azazi manusia (Declaration of Human Rights) tahun 1948. Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, salah satunya hak atas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial yang diperlukan serta hak atas keamanan pada saat sakit (United Nations, 1949). Obat merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan, untuk itu obat harus ada dan tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat. Pemilihan obat esensial harus sesuai dengan pedoman terapi atau standar pengobatan yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaik (Departemen Kesehatan RI, 2006a). Akses terhadap obat esensial adalah hal yang penting dalam pemenuhan hak atas standar tertinggi kesehatan seseorang, namun hampir 2 miliar orang tidak memiliki akses terhadap obat esensial sehingga menyebabkan penderitaan. Oleh karena itu negara bertanggung jawab dalam penyediaan obat esensial dan perusahaan farmasi juga memiliki tanggung jawab atas hak asasi manusia terhadap akses obat (Lee, et al., 2012). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, bahwa semua negara harus berusaha dalam pemenuhan akses pelayanan kesehatan dan alat kesehatan termasuk obat esensial yang diperlukan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. WHO Essential Medicine List tahun 2013 menetapkan metadon dalam daftar obat esensial sebagai complementary list. Metadon digunakan sebagai pengganti morfin atau opioid lain (misalnya heroin) untuk mencegah atau mengatasi gejala putus obat yang ditimbulkan oleh obat tersebut (Daniswarna, et al., 1995).

Berdasarkan data Technical Report The International Narcotics Control Board (INCB) tahun 2013, secara global tren konsumsi metadon meningkat tajam untuk pengobatan kecanduan opioid dan dibeberapa negara metadon juga digunakan untuk pengobatan nyeri. Konsumsi tertinggi di negara Amerika Serikat sebanyak 49% dari total global (INCB, 2013a). Meskipun konsumsi secara global meningkat tajam, namun metadon juga terbatas dibeberapa negara padahal prevalensi penyalahgunaan heroin mengalami peningkatan (INCB, 2014a). Hudec et al (2004), menyatakan bahwa meskipun terjadinya peningkatan konsumsi opioid di Republik Slovakia namun tren konsumsi opioid di Republik Slovakia tahun 1998-2002 masih sangat rendah (0,17 DDD/1000 penduduk per hari), dibandingkan dengan negara Denmark, Austria dan Canada (1,80; 1,61 dan 1,58 DDD/1000 penduduk per hari). Ponizovsky et al. (2011), adanya kecenderungan peningkatan konsumsi Opioid di Israel yang di tandai peningkatan peresepan opioid (metadon, oxycodone, petidin, fentanil, buprenorfin dan dekstropropoksifen) selama 9 tahun (tahun 2000-2008), tetapi terjadi penurunan peresepan terhadap morfin dan kodein. Pengaturan global narkotika, psikotropika dan prekusor diatur oleh badan Internasional yang disebut The International Narcotics Control Board (INCB) yang berkedudukan di Vienna Austria. INCB adalah lembaga kuasi-judisial independen yang berkedudukan dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sesuai dengan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, yang berfungsi untuk memonitor implementasi konvensi Internasional PBB terkait pengawasan narkotika, psikotropika, dan prekursor. Perhitungan tingkat konsumsi obat narkotika dalam dosis harian yang di tetapkan untuk kebutuhan statistik yang digunakan oleh INCB yaitu dengan istilah S-DDD. Definisi "defined daily doses for statistical purposes" (S-DDD) menggantikan istilah dari DDD defined daily doses for statistical purposes yang sebelumnya digunakan oleh INCB. S-DDD digunakan sebagai unit teknis pengukuran untuk tujuan analisis statistik dan bukan dosis rekomendasi untuk peresepan. DDD metadon yang ditetapkan yaitu 25 mg (INCB, 2013a).

Indonesia menetapkan metadon sebagai obat esensial untuk program ketergantungan yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2013a) dan Formularium Nasional (Fornas) tahun 2013 (Kemenkes, 2013b). Pemerintah juga menetapkan regulasi terkait program ketergantungan antara lain: Keputusan Menteri Kesehatan RI (Kepmenkes RI) No. 350/Menkes/SK/IV/2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) serta Pedoman PTRM, yang selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan terapi rumatan metadon di Indonesia maka ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 57 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan PTRM. Terkait dengan pedoman layanan terapi maka ditetapkan Kepmenkes RI No.420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada gangguan Penggunaan NAPZA berbasis rumah sakit dan berbagai peraturan terkait lainnya. Diperkirakan diseluruh dunia sebanyak 69.000 orang meninggal setiap tahun akibat overdosis opioid dan ada sekitar 15 juta orang yang menderita ketergantungan opioid (WHO, 2014). Peningkatan angka penyalahguna di Indonesia saat ini meningkat tajam. Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia tahun 2011, bahwa angka prevalensi penyalahguna narkoba mencapai 2,23% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk dengan rentang usia 10-59 tahun (BNN, 2014). Jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan golongan pada tahun 2012 dan 2013 yaitu golongan narkotika merupakan kasus terbesar mengalami peningkatan yaitu tahun 2013 dengan total 28.542 orang dan tahun 2012 sebanyak 25.122 orang, dikuti golongan bahan adiktif sebanyak 13.356 orang tahun 2013 dan 8.269 orang tahun 2012 dan jumlah terendah yaitu golongan psikotropika sebanyak 1.868 orang tahun 2013 dan 2.062 orang tahun 2012 (BNN, 2013). Terapi rumatan metadon merupakan terapi pengganti opiat (Opiate Replacement Therapy) bagi pecandu opiat (pengguna opioid suntik) untuk mengendalikan prilaku ketergantungan, selain itu sebagai salah satu upaya

pengurangan dampak buruk penularan HIV/AIDS. Pecandu opioid yang menggunakan heroin, sebagian besar menggunakan heroin dengan cara suntik yang tidak aman (Kemenkes, 2013d). Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan menurut faktor risiko pada tahun 2010-2013 yaitu jumlah kasus HIV yang disumbangkan oleh populasi pengguna Napza suntik adalah sebanyak 10.557 kasus. Sedangkan jumlah kasus AIDS sebanyak 2.234 kasus (Kemenkes, 2014). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2013, jumlah pasien aktif PTRM yang dilaporkan sampai dengan Desember 2013 sebanyak 2.530 orang (total pasien aktif) dengan jumlah layanan yang melapor sebanyak 87 unit pada 17 provinsi di Indonesia (Kemenkes, 2013c). Beberapa faktor untuk mempertahankan pasien pada suatu program perawatan untuk mencapai tingkat kesehatannya, yaitu faktor yang berasal dari pasien itu sendiri seperti pengetahuan dan sikap. Selain itu berasal dari pelayanan kesehatan yaitu pemberian dosis yang diberikan kepada pasien merupakan faktor pemungkin pasien untuk lebih lama berada dalam terapi (Aprilya, D,. et al., 2014). Karakteristik yang paling penting dari program terapi rumatan metadon yang baik adalah tingkat retensi yang tinggi dibandingkan dengan tingkat retensi jangka pendek (Liu, et al., 2009). Retention rate pasien terapi metadon di Indonesia secara umum menurut penelitian dari Sarasvita (2009) adalah 3 bulan terapi (74,2%) dan 6 bulan terapi (61,3%). Dosis rumatan metadon rata-rata per hari adalah 60-120 mg (Kemenkes, 2013d). Data Technical Report INCB (2013 dan 2014) menunjukan bahwa jumlah statistik penggunaan metadon tahun 2012 di Indonesia sebesar 139 kg dan tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi 24 kg. Setelah dilakukan perhitungan tingkat konsumsi metadon yaitu sebesar 62 S-DDD (2012) dan 11 S- DDD (2013), yang dihitung berdasarkan konsumsi tahunan (dalam mg) termasuk pembuatan preparat dibagi dengan 365 hari, hasil yang diperoleh dibagi berturutturut oleh jumlah penduduk dalam juta pada tahun tersebut dan dibagi dengan dosis harian yang ditetapkan. Nilai 62 S-DDD diperkirakan dapat dikonsumsi oleh 30.466 orang penyalahguna opioid dan nilai 11 S-DDD dapat dikonsumsi oleh 5.260 orang penyalahguna opioid. Dari jumlah tersebut pasien aktif PTRM yang

memanfaatkan layanan terapi metadon yaitu 2.554 orang (2012) dan 2.530 orang (2013). Hal ini menunjukan ada masalah terkait ketersediaan metadon di Indonesia. Disamping itu belum semua penyalahguna di Indonesia memanfaatkan layanan PTRM mengingat kasus penyalahguna terutama golongan opioid saat ini meningkat tajam. Dalam pelaksanaan terapi rumatan metadon pasien yang mengalami drop out atau pasien putus terapi sebanyak 40% hingga 50% antara lain karena adanya hambatan untuk mengakses program setiap hari, dosis yang diberikan masih dianggap kurang (Sarasvita, et al., 2012). Menurut Suryawati (2011), bahwa ada beberapa hambatan terkait ketersediaan analgetik opioid yaitu masalah ketergantungan, keraguan dokter dalam meresepkan, kurangnya pelatihan, kendala dalam distribusi, takut masalah hukum, beban administrasi, kurang impor dan produksi, tidak ada kebijakan nasional dan pedoman. Sementara itu berdasarkan Departemen Kesehatan RI, (2006b) dari hasil pengamatan pada pelaksanaan uji coba PTRM (tahun 2003 sampai Mei 2005) bahwa pasien yang berusia diatas 20 tahun merupakan kelompok terbanyak yang dapat bertahan baik dalam PTRM. Pasien yang mengalami drop out berkisar 40%-50%, sulitnya akses menuju tempat layanan yang menjadi alasan utama, alasan lainnya perlunya keahlian dan penyimpanan obat khusus dalam pelayanan terapi metadon. Program terapi metadon merupakan salah satu terapi bagi pecandu opioid dalam upaya pengurangan dampak buruk (harm reduction) penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik. Keakuratan data dalam pelaporan suatu kegiatan atau program sangat diperlukan sehingga dapat diperoleh data dan informasi yang riil untuk mengambil langkah yang tepat dalam membuat suatu kebijakan. Sistem pemantauan pelaporan obat yang cepat dapat memberikan informasi awal terkait tren obat sehingga dapat memfasilitasi respon kebijakan yang lebih cepat dan efektif (Mounteney et al., 2009). Mengingat narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan obat yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

Keberlangsungan terapi metadon sangat tergantung pada ketersediaan metadon di unit PTRM yang ditetapkan, namun apabila metadon sudah cukup tersedia pentingnya pemanfaatan layanan PTRM bagi penyalahguna opioid di Indonesia. Terkait konsumsi metadon dalam PTRM dan pasien aktif yang memanfaatkan layanan PTRM mendorong peneliti untuk mengidentifikasi dan menggali informasi terkait dinamika konsumsi metadon yang dilaporkan dan jumlah pasien aktif di pelayanan PTRM di Indonesia tahun 2004-2013. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahaan penelitian yaitu bagaimana pola konsumsi metadon di Indonesia berdasarkan data Technical Report INCB tahun 2003-2014, jumlah pasien aktif di layanan PTRM dan perkiraan kebutuhan terapi metadon pasien aktif PTRM di Indonesia tahun 2004-2013. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengetahui dinamika konsumsi metadon dalam Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Indonesia tahun 2004-2013. 2. Tujuan khusus : a. Mengidentifikasi pola konsumsi metadon yang dilaporkan sejak diperkenalkan dalam PTRM di Indonesia tahun 2004-2013 b. Mengidentifikasi dinamika jumlah pasien aktif PTRM yang dilaporkan sejak PTRM diperkenalkan di Indonesia tahun 2004-2013. c. Mengidentifikasi kebutuhan terapi konsumsi metadon bagi pasien aktif PTRM yang dilaporkan sejak PTRM diperkenalkan di Indonesia tahun 2004-2013. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat memberikan penjelasan ilmiah dan sumber informasi terkait metadon dalam Program Terapi Rumatan Metadon di Indonesia.

2. Manfaat Praktis a. Pengembangan kebijakan dalam melakukan evaluasi terkait metadon dalam PTRM di Indonesia. b. Peningkatan koordinasi antar sistem untuk menjamin ketersediaan metadon dalam PTRM di Indonesia. c. Pengembangan kebijakan untuk mendorong masyarakat khususnya bagi penyalahguna di Indonesia agar dapat memanfaatkan fasilitas layanan rumatan metadon sehingga tujuan program dapat dicapai dengan baik. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Dinamika Konsumsi Metadon dalam Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Indonesia tahun 2004-2013, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang terkait adalah sebagai berikut : 1. Julaeha (2013), judul Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon Terhadap Pasien PTRM di Satelit Pelayanan PTRM Provinsi DIY. Tujuan mengetahui dampak pelaksanaan pelayanan PTRM terhadap pasien PTRM dan pengelolaan metadon di satelit pelayanan PTRM di Provinsi DIY. Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi kasus. Subyek penelitian adalah seluruh pasien aktif PTRM hingga tahun 2012 yang telah mengikuti PTRM minimal 1 bulan dan menyimpulkan bahwa PTRM bermanfaat dalam pengurangan dampak buruk akibat penggunaan narkotika suntik. 2. Kusumastuti (2014), judul Survey Pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Terhadap Kepuasan, Dukungan Keluarga, Kepatuhan Klien di Puskesmas Menahan Kota Surakarta. Tujuan untuk mengetahui mutu pelayanan PTRM sesuai dengan Standar Operasional Pelayanan (SOP), kepuasan klien, dukungan keluarga, kepatuhan klien PTRM di Puskesmas Manahan Kota Surakarta. Metode survei dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Obyek penelitian ini adalah 36 klien yang mendapatkan layanan PTRM di Puskesmas Manahan Kota Surakarta. Sumber informasi kunci adalah Kepala Puskesmas Manahan, dokter penanggung jawab, tenaga kesehatan maupun non kesehatan pemberi layanan PTRM Puskesmas Manahan.

Kesimpulan penelitian adalah mutu pelayanan PTRM di Puskesmas Manahan Kota Surakarta ditinjau dari sisi petugas, proses pelayanan, dan setting tempat secara umum sudah sesuai dengan SOP PTRM. 3. Dianawati (2014), judul Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) pada Puskesmas Kecamatan di Jakarta. Tujuan mengetahui faktor-faktor yang memepengaruhi retensi pasien peserta pelayanan PTRM di Puskesmas Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta, yaitu faktor individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, agama, pekerjaan), faktor zat (lama pakai, jenis zat, napza jarum, dosis pakai, riwayat detoksifikasi), dan faktor lainnya (mutu layanan, dukungan). Metode deskriptif analitik dengan desain kohort retrosfektif penelitian non eksperimental dengan pendekatan poin approach, melihat hubungan antar variabel dengan menggunakan uji statistic Chi-Square. Hasilnya faktor pasien yang mempengaruhi retensi (jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan). 4. Ponizovsky et al., (2011), Judul Trends in opioid analgesics consumption, Israel 2000-2008. Tujuan menggambarkan kecenderungan konsumsi opioid di Israel (morfin, metadon, oxycodone, petidin, fentanil, buprenorfin, kodein dan dekstropropoksifen) selama 9 tahun (2000-2008) dan mengeksplorasi terkait perubahan konsumsi dalam jumlah dan pola. Data di ubah menjadi dosis harian yang ditetapkan (DDD)/1000 penduduk per hari dan menyimpulkan bahwa ada peningkatan dalam konsumsi opioid di tahun 2000-2008. Hudec et al., (2004), judul Trends in Consumption of Opioid Analgesics in Slovak Republic during 1998-2002 penelitian tersebut bertujuan menggambarkan pola konsumsi dalam kelompok analgetik opioid di Republik Slovakia antara tahun 1998-2002, menentukan kebiasaan peresepan dan membandingkan dengan beberapa negara dengan menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical classification/defined daily doses (ATC/DDD) dan menyimpulkan meskipun terjadi peningkatan konsumsi analgetik di Republik Slovakia tetapi dibandingkan dengan beberapa negara lainnya (Denmark, Austria, Canada), konsumsi Analgetik opioid di Republik Slovakia masih rendah.