BAB 1 PENDAHULUAN. (UMi), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) berdasarkan ketiga alat ukur ini berbeda di setiap negara.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan Sumber Daya Alam dan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

Statistik KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari atau disebut masyarakat miskin dan

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Todaro dan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan yang didirikan dan. mengelola BUMD Sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1999 dan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DAN LOKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

IndustriKecil danmenengah. T.M.Zakir Machmud Diklat Ekonomi Industri 2 Dep.Perindustrian dan LPEM FEUI April 2009

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA TRIWULAN III TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

Produk Domestik Regional Bruto

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau Badan usha di semua sektor ekonomi (Tambuan, 2012). Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada nilai asset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun atau jumlah pekerja tetap. Namun definisi UMKM berdasarkan ketiga alat ukur ini berbeda di setiap negara. Sriyana (2010) mencatat bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mempunyai peranan penting dalam perekonomian lokal daerah. Hal ini ditunjukan dengan kemampuan UMKM dalam menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja. Namun, UMKM masih menghadapi berbagai masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk pemasaran dan keberlanjutan usaha. Diperlukan berbagai kebijakan terobosan untuk memotong mata rantai masalah yang dihadapi UMKM, khususnya untuk mengatasi beberapa hal yang menjadi hambatan dalam bidang pengembangan produk dan pemasaran. Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk memberikan peluang berkembangnya UMKM meliputi perbaikan sarana dan prasarana, akses perbankan dan perbaikan

iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan pangsa pasar. Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam kategori Negara berkembang. Daerah-daerah di Indonesia mulai mengembangkan sektor industri, sehingga memperkecil kesenjangan dengan sektor pertanian. Proses industrialisasi dan pembangunan indutri sebenarnya merupakan salah satu jalur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih baik (Arsyad, 2010;353). Perjalanan bisnis yang dilalui oleh industri kecil selama ini tidak terlepas dari hasil kebijakan dan program pemerintah. Pemerintah telah mengambil langkah untuk memberikan program bantuan dalam bentuk fasilitas produksi, bantuan di bidang manajemen, finansial serta kemitraan yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja. Berbagai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri kecil diharapkan pembangunan industri kecil akan mengarah pada industri yang efisien dengan kualitas produk yang semakin baik dan pada gilirannya dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun ekspor dengan nilai tambah yang semakin tinggi untuk memperkuat perekonomian Indonesia (Sujianto, 2005). Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian. Dalam perkembanganya UMKM banyak memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, diantaranya memberikan peran dalam menyerap banyak tenaga kerja sehingga membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pengangguran, memperluas lapangan pekerjaan,

meningkatkan pendapatan masyarakat dan kontribusinya terhadap pendapatan negara. Tabel 1.1 Data Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 dan 2015 Tahun Unit Usaha (unit) Tenaga Kerja (orang) Investasi (milyar rupiah) 2013 910.000 15.007.695 8.003.147 2015 1.093.000 31.414.000 8.505.265 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat UMKM di Provinsi Jawa Barat memiliki peran yang sangat penting terhadap perekonomian. Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa UMKM di Provinsi Jawa Barat mengalami perkembangan dilihat dari beberapa indikator diantaranya jumlah unit usaha mengalami peningkatan dari 910.00 unit (tahun 2013) menjadi 1.093.000 unit (tahun 2015) dengan jumlah investasi pada tahun 2013 sebesar 8.003.147 milyar rupiah, dan pada tahun 2015 sebesar 8.505.265 milyar rupiah. Selain itu jumlah tenaga kerja yang dapat terserap oleh UMKM juga mengalami peningkatan dari 15.007.695 orang (tahun 2013) menjadi 31.414.000 orang (tahun 2015). Tabel 1.2 Nilai Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Berlaku (%) No Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 1 Pertanian 7,53 7,76 7,92 8,00 7,78 2 Pertambangan & Penggalian 1,26 1,25 1,20 1,04 0,90 3 Industri Pengolahan 59,60 58,72 57,67 56,79 55,63 4 Listrik, Gas & air Besih 1,61 1,61 1,67 1,80 1,76 5 Konstruksi 1,66 1,66 1,66 1,77 1,77

6 Perdagangan, Hotel & 16,91 17,39 18,29 18,73 19,64 Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi 4,19 4,21 4,16 4,11 4,18 8 Keuangan, Sewa & Jasa 1,95 1,93 1,97 1,88 1,83 Perusahaan 9 Jasa jasa 5,28 5,47 5,46 5,85 6,49 PDR 100 100 100 100 100 Sumber : BPS Kab.Bandung Tahun 2014 Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi ekonomi. Kondisi ekonomi yang cukup berpotensi dapat dilihat dari jumlah industri di Kabupaten Bandung yang terus meningkat. Sektor industri di Kabupaten Bandung memberikan kontribusi yang besar dalam kegiatan ekonomi, terlihat pada tabel 1.2 nilai kontribusi sektor industri dan pengolahan di atas 50% meskipun setiap tahunnya mengalami penurunan. Selain itu sektor industri juga berperan dalam mengatasi masalah tenaga kerja. Pembangunan industri kecil di Kabupaten Bandung diarahkan pada pembangunan industri kecil salah satunya adalah industri konveksi. Kabupaten Bandung merupakan penghasil industri kecil yang salah satunya adalah konveksi pakaian. Industri yang bergerak dalam bidang pakaian di Kabupaten Bandung telah berkembang seiring perkembangan jaman. Industri kecil Konveksi merupakan salah satu bisnis yang cukup populer dalam masyarakat Indonesia yang tersebar hampir di setiap daerah. Home industri konveksi adalah tempat proses produksi seperti kaos, jaket, jeans, gamis dan lain sebagainya yang hasilnya nanti bisa di manfaatkan oleh manusia. Konveksi mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia karena produk yang dihasilkan oleh konveksi salah satunya adalah pakaian yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011-2012, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kabupaten Bandung mengalami pertumbuhan sekitar 600 usaha, dari 7.218 UMKM pada tahun 2011 menjadi 7.818 UMKM pada tahun 2012. Pertumbuhan tersebut diikuti dengan penyerapan tenaga kerja dari 57.120 orang menjadi 60.546 orang atau meningkat sekitar 3.000 kesempatan kerja. Dengan total ekspor pada tahun 2012 sebesar Rp. 8 triliun atau meningkat sebesar 39 % dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai saat ini jumlah UMKM terus meningkat hingga mengurangi jumlah kemiskinan di Kabupaten Bandung dan diperkirakan hingga saat ini (tahun 2017) tercatat lebih dari 10.000 UKM yang berada di Kabupaten Bandung (Tribun Jabar, 26/12/2012). Pada penelitian ini penulis memilih home industri konveksi pakaian yang berada di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. Di daerah tersebut tersebar kurang lebih 50 home industri konveksi yang memproduksi pakaian, menurut hasil wawancara dengan pelaku usaha home industri konveksi pakaian ini memproduksi bermacam jenis pakaian seperti gamis, baju atasan, celana jogger dan celana jeans. Pada awal mulanya konveksi ini merupakan bisnis pakaian biasa yang didirikan oleh beberapa pengusaha dan diikuti oleh pengusaha-pengusaha lain karena industri kecil dan menengah ini mudah didirikan, usaha mikro kecil dan menengah ini merupakan usaha yang ditekuni sebagian penduduk desa di Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. Usaha konveksi ini sudah sejak lama menjadi mata pencaharian penduduk di daerah Kecamatan Kutawaringin

Kabupaten Bandung. Usaha ini memiliki peluang usaha yang cukup besar dan merupakan bisnis yang cukup menjanjikan Selain itu tingkat pendapatan masing-masing usaha konveksi pakaian di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung sangat bervariasi. Tingkat pendapatan ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan para pelaku usaha home industri konveksi pakaian ini adalah jumlah unit barang konveksi yang dihasilkan oleh masingmasing pelaku usaha konveksi. Terdapat pengusaha yang mampu memproduksi unit barang konveksi dalam jumlah banyak, namun ada pula yang hanya memproduksi dalam jumlah sedikit. Perbedaan jumlah unit barang konveksi yang diproduksi ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pendapatan pengusaha konveksi pakaian dan akan menentukan tingkat konsentrasi industri konveksi itu sendiri. Masing-masing unit usaha konveksi memproduksi jenis konveksi yang berbeda-beda, ada yang memproduksi gamis saja atau celana jeans saja, ada juga yang memproduksi beberapa jenis barang konveksi seperti memproduksi gamis dan jeans, ada juga yang memproduksi jeans dan celana jogger, dan bahkan ada juga yang memproduksi keempat barang tersebut yaitu gamis, jogger, baju atasan dan celana jeans. Beberapa jenis barang konveksi tersebut dijual dengan harga yang sangat bervariasi. Terdapat perbedaan harga untuk barang yang sama yang dijual oleh masing-masing pengusaha. Jumlah unit dan harga per unit ini tentunya akan menjadi penentu besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh masing-masing

pengusaha konveksi pakaian di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. Selain jumlah unit barang konveksi yang diproduksi dan harga jual, faktor lainnya yang juga dapat menentukan tingkat pendapatan usaha konveksi adalah lama usaha, yang telah dijalankan oleh setiap pengusaha. Dari 50 pengusaha yang di survei terdapat pengusaha yang sudah puluhan tahun menjalankan usaha konveksi namun terdapat juga yang baru beberapa tahun saja. Tentunya perbedaan lama usaha ini dapat berpengaruh pada perilaku dan kinerja usaha mereka, salah satunya pada aspek pendapatan usaha konveksi pakaian di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. Dalam penelitian ini penulis memilih home industri konveksi pakain untuk diteliti lebih lanjut, karena pakaian merupakan kebutuhan pokok manusia selain makanan. Dan juga untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja pelaku usaha di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten bandung sehingga dapat dijadikan bahan analisis terhadap perkembangan home industri ini di masa depan. Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha home industri konveksi di Citiru Kecamatan Kutawaringin. Sehingga penulis mengambil judul Analisis Struktur Perilaku Kinerja dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Konveksi Pakaian di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam analisis ini yaitu : 1. Bagaimana karakteristik pelaku usaha home industri konveksi pakaian di Citiru Kabupaten Bandung? 2. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja dari home industri konveksi pakaian di Citiru Kabupaten Bandung? 3. Bagaimana pengaruh total unit barang diproduksi, harga rata-rata barang yang dijual, lama usaha, dan strategi pemasaran terhadap total pendapatan home indutri konveksi pakaian di Citiru Kabupaten Bandung? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasar permasalahan yang akan diambil dari penelitian ini maka, tujuan penelitian ini adalah : 1. Ingin mengetahui karakteristik pelaku usaha home industri konveksi pakaian di Citiru Kabupaten Bandung. 2. Ingin mengetahui struktur, perilaku dan kinerja dari home industri konveksi pakaian di Citiru Kabupaten Bandung. 3. Ingin mengetahui pengaruh total unit barang yang diproduksi, harga ratarata barang yang dijual, lama usaha, dan strategi pemasaran terhadap total pendapatan home indutri konveksi pakaian di Citiru Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis/Akademis Searah dengan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan hasil dari penelitian tersebut dapat memberikan kegunaan teoritis atau akademis berupa tambahan sumber informasi dan sumber referensi bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya mengenai pengaruh struktur, perilaku dan kinerja terhadap keuntungan (PCM) home indutri konveksi jeans di Citiru Lembur Kebon Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. 1.4.2 Kegunaan Praktis/Empiris 1. Sebagai syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pasundan Bandung. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi pada penelitian sejenis di masa yang akan datang. 3. Sebagai tambahan bahan referensi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan Bandung.