BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bergeraknya proses-proses dalam tubuh, seperti berlangsungnya proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gizi tertentu. Sedangkan Supariasa (2002), satus gizi adalah ekspresi dari

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Balita Balita adalah bayi dan anak yang berusia kurang dari lima tahun

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. Periode usia bulan (toddler and preschooler) merupakan periode

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang

Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi dalam pemenuhan gizi balita di wilayah binaan puskesmas I Gatak kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar

Transkripsi:

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan penyajian hidangan yang bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan, macam serta jenis bahan makanan mutlak diperlukan untuk mendukung usaha tersebut. Disamping itu jumlah bahan makanan yang dikonsumsi juga menjamin tercukupinnya kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Supariasa, dkk, 2002). Besar kecilnya konsumsi kalori atau energi selama masa pertumbuhan awal, yaitu sewaktu sel-sel berbagai alat tubuh yang sedang giat-giatnya melakukan pembelahan, dapat memengaruhi bahkan mengubah laju pembelahan sel tersebut, akibatnya suatu alat tubuh dapat mempunyai sel-sel yang lebih sedikit atau lebih banyak dari pada yang diharapkan terjadi secara normal (Winarno, 1987). B. Konsumsi Energi dan Protein 1. Konsumsi Energi Energi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan, dan energi dari makanan ini terdapat energi kimia yang diubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas, dan energi listrik.(sediaoetama, 2001). Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2001).

Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan negatif bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Almatsier, 2001). 2. Konsumsi Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001). Protein diperlukan untuk pembentukan dan perbaikan jaringan tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut, dan kuku. Angka energi yang ditunjukkan akan demikian tergantung dari macam dan jumlah bahan makanan nabati dan hewani yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Ada 2 jenis protein, yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein hewani mengandung lemak jenuh, sedangkan protein nabati mengandung lemak tak jenuh. (Kartasapoetra, dkk, 1995) Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan, dengan kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9% (Almatsier, 2001). Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (Almatsier, 2001).

C. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dibeberapa negara 70% dari gaji pekerja digunakan untuk membeli makanan sumber energi untuk dikonsumsi sendiri dan keluarga, tanpa memperhitungkan kebutuhan protein dan zat gizi lainnya. Selaian pengeluaran untuk perumahan, transpor dan kebutuhan utama yang lain sering merupakan masalah, karena untuk memenuhi sumber energi keluarga saja masih sulit. Makanan sumber energi harus dikonsumsi sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan, sementara banyaknya energi yang dikeluarkan seringkali dua atau tiga kali lebih banyak bagi buruh yang bekerja berat (Suhardjo, 2002). Masalah gizi dikenal sebagai masalah yang multikompleks karena disamping banyaknya faktor satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 bidang yaitu : (a) produksi pangan, (b) distribusi pangan dan (c) pemanfaatan pangan.(suhardjo, 2002). Perubahan keseimbangan atau kelebihan konsumsi ini ada 3 faktor lainnya yang berkaitan dengan pemanfaaan pangan (fisiologis, kegaitan dan infeksi/parasit). Gizi kurang menurunkan produktivitas kerja sehingga pendapatan menjadi rendah, miskin dan pangan tidak tersedia cukup. Selain itu gizi kurang menyebabkan daya tahan tubuh (resistensi) terhadap penyakit menjadi rendah (Suhardjo, 2002). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain (Sediaoetama, 2000). Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003). Angka Kecukupan Gizi (AKG) Balita umur 0-5 tahun seperti terlihat pada tabel 1.

TABEL 1 ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN PER ORANG / HARI No Kelompok umur Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Energi (kkal) Protein (g) 1 0-6 bl 6 60 550 10 2 7-12 bl 8.5 71 650 16 3 1-3 th 12 90 1000 25 4 4-6 th 17 110 1550 39 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 D. Tingkat Pendapatan Perkapita Banyak masalah yang timbul baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap keadaan gizi individu, keluarga maupun masyarakat. Salah satu diantaranya adalah tingkat pendapatan keluarga yang rendah (Sayogyo, 1983). Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi. Pola konsumsi dipengaruhi pula oleh faktor sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu bagi suatu masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah, usaha perbaikan erat hubunganya dengan usaha peningkatan pendapatan dan perbaikan Sumber Daya Manusia. (Roedjito,1986). Semakin besar jumlah penduduk kemungkinan pendapatan perkapita justru mewujudkan desparitas pendapatan tersebut. Keperluan pangan yang pas-pasan dan ditambah dengan pengetahuan makanan bergizi yang kurang maka pemberian makan untuk keluarga biasanya dipilih bahan-bahan yang hanya mengenyangkan perut saja, tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak.(khumaidi, 1989). Meningkatnya pendapatan perorangan dapat terjadi pertumbuhan dalam suatu susunan makanan, tetapi pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan, tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan, kadang-kadang perubahan yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan itu lebih mahal, karena kebiasaan pangan cenderung berubah bersama dengan naiknya pendapatan. (Suharjo, 1985)

A. Tingkat Pendidikan Ibu Latar belakang pendidikan orang tua, baik suami maupun istri merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Dari berbagai penelitian diketahui adanya korelasi positif antara keadaan gizi anak dengan pendidikan orang tua (Atmarina dan Jalal, 1991). Penelitian ini mengemukakan bahwa masyarakat dengan pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya rendah. Sebaliknya bila tingkat pendidikan orang tua rendah prevalensi gizi kurang umumnya tinggi. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan ekonomi rumah tangga. Kedua pendidikan istri disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam penyuluhan pada makan rumah tangga maupun pola pengasuhan anak (Sayogyo, 1983). Kurangnya pendidikan gizi seringkali merupakan rintangan terpenting dalam jalur perjalanan pangan. Adalah penting untuk selalu diingatkan bahwa jalur perjalanan pangan berhubungan dengan banyak hal. Misalnya cara-cara bertani yang kurang baik, rencana pembelanjaan keluarga yang kurang serasi, distribusi makanan diantara para anggota keluarga yang kurang merata, seimbang dan kebiasaan menyusui serta memberi makanan tambahan pada bayi yang salah. Dengan demikian banyak segi dihadapi di dalam pendidikan perbaikan gizi (Sayogya, 1995).

B. Kerangka Teori Kekurangan gizi anak Konsumsi Infeksi Ketersediaan pangan Pola asuh anak tidak memadai Pelayanan lingkungan dan sanitasi lingkungan Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga Kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat Pengguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan Krisis ekonomi, politik dan kemiskinan GAMBAR 1 FATOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI (Sumber Soekirman, 2000). C. Kerangka Konsep Pendapatan Perkapita Tingkat konsumsi Energi Balita Pendidikan Ibu Tingkat konsumsi Protein Balita

D. Hipotesa 1. Ada hubungan pendapatan perkapita keluarga dengan tingkat konsumsi energi balita. 2. Ada hubungan pendapatan perkapita keluarga dengan tingkat konsumsi protein balita. 3. Ada hubungan pendidikan ibu dengan tingkat konsumsi energi balita. 4. Ada hubungan pendidikan ibu dengan tingkat konsumsi protein balita.